Suatu anugrah bagi Indonesia memiliki Baharuddin Lopa. Setelah 19 tahun kepergiannya, nama Baharuddin Lopa masih melegenda sebagai sosok pahlawan antikorupsi. Siapa Baharuddin Lopa? Dia adalah mantan menteri kehakiman dan hak asasi manusia pada masa Presiden Abdurrahman Wahid. Pada masa Presiden Gus Dur juga ia pernah menjadi Jaksa Agung. Beliau merupakan salah satu orang yang bisa disebut sebagai pahlawan antikorupsi.
Barlop (sapaan akrab Baharuddin Lopa) merupakan pria kelahiran Pambusuang, Celebes, Hindia Belanda. Barlop lahir sebelum kemerdekaan, yaitu pada 27 Agustus 1935. Barlop muda menempuh pendidikan kuliahnya di Fakultas Hukum Universitas Hasanudin saat usianya 23 tahun. Lalu ia mempertajam pendidikannya dengan kursus reguler di Lemhanas pada 1979, dan menyelesaikan pendidikan doktoralnya di Fakultas Hukum Universitas Diponegoro pada 1982.
Selama memegang jabatan publik, ia sangat menonjolkan integritasnya sebagai sosok pendekar hukum. Ia benar-benar tahu mana yang boleh dan tidak boleh ia lakukan. Tanpa gentar, kasus-kasus kelas kakap sekalipun yang menyangkut para tokoh besar ia pasti usut.
Pengejaran Koruptor Kelas Kakap
Sang superhero asal Sulawesi Selatan itu tak mau pilih-pilih. Sesaat setelah dilantik, beliau berkata kepada wartawan, "Saya tidak boleh memilih-milih. Kasus yang belum selesai, diselesaikan. Bagi saya, itu semua prioritas". Hal ini bukan hanya sekedar lip service semata, beberapa hari setelah dilantik, Barlop menunjuk Jaksa Agung Muda bidang Intelijen, Chalid Karim Leo, untuk melacak tersangka mark-up Hutan Tanaman Industri, Prajogo Pangestu. Prajogo, yang sudah beberapa kali diperiksa dalam kasus mark-up hutan tanaman industri melalui PT. Musi Hutan Persada di Sumatra Selatan yang merugikan negara sekitar Rp 331 miliar dan penyalahgunaan dana reboisasi senilai Rp 1 triliun lebih, ketika itu mengaku tengah berobat di Singapura. Ragu dengan pernyataan Prajogo, Barlop langsung mengaktifkan kembali status tersangka Prajogo yang sudah lama dicetuskan karena jejaknya yang misterius.
Sambil menulusuri kasus Prajogo, Beliau juga mengejar bos Bank Dagang Nasional Indonesia, Sjamsul Nursalim, tersangka kasus penyalahgunaan dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia yang mengambil uang negara hingga Rp 7,28 triliun. Sjamsul yang ketika itu mengaku sedang berobat ke Jepang, membuat ia penasaran. "Mengapa harus di Jepang kalau di Indonesia bisa diobati," cecarnya penasaran. Karena itu, Barlop mengingatkan anak buahnya agar tersangka kasus kakap ini jangan sampai lolos.
Kasus besar lain yang juga dibuka Barlop adalah penggelapan dana non-neraca Badan Urusan Logistik (Bulog) yang melibatkan nama politikus Golongan Karya, Akbar Tandjung. Dana senilai hampir Rp 90 miliar itu diduga bocor dan masuk ke kas partai berlambang beringin ketika Bulog dikepalai Rahardi Ramelan. Barlop menemukan penarikan intensif pada bulan-bulan kampanye jelang pemilihan umum yaitu antara Maret-Juni 1999 ketika ia membedah kasus yang menyeret eks partai penguasa ini. Barlop sampai mengirim surat kepada Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) untuk memeriksa Arifin Panigoro, Nurdin Halid, dan Akbar Tanjung. Tak lama setelah itu, Gus Dur langsung memberikan lampu hijau untuk Barlop.
Perjalanan Beliau memberantas koruptor tak selalu mulus, seringkali Barlop dihadapkan pada pertentangan dalam lingkup kejaksaan. Seperti ketika ia hendak mencabut Surat Perintah Penghentian Perkara (SP-3) kasus utang macet Rp 9,8 triliun Marimutu Sinivasan kepada BRI dan BNI 46 yang semua utangnya diserahkan ke BPPN. Sebagian anak buahnya menilai kasus yang melibatkan dua engineering milik Sinivasan, Polysindo Eka Perkasa dan Texmaco Perkasa itu tak cukup bukti.Â
Sangat disayangkan, meski telah membentuk tim jaksa untuk mengusut sejumlah kasus-kasus berat itu, Baharuddin Lopa terpaksa meninggalkan semua berkas perkara yang hendak ia buka ketika Sang Khalik memanggilnya.
Sosoknya tidak hanya terkenang sebagai penegak hukum yang lurus dan bersahaja, tetapi juga keberaniannya berjuang sendiri. Prinsip yang dianut Barlop ini terkandung dalam kata-katanya yang seringkali diucapkan, "Banyak yang salah jalan tapi merasa tenang karena banyak teman yang sama-sama salah. Beranilah menjadi benar meskipun sendirian!"
Selalu Berintegritas
Baharudin Lopa yang akrab dipanggil Barlop ini memiliki integritas yang tinggi dan konsisten, bagaimana tidak? Dalam masa jabatannya sebagai Bupati Majene ia tak segan berkonfrontasi dengan Komandan Batalyon 710 yang melakukan penyelundupan. Dalam kehidupan sehari-harinya, ia selalu menerapkan gaya hidup disiplin. Ia sangat berhati-hati dan cermat, hingga ke hal sepele seperti persoalan bensin di mobil dinasnya. Ia tidak senang jika ada seseorang yang mengisi bensin mobilnya. "Saya punya uang jalan untuk beli bensin, dan itu harus saya pakai", saut Lopa. Ia juga tak pernah dan melarang istri serta ketujuh anaknya menggunakan mobil dinas untuk keperluan sehari-hari. Bukannya pelit, namun ia melakukan hal ini karena menurutnya mobil dinas tidak seharusnya dipakai untuk kegiatan pribadi. Ia berkata "ini hari Minggu. Ini juga bukan acara dinas. Jadi, saya tak boleh datang dengan mobil kantor" sewaktu menjadi saksi pernikahan kerabatnya. Tak sampai disitu, ia bahkan mengunci telepon dinasnya dan sampai memasang telepon koin di rumah dinasnya agar pemakaiannya terpantau.
Sikap tegasnya ini juga terbawa dalam menjalankan tugas. Ia juga tak berbelas kasih kepada teman akrabnya yang bermasalah. Tak masalah berapa kali temannya memohon agar kasusnya tidak diproses, Barlop akan selalu mengusut tuntas kasus tersebut. Menarik bukan? Sifat-sifatnya yang selalu beliau terapkan seharusnya juga diterapkan kepada semua pejabat negeri ini, dengan harapan Indonesia akan terbebas dari korupsi dan tinggi integritas.