Masih ada anggapan bahwa pemerintah itu serba bisa sehingga berkewajiban “membina” PT supaya semakin maju. Pada kenyataannya, intervensi atau kendali, dengan dalih pembinaan hanya akan menjadikan PT kehilangan inovasi, tidak kreatif. Kurang berkembang sebagai institusi yang dapat membangun insan cita, insan akademik, pencipta, dan pengabdi. PT akan selalu bertanya ke lembaga pusat (pemerintah) sebelum bertindak kreatif. Padahal bagaimanapun “pintarnya” orang-orang di pemerintahan (pusat dan lembaga perpanjangan tangannya seperti Kopertis), sulit memahami kondisi sebenarnya sebuah PT. Akhirnya, kalaupun pemerintah memberikan solusi, bisa jadi “misleading”, jauh dari harapan. Akumulasi keadaan ini akan menyebabkan PT menjadi “mediocre” alias sulit mencapai puncak.
Bila kita tengok sejarah PT di Indonesia sampai dengan dekade 80, kita patut bangga karena saat itu banyak PT Indonesia sebagai tempat belajar generasi muda Malaysia saat itu. Para alumni negeri jiran, kini banyak yang menduduki posisi kunci di PT Malaysia, pemerintahan, profesional, dan entrepreneur. Keberhasilan kampus-kampus negeri jiran 10 tahun terakhir ini tidak bisa dilepaskan dari peran generasi muda yang pada tahun 70-80 kuliah di Indonesia. Saat itu, umumnya PT Indonesia menikmati otonomi lebih baik daripada sekarang. Cengkraman pemerintah pusat tidak terlalu kuat.
Mengapa saat ini terjadi penurunan otonomi yang ujungnya menurunkan peran PT Indonesia di kancah keilmuan internasional? Bisa jadi hal ini disebabkan akibat menguatnya peran pemerintah pusat. Dulu, pemerintah belum terlalu mampu, karena memang aparatnya belum banyak. Sehingga pemerintah lebih menyerahkan urusan PT kepada para dosen universitas tersebut. Hal ini menjadi berkah dalam keterbatasan sehingga manajemen pendidikan dan penanganan masalah relatif lebih tepat.
Dewasa ini Kementerian yang berkaitan dengan pendidikan tinggi sudah semakin kuat. Selain diisi oleh para birokrat karier, juga para pejabat yang berasal dari PT. Maka jumlah aparat semakin banyak yang menyebabkan perlu penyaluran energi. Salah satu tampungan energinya adalah mengatur manajemen universitas melalui berbagai cara yang umumnya sangat administratif. Efek yang terjadi, secara hukum alam, otonomi universitas akan berkurang. Padahal, sejatinya PT memerlukan kebebasan untuk berkreasi dalam membangun generasi muda inovatif dan kreatif, sesuatu yang diperlukan bagi entrepreneur masa depan. Membangun insan cita yang akademis, pencipta (inovatif), dan pengabdi itu jelas-jelas memerlukan keleluasaan atau otonomi PT.
Memang persoalan semakin kompleks, tetapi tidak berarti harus mengurangi otonomi universitas. Atau mengangkat orang asing menjadi Rektor. Bukan itu. Tetapi, berikan otonomi penuh kepada PT, tidak hanya bagi PTN BH, tetapi seluruh PT, termasuk PT kecil dimanapun berada. Biarkan para cendekia internal kampus berpikir, bekerja, dan berupaya dengan kemampuannya untuk menangani PT. Mereka tentu akan bertanggung jawab terhadap berjalannya tridharma PT. Dengan adanya intervensi pemerintah pusat, mereka akan berlindung di ketiak atasan. Ini sangat merugikan civitas akademika, terutama mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa.
Bila pemerintah ingin tahu kinerja universitas, cukup dilihat dari indikator outcome tridharma PT. Bagaimana peranannya dalam membangun masyarakat dimana kampus itu berada? Lihat keteraturan masyarakat di sekitar kampus dan pembangunan daerahnya. Artinya, indikator keberhasilan lebih ditekankan pada kepedulian kampus terhadap masyarakat, selain indikator berbasis produktifitas paper, prototipe, model-model, dan hak paten.
Kampus jangan diperlakukan sebagai lembaga terpisah yang cenderung berbeda dengan masyarakat. Civitas jangan terlalu disibukkan oleh tugas-tugas administrasi borang yang sering diminta oleh pemerintah. Mereka harus fokus di kegiatan tridharma. Bila warga kampus cukup punya waktu untuk melihat masyarakatnya, diharapkan masyarakat sekitar kampus akan merasakan kehadirannya. Selain itu, civitas akademika akan kaya dengan ide riset untuk solusi masalah masyarakat. Warga kampus terbiasa dengan menerapkan sains-teknologi untuk kepentingan masyarakat. Inilah hakekat insan cita yang akademis, pencipta, dan pengabdi. Syaratnya adalah ada keleluasaan dalam pengelolaan PT alias otonomi universitas. Semoga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H