Mohon tunggu...
Salma Dwi sabrina
Salma Dwi sabrina Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Thinking and Writing

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Melawan Stunting: Dampak, Penyebab, dan Strategi Pencegahan untuk Masa Depan Anak yang Lebih Sehat

1 Oktober 2024   20:51 Diperbarui: 1 Oktober 2024   23:09 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia menghadapi masalah gizi serius, terutama pada anak balita dan usia sekolah, yang dapat menurunkan kualitas Pendidikan. Salah satu masalah utama adalah stunting, bentuk malnutrisi kronis yang berhubungan dengan kekurangan gizi jangka panjang. Stunting diukur berdasarkan tinggi badan, usia, dan jenis kelamin, dan sering tidak terdeteksi karena rendahnya kesadaran pengukuran. Stunting menyebabkan anak menjadi lebih pendek dan tertinggal dalam perkembangan kognitif. Secara nasional, angka stunting menurun dari 27,7% pada 2019 menjadi 24,4% pada 2021. Penyebab stunting meliputi gizi buruk ibu selama kehamilan, kurangnya asupan makanan pada anak, serta kondisi ekonomi rendah. Upaya pencegahan paling efektif dilakukan selama 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Stunting disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk gizi buruk ibu selama kehamilan, kurangnya asupan makanan pada anak, infeksi yang berulang, kemiskinan, serta kebiasaan buruk masyarakat, seperti tidak memberikan ASI eksklusif. Faktor ekonomi juga memainkan peran penting, di mana pola makan tidak seimbang menyebabkan asupan gizi anak tidak terpenuhi. Anak yang stunting biasanya tampak lebih pendiam dan tertekan dalam situasi penuh tekanan. Selain itu, mereka memiliki pertumbuhan yang lebih lambat, terlambat pubertas, dan perkembangan kognitif yang tertunda. Sistem kekebalan tubuh mereka lemah, membuat mereka lebih rentan terhadap penyakit. Dalam jangka pendek, stunting dapat menyebabkan gangguan perkembangan otak, keterlambatan kognitif, dan masalah metabolisme. Sementara itu, dalam jangka panjang, anak stunting berisiko lebih tinggi mengalami obesitas, penyakit degeneratif seperti diabetes, penyakit jantung, serta osteoporosis. Upaya pencegahan stunting dapat dilakukan dengan memberikan ASI eksklusif, pemantauan berat badan yang rutin, serta meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan keluarga. Edukasi mengenai pentingnya asupan zat besi dan makanan bergizi juga perlu ditingkatkan melalui kegiatan posyandu. Dengan intervensi tepat selama 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), risiko stunting dapat diminimalisir, mendukung terciptanya generasi Indonesia yang lebih sehat dan produktif.


Referensi:

Boucot, A., & Poinar Jr., G. (2010). Stunting. Fossil Behavior Compendium, 5, 243--243. https://doi.org/10.1201/9781439810590-c34

Hilmi, R. Z., Hurriyati, R., & Lisnawati. (2018). Titl. 3(2), 91--102.

Sianturi, S. R., Alfriyani, M., & Cintya, S. (2023). Edukasi Kader Kesehatan dan Ibu Balita Mengenai Stunting dan Makanan Sehat di Kecamatan Johar Baru. Prosiding SENAPAS, 1(1), 261--264.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun