Tulisan ini berangkat dari segala keterbatasan pemikiran dan keterbukaan penyampaian gagasan. Proses tindak laku manusia dalam rutinitas realitas hidup memaksa manusia terlibat pada sebuah siklus. Meski siklus ini tidak dapat dielakan dalam kehidupan, namun  upaya-upaya pengembangan buah pikiran yang dinamis membawa manusia pada inovasi yang seringkali berangkat dari keinginan-keinginan. Keinginan-keinginan tersebut dapat timbul berdasarkan kebutuhan, ketidaksabaran, keterpaksaan, kemalasan, ataupun keilmuan yang memang untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Ilmu-ilmu yang dalam perjalanannya banyak menghasilkan teknologi-teknologi yang mampu mempermudah kerja-kerja manusia.Â
Ilmu pengetahuan dan teknologi yang tidak dapat dipisahkan menjadikan pengembengannya semakin pesat. Semakin berkembangnya teknologi maka semakin berkembang pula ilmu pengetahuan begitupun sebaliknya. Hal tersebut memang sudah menjadi kausalitas yang saling bergantian, sebab prinsip ilmu pengetahuan salah satunya untuk mengembangkan teknologi dan teknologi pun mengembangkan pengetahuan dengan mempermudah proses peneleitian.
Kini proses keterkaitan antara teknologi dan ilmu pengetahuan telah melampaui sebuah kemajuan dalam setiap bidang. Dan hasilnya adalah era percepatan. Banyak kerja-kerja aktif yang dahulu dilakukan secara manual kini telah mencapai cara kerja yang dapat kita sebut robotic. Bagaimana tidak, banyak elemen pekerjaan yang kini telah digantikan dengan hasil-hasil teknologi yang mutakhir. Memempermudah dan memempercepat, kini sesuatu yang dhulunya kita tempuh dengan susah payah kini mudah dan cepat. Misalnya transportasi: dahulu manusia menggunakan tranportasi yang bersumber dari makhluk hidup sedang kini tidak. Hewan-hewan tranportasi kini hanya menjadi wahana hiburan dalam realitas yang rutin. Dengan berorientasi pada materil atau kebendaan. Kini kita hadir di tahun 2022 dengan cara bernafas yang sama sejak adanya manusia pertama di dunia. Namun cara bekerja, alur pikiran dan capaian yang diinginkan sudah lebih praktis didapatkan.Â
Berbagai bidang sudah tersentuh teknologi canggih yang memudahkan baik di bidang industri, administrasi, kontruksi, bahkan dunia pendidikan. Malah justru pendidikan menjadi tulang punggung sekaligus klinci percobaannya pengembangan teknologi. Bagiamana tidak? Kini setiap negara berbondong-bondong mengembangkan kemampuan manajerial, perumusan, serta proses pembelajaran dengan kecanggihan yang tekah tersedia.
Sebuah Inisiatif global terkemuka yang mendorong inovasi dan kolaborasi di bidang pendidikan yaitu WISE (World Innovation for Education) telah melakukan survey. Hasilnya adalah sebuah prediksi probability yang besar kemungkinannya akan terjadi. Pada tahun 2030 akan semakin pesat dan maksimalnya perubahan besar-besaran di bidang pendidikan. Tahun tersebut di gadang-gadang menjadi puncak penguasaan kemampuan dan pemanfaatan teknologi di dunia pendidikan. Pendidikan akan focus pada pendekatan-pendekatan yag inovatif dan kreatif berdasarkan teknologi yang canggih. Para ahli dalam survey oleh WISE yang di rilis pada 4-6 November 2014 tersebut juga menyimpulkan akan adanya inovasi-inovasi yang padat bukan hanya dari teknologi. 75% dari para ahli tersebut berpendapat bahwa asset paling berharga adalah keterampilan pribadi dan interpersonal.Â
Melihat dan menyikapi survey tersebut justru sangat memungkinkan pendidikan bergerak cepat dari prediksi, atau justru melambat jauh dari prediksi tersebut bergantung pada kesiapan-kesiapan setiap lembaga pendidikan. Namun jika tidak memiliki kebijakan yang dikelola berdasarkan watak dan budaya masyarakat (khususnya untuk Indonesia) maka pendidikan hanya akan berkutat pada proses menanangkap dan mengaplikasikan dalam hal praktis saja. Jika dalam percepatan teknologi secara global tidak mampu terbendung masyarakat, hal ini justru akan menimbulkan pendidikan yang mampu mengembangkan proses praktis tanpa mampu mengelaborasikan watak dan budaya bangsa. Perlahan minat dan daya cipta masyarakat akan menempuh era-era keteknologi-teknologian yang dalam hal ini bentuknya adalah pemaksaan-pemaksaan pemanfaatan teknologi di berbagai bidang. Kita dapat menemukannya hari ini dalam bidang pendidikan misalnya diperbolehkannya siswa melakukan riset instan dalam proses penciptaan sebuah karya atau tujuan lainnya. Di satu sisi hal ini sangat membantu mempercepat, namun di sisi lain daya juang riset yang mendalam dengan menggali dari literature cetak akan berkurang. Manusia-manusia era ini akan cenderung menganggap segala yang ingin ia ketahui akan segera ia ketahui dalam beberapa saat lagi, tinggal menunggu kemauannya menggerakan tangan dan jarinya untuk mengetik kata kunci dalam browser di gawainya saja. Dan hal tersebut akan mengakar serta menjamur dan bentuk ekstrimnya adalah cepat datang dan hilangnya sebuah wawasan. Manusia-manusia ini akan kehilangan proses pencarian jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang ia resahkan, bahkan sangat mungkin kehilangan keresahan (keingintahuan sejelas-jelasnya tentang suatu konsep). Dalam bidang kesenian misalnya sebuah pertunjukkan drama dengan menggunakan setting panggung yang mewah menggunakan layer-layer yang ditembak cahaya video lalu actor memerankan perannya, ia berdialog dengan lawan mainnya dengan konsep audio yang fade-out dari vocal aktor dan langsung fade-in dari audio visual pada layer akan menimbulkan kesan pemanfaatan yang dipaksakan jika konsep pertunjukkan tidak dibuat secara matang. Mengapa? Sebab pertunjukkan tersebut hanya akan memamerkan skil actor dan teknis pemutaran audio dan video pada layer dengan tidak memberikan jawaban dari pertanyaan (kenapa harus dengan layer dan video? Kenapa harus beperan kolaborasi dengan dialog yang terdapat pada video? Kenapa pertunjukkan Kenapa tidak memutar film saja?) dan pertanyaan lainnya. Dengan begitu kesan teks pertunjukkan, kesan dramatik, analisa teks dan keaktoran akan bergeser focus pada skill teknis yang dimainkan oleh actor dan perangkat pertunjukkan lainnya. Dan keteknologi-teknologian di bidang-bidang lainnya mungkin saja terjadi secara massif.Â
Dengan demikian menyambut era yang digadang sebagai puncak pemanfaat teknologi tersebut. Pendidikan baiknya lebih jelih dan berani menengok watak dan karakter masyarakat dengan mempertimbangkan kemajuan-kemajuan yang pernah diperoleh nenek moyang bangsa. Zaman kerajaan misalnya. Penyebab-penyebab kemajuan kerajaan-kerajaan di Nusantara tersebut sudah jelas menunjukkan watak dan karakter masyarakat Indonesia yang memiliki jatidiri. Memiliki cara-cara tersendiri yang sangat diyakini dan dipatuhi secara mental, spiritual, fisik dan material. Pada zaman Majapahit mencapai puncak Kejayaannya yang di pimpin oleh Hayam Wuruk hingga mampu menjadi sebuah kerajaan yang besar dan maju. Apakah penyebabnya? Bagaimana sesuatu yang dapat dikatakan maju? Bagaimana yang disebut tangguh? Bagaimana cara berpikir pemimpinnya? Dan pertanyaan-pertanyaan lainnya agaknya perlu dilacak dan di pindahterapkan dengan penyesuaian-penyesuaian era saat ini dan masa yang akan datang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H