Mohon tunggu...
Tentang Kita dan Anak
Tentang Kita dan Anak Mohon Tunggu... Guru - Praktisi Pendidikan Karakter Anak

Talk about #parenting #charactereducation #fitrahbasededucation #techeducation #techenthusiast Pemuda Berdampak 2022 | Peringkat II KTI tentang Pendidikan Karakter Anak | Fasilitator Dampak Sosial Indonesia 2022 | Pegiat Pendidikan Karakter Anak | Awardee Beasiswa Zillenial Teacher 2022 | Awardee Beasiswa IMN 2023 | Awardee Beasiswa kitabisa.com 2023 | Awardee Beasiswa Wardah Inspiring Teacher 2023 | Sustainability Enthusiast | Tech Ethusiast | President of @sekolahinspirasi.id | ICT Teacher of @sekolahglobalmandirijakarta | Character Education Activist of @sekolahguruindonesia

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Bagaimana Mendidik Anak yang Siap "Dididik"

8 Januari 2024   22:47 Diperbarui: 22 Januari 2024   00:11 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apakah ia akan menyudutkan dan menggurui kliennya? Tentu tidak, tapi juga tidak membela dan buru-buru menenangkan/menyenangkan kliennya.

Ya. Respon yang netral juga lebih dibutuhkan anak daripada kita selalu berusaha menyenangkan hatinya, membelanya, atau malah mendukungnya ketika anak berbuat yang kurang baik.

Ketika orangtua menanggapi dengan netral, anak pun belajar untuk berpikir dari sudut pandang lain. Dari yang tadinya masih berpusat hanya pada dirinya masih sering mengeneralisir "Temanku ngga baik", "Sekolahnya ngga seru", "Bu Guru galak", dna lainnya. Pelan-pelan berkembang untuk memperluas perspektifnya. "Oh, aku kurang nyaman kal0 main bola sama Si A tapi kalo ngobrol, dia seru lho"

"Pelajaran X memang belum aku kuasai, tapi masih banyak hal lain yang menyenangkan di sekolah. Dan aku bisa berlatih untuk menguasai Pelajaran X", "Ternyata tadi Bu Guru hanya menegur karna aku melakukan kesalahan. Aku akan berusaha untuk tidak mengulanginya"

Respon "buntu" seperti "Sabar ya", "Udah, jangan dipikirin", "Gpp kok" tidak akan otomatis mengubah pemikiran dan perasaannya. Dan memang orangtua sekalipun tidak dapat mengatur apa yang dipikirkan dan dirasakan anak. Tapi, kita dapat membantu menggalinya dari hasil pemikirannya sendiri.

Menggali sudut pandang anak dapat membantu mereka mengenali perasaan dan pemikirannya sekaligus meningkatkan kemampuan observasi mereka. Tentu dilakukan setelah emosinya reda.

"Kesal ya tadi main sm A?" "Dia melakukan apa?" "Kira-kira kenapa dia melakukan itu?" "Selain main bola, kalian biasanya melakukan apa?" "Hal apa yang kamu sukai dari A?" "Oh, ternyata dia menyenangkan ya kslo ngobrol" "Gpp, kita boleh kok memilih kegiatan yang nyaman dilakukan bersama teman"

Seseorang yang terbiasa mengobservasi dan merefleksikan, insyaAllah juga memiliki pengendalian emosi yang lebih baik dan mempunyai referensi yang lebih banyak untuk membantunya memahami suatu permasalahan.

Yuk, berlatih merespon dengan netral.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun