Arga dan Simfoni Bahasa
Karya : Salmafita
   Arga adalah seorang siswa yang sedang duduk dibangku sekolah menengah atas di salah satu sekolah di kota Yogyakarta. Dia tinggal di sebuah kota kecil di Yogyakarta . Sejak kecil, dia punya rasa ingin tahu tinggi terhadap lingkungan dunia luar dan  mengeksplorasi hal-hal baru. Dia ingin menjelajahi dunia tentang Bahasa dan Sastra Indonesia. Namun, ada satu hal yang membuatnya merasa tertinggal dan tidak percaya diri  dengan teman-temannya karena kemampuan dalam pelajaran bahasa Indonesia yang kurang baik. Di sekolah, Arga sering merasa kesulitan saat mengikuti pelajaran bahasa Indonesia. Guru Bahasa Indonesia disekolah dia, Bu Tyas sering memberikan tugas kepada siswa untuk membaca buku-buku sastra dan membuat esai. Arga selalu mendapat nilai rendah karena kesulitan memahami makna dalam teks yang dibacanya. Teman-temannya bisa dengan mudah menulis esai yang indah, sementara Arga hanya bisa menulis dengan kalimat-kalimat sederhana. Bu Tyas selalu mendampingi siswanya yang mengalami kesulitan dalam belajar bahasa dan sastra Indonesia hingga pada suatu hari, Bu Tyas mengumumkan bahwa sekolahan  akan mengadakan lomba pidato bahasa Indonesia untuk memperingati Hari Ulang Tahun Republik Indonesia ke -79 . Lomba pidato bertema "Peran Bahasa Indonesia dalam Membangun Identitas Bangsa." Setelah mendengar pengumuman itu tiba- tiba Arga merasa gugup. Dia tahu bahwa ini adalah kesempatan untuk memperbaiki dan mengembangkan kemampuan bahasa Indonesianya, tapi dia takut gagal. Saat pulang sekolah, Arga berbicara dan berdiskusi dengan ayahnya tentang lomba pidato tersebut. Ayahnya, yang seorang guru bahasa Indonesia di sekolah lain, memberikan dukungan penuh. "Arga , bahasa Indonesia itu bukan hanya tentang tata bahasa dan kosakata. Bahasa adalah jembatan untuk memahami budaya dan sejarah kita. Jika kamu ingin menguasainya, kamu harus mencintainya terlebih dahulu," kata ayahnya.
   Setelah mendengarkan nasihat dan dukungan dari Ayahnya Arga termotivasi untuk mulai belajar tentang bahasa dan Sastra Indonesia. Dia mulai membaca banyak buku, dari novel, buku  sastra hingga buku sejarah. Ayahnya juga membantu dengan memberikan penjelasan tentang kata-kata sulit. Arga juga sering berlatih pidato di depan cermin, mencoba memperbaiki intonasi dan ekspresi wajahnya.
   Setelah beberapa minggu, Arga terus berlatih  tanpa henti. Dia merasa semakin percaya diri setiap hari. Ketika hari lomba tiba, Arga berdiri di depan teman-teman dan gurunya dengan penuh percaya diri. Dia mulai pidatonya dengan kutipan dari Pramoedya Ananta Toer, seorang sastrawan besar Indonesia.
  "Bahasa adalah alat yang paling ampuh untuk mempengaruhi pikiran manusia," kata Arga mengawali pidatonya. Dia melanjutkan dengan menjelaskan bagaimana bahasa Indonesia telah menyatukan berbagai suku dan budaya di Indonesia. Dia berbicara tentang sejarah bahasa Indonesia dan bagaimana bahasa ini menjadi simbol identitas bangsa.
  Arga juga menambahkan cerita pribadi tentang bagaimana dia belajar mencintai bahasa Indonesia. Dia berbicara dengan penuh emosi tentang perjuangannya dan bagaimana bahasa Indonesia telah membantunya memahami budaya dan sejarah bangsanya. Ketika Arga selesai berpidato , seluruh ruangan hening sejenak. Kemudian, tepuk tangan riuh menggema . Bu Tyas tersenyum bangga. "Raka, pidatomu sangat menginspirasi. Kamu telah menunjukkan bahwa dengan kerja keras dan tekad, kita bisa mengatasi segala rintangan," kata Bu Tyas.
   Arga merasa sangat bahagia. Dia tidak hanya berhasil memenangkan lomba pidato, tetapi juga menemukan kecintaannya pada bahasa Indonesia. Dia sadar bahwa bahasa Indonesia adalah jendela untuk memahami dunia dan dirinya sendiri. Setelah lomba, Arga terus belajar mengembangkan kemampuannya dalam bahasa Indonesia. Dia mulai menulis cerita pendek dan puisi, serta aktif dalam kegiatan sastra di sekolahnya. Dia juga sering berdiskusi dengan ayahnya tentang buku-buku yang mereka baca.
   Arga kemudian menyadari bahwa bahasa Indonesia bukanlah pelajaran yang sulit, tetapi sebuah seni yang indah. Dia belajar bahwa setiap kata memiliki makna yang mendalam dan setiap kalimat bisa menjadi jembatan untuk menghubungkan hati dan pikiran. Beberapa tahun kemudian, Arga diterima di sebuah universitas terkemuka di Jakarta dengan jurusan Sastra Indonesia. Dia bermimpi untuk menjadi seorang penulis yang bisa menginspirasi banyak orang melalui karyanya dan tulisannya . Arga bertekad untuk terus belajar dan mengembangkan dirinya. Dia percaya bahwa bahasa Indonesia adalah bagian dari identitasnya dan dia ingin berbagi kecintaannya pada bahasa ini dengan dunia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H