Mohon tunggu...
salman imaduddin
salman imaduddin Mohon Tunggu... Sales - Komunitas Ranggon Sastra

Control by eros

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Kepada Ruang

31 Desember 2023   21:42 Diperbarui: 31 Desember 2023   21:45 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

kepada ruang ia bertanya. dengan mata yang hampir buta 

mengawasi tembok empat sisi

dalam hati gusar bertanya

manusia mana yang berharap pada dirinya?

di balik tubuh gemetar bertanya

diri yang mana beraharap pada manusia?

ketika tawa lepas seorang anak balita mengiang mengepung ingatan

juga ciuman seorang wanita melekat hangat di bibir keringnya. dan mantra prasangka gagal menolongnya 

siapa yang mampu menerimanya jika ia apa adanya?

seorang lelaki bertubuh kurus berusia senja. 

kepada ruang ia bertanya. dengan mata yang hampir buta

mengawasi tembok empat sisi

tak kuasa membendung gejolak dusta perbuatannya 

tentang cahaya periang yang melatar belakang punggungnya

kini sirna 

menjelma gelap pekat yang memburu kodrat

tentang seekor burung peliharaan yang lepas dari sangkarnya

berkeliaran terbang di angkasa fana

melintasi bunga-bunga dan hinggap menghisap segala racunnya. lalu tertawa, hanya sementara 

kemudian beristirahat di batu kali. meminum keruh cemaran airnya

dan terpeleset lalu hanyut dalam keterasingan yang dingin 

kematian di depan mata. nafas tersumpal dingin air

dalam gelagap membayangkan, hancur jantungnya 

meninggalkan keluarga di puncak keheningan yang tabu dalam ruang

kenangan menyeruakkan bising dalam dada

ketika tawa lepas seorang anak balita mengiang mengepung ingatan 

juga ciuman seorang wanita melekat hangat di bibir keringnya. mantra prasangka gagal menolongnya

siapa yang mampu menerimanya jika ia apa adanya?

sepintal sesal menggumpal dirasa kini menerus

kepada ruang ia bertanya. dengan mata yang hampir buta 

mengawasi tembok empat sisi meminta ampun pada segala. ketakutan meredupkan pancarannya

tak kuasa ia membendung gejolak dusta

ketika tawa lepas seorang anak balita mengiang mengepung ingatan

juga ciuman seorang wanita melekat hangat di bibir keringnya.

mantra prasangka gagal menolongnya

dalam hati gusar

di balik tubuh gemetar

manusia mana yang berharap pada dirinya?

diri yang mana beraharap pada ia manusia?

siapa yang mampu menerimanya jika ia apa adanya?

sepintal sesal menggumpal di dada dirasa kini menerus 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun