Mohon tunggu...
Tentang Kita dan Anak
Tentang Kita dan Anak Mohon Tunggu... Guru - Praktisi Pendidikan Karakter Anak

Talk about #parenting #charactereducation #fitrahbasededucation #techeducation #techenthusiast Pemuda Berdampak 2022 | Peringkat II KTI tentang Pendidikan Karakter Anak | Fasilitator Dampak Sosial Indonesia 2022 | Pegiat Pendidikan Karakter Anak | Awardee Beasiswa Zillenial Teacher 2022 | Awardee Beasiswa IMN 2023 | Awardee Beasiswa kitabisa.com 2023 | Awardee Beasiswa Wardah Inspiring Teacher 2023 | Sustainability Enthusiast | Tech Ethusiast | President of @sekolahinspirasi.id | ICT Teacher of @sekolahglobalmandirijakarta | Character Education Activist of @sekolahguruindonesia

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Inilah Hal Kecil yang Bisa Mengosongkan "Kantung Jiwa" Anak!

23 Desember 2023   20:43 Diperbarui: 23 Desember 2023   23:28 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jika anak-anak terkadang merasakan penolakan saat temannya tidak ingin bermain dengannya, apa yang mereka rasakan? Bayangkan perasaan mereka ketika orangtuanya sering menolak ajakan bermain. Merasa ditolak = merasa tidak diterima, lebay? Ya, begitulah mereka perasaannya masih sangat dominan dibanding akalnya, jangan khawatir akal ini akan berkembang sejalan dengan usianya asalkan kantung jiwanya terisi.

Perkembangan otak itu bertahap dari bagian dalam ke bagian paling luar, dari bagian bawah ke bagian atas. Kalau mau disederhanakan, bagian dalam itu pusat perasaan, bagian luar itu pusat berpikir. Pusat perasaan biasa dikenal juga dengan sistem limbik. Fungsi sistem limbik ini antara lain pemrosesan dan pengaturan emosi, penyimpanan memori, terlibat dalam respons tubuh terhadap stress, dan lain sebagainya.

Apa yg terjadi jika pusat perasaannya bermasalah? Otak berpikirnya pun tidak maksimal berkembang karna sering "tersumbat" oleh emosi-emosi yang tidak diterima & dialirkan. Bisakah seseorang berpikir jernih ketika perasaannya mendominasi? Tidak bisa!

Apapun perasaannya. Takut, sedih, cemas, marah, bahkan ketika senang terlalu dominan juga seseorang bisa melakukan atau mengatakan hal-hal tanpa berpikir jernih. Misal: saking senangnya dengan orang tertentu, jadi mau melakukan apa saja, atau janji-janji manis ketika seseorang jatuh cinta, perasaan yang dominan itu bisa "menyumbat" otak berpikir. Bahkan hingga dewasa.

Lalu bagaimana agar perasaannya tidak terus menerus menyumbat akalnya? Penuhi kantung jiwa mereka. Apa yang bisa mengisi kantung jiwa mereka?

  • Bermain
  • Perhatian & kasih sayang
  • Sentuhan & pelukan
  • Apresiasi & dorongan semangat
  • Merasa didengarkan, diterima perasaannya
  • Rasa aman

Apa yang bisa "mengosongkan" kantung jiwa mereka?

  • Stres & tekanan
  • Kesepian
  • Menghadapi penolakan
  • Kekerasan & hukuman
  • Kegagalan
  • Terlalu sering dipaksa melakukan hal-hal yang tidak disukainya dan terlalu banyak dilarang melakukan apa yang disukainya

Apa yang terjadi jika kantung jiwa itu kosong berlarut-larut?

  • Sering bermasalah emosinya atau menunjukkan perilaku-perilaku yang kurang baik untuk sekedar mendapatkan perhatian yang jarang diterimanya
  • Meminta dan berharap orang lain mengisi kantung jiwanya, atau sebaliknya, dengan keras menolak diri (terlalu percaya pada orang lain atau membangun "tembok tinggi" dari siapapun)
  • Berpikir bahwa ia harus bersaing/berjuang dulu untuk mendapatkan penerimaan
  • Konsep diri negatif, sering berpikiran negatif, sering tersinggung dengan hal-hal kecil
  • Sulit untuk patuh dan mendengarkan nasihat, bahkan sering melakukan hal yang sebaliknya (sengaja melakukan kesalahan)

Yuk, isi terus kantung jiwa anak-anak kita setiap harinya agar penuh jiwanya tanpa mengharapkan orang lain mengisinya dan Insya Allah jiwa-jiwa yang penuh juga bisa mengisi kantung jiwa yang lain di sekitarnya, bukan "mencuri" kantung jiwa yang lain karna kosongnya jiwa mereka.

Disclaimer : goal dari "teori parenting" bukanlah kesempurnaan 100% mengikutinya karena memang tidak ada manusia yang sempurna, tapi dengan konsisten mempelajari teori parenting InsyaAllah semakin terbentuk "pola" baru yang membantu kita untuk mempraktekan teori tersebut. Kenali titik start kita dan sadari proses dan progressnya sekecil apapun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun