HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah virus yang menyerang sel darah putih manusia sehingga seseorang yang terinfeksi virus HIV sistem kekebalan tubuhnya akan menurun dan akan lebih rentan untuk terinfeksi berbagai macam jenis penyakit lain. Sedangkan AIDA atau Acquired Immune Deficiency Syndrome adalah sekumpulan gejala yang muncul dikarenakan menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan karena infeksi virus HIV. Pada HIV stadium lanjut atau disebut juga dengan AIDS, maka potensi masuknya infeksi yang lainnya yang dikenal dengan infeksi oportunistik akan meningkat (Kemenkes, 2021).
Pada tahun 2021, provinsi Jawa Barat menduduki posisi kedua tertinggi jumlah kasus HIV/AIDS. Pada tahun 2021, Kabupaten Ciamis merupakan salah satu Kabupaten yang masuk ke dalam 5 besar Kota/Kabupaten dengan jumlah kasus HIV/AIDS tertinggi Se-Priangan Timur. Kemudian berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis, jumlah kasus HIV/AIDS secara kumulatif dari tahun 2013-2022 terdapat sebanyak 563 kasus. Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, jumlah kasus HIV/AIDS di kabupaten Ciamis cenderung meningkat walaupun terjadi penurunan kasus pada tahun 2020 dan 2021, namun terjadi peningkatan kasus yang sangat signifikan yaitu pada tahun 2022 sebanyak 106 kasus baru HIV/AIDS. Kasus HIV/AIDS di Kabupaten Ciamis secara kumulatif dari tahun 2013-2022 mayoritas menyerang usia produktif, bahkan usia remaja berkisar antara 15-19 tahun menduduki posisi ketiga tertinggi jumlah kaus HIV/AIDS yaitu sebanyak 4,3% dari jumlah kasus HIV/AIDS dan jumlah penduduk berdasarkan usia sekolah di Kabupaten Ciamis sebanyak 33,2% adalah remaja berusia 13-18 tahun (Kemendikbud, 2021).
Menurut WHO, remaja adalah mereka yang masuk rentang usia 10-19 tahum. Remaja merupakan salah satu kelompok yang sangat rentan untuk terinfeksi HIV, oleh karena itu remaja harus menjadi fokus dari strategi pencegahan HIV/AIDS. Kecamatan Ciamis merupakan kecamatan dengan jumlah kasus HIV/AIDS tertinggi di Kabupaten Ciamis. Terdapat dua sekolah tingkat SMP di wilayah tersebut yaitu SMP Negeri 1 Ciamis dan SMP Negeri 4 Ciamis. Kemudian setelah dilakukan survey awal ke dua sekolah tersebut, tingkat pengetahuan yang paling rendah mengenai HIV/AIDS terdapat di SMP Negeri 4 Ciamis. Oleh karena itu, peneliti mengambil lokasi penelitian di SMP Negeri 4 Ciamis. Berdasarkan hasil survey awal yang dilakukan terhadap 18 siswa kelas VIII SMP Negeri 4 Ciamis, pengetahuan mereka mengenai HIV/AIDS masih tergolong rendah, terutama mengenai penularan, cara penularan dari virus HIV dan juga cara pencegahan penularan virus HIV.
Kemudian berdasarkan hasil wawancara dengan siswa/siswi kelas VIII, menyatakan bahwa di SMP tersebut belum pernah dilakukan penyluhan mengani HIV/AIDS serta tidak ada organisasi Pelayanan Informasi dan Konseling Remaja (PIK-R) sebagai wadah atau tempat agar remaja dapat memeroleh informasi mengenai kesehatan reproduksi salah satunya mengenai HIV/AIDS. Menanggapi hal itu, Bupati Ciamis Herdiat Sunarya menyampaikan bahwa penanggulangan HIV/AIDS menjadi tugas semua pihak tidak cukup hanya oleh pemerintah daerah. Bupati melanjutkan langkah pertama yang dilakukan adalah meniadakan atau mencegah munculnya kasus baru. Salah satu caranya yaitu dengan
melibatkan semua masyarakat untuk sosialisasi dan diberikan pemahaman tentang bahaya nya penyakit HIV/AIDS. Selanjutnya langkah yang kedua adalah mencegah jatuhnya korban atau kematian akibat penyakit tersebut. Kemudian langkah yang terakhir adalah menghilangkan stigma diksriminasi di masyarakat terhadap para penderita HIV/AIDS. Penting untuk dilakukan pendidikan kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan remaja mengenai HIV/AIDS dengan pendidikan seksual. Pendidikan seksual adalah pendekatan yang terstruktur untuk memberikan informasi yang akurat mengenai berbagai aspek seksualitas. Pentingnya pendidikan seksual untuk mencegah infeksi menular seksual dan kehamilan yang tidak diinginkan, dengan memahami cara kerja alat perlindungan dan pentingnya penggunaan secara konsisten, individu lebih mungkin untuk mengurangi risiko penularan HIV/AIDS dan kehamilan yang tidak diinginkan. Meningkatkan kesehatan reproduksi, Pengetahuan tentang siklus menstruasi, kontrasepsi, dan penyakit reproduksi penting untuk kesehatan reproduksi. Memenuhi kebutuhan informasi yang akurat, tanpa pendidikan seksual formal, banyak individu mengandalkan informasi yang tidak akurat contohnya dari teman sebaya, media sosial, dan sumber lainnya yang mungkin tidak dapat dipercaya. Tidak semua program pendidikan seksual memiliki kualitas yang sama. Kualitas dan cakupan pendidikan seksual sangat bervariasi, dan kesenjangan ini dapat memengaruhi efektivitas program.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H