Dalam agama Hindu kasta merupakan tatanan sosial yang membagi masyarakat ke dalam kelas-kelas sosial berdasarkan  pekerjaan dan peran dalam lingkungan masyarakat. Kasta biasanya diwariskan sejak lahir berdasarkan keturunan, hal ini menyebabkan jarang adanya perpindahan kasta. Sistem kasta dapat mempengaruhi berbagai macam aspek kehidupan, seperti ekonomi, pernikahan, pekerjaan, dan interaksi sosial. Pada awalnya, sistem kasta berasal dari India yang menjadi pusat agam Hindu, yang kemudian datang di Nusantara sekitar abad pertama masehi dan menyebar pada masa kerajaan-kerajaan Hindu di Nusantara seperti, Kutai, Tarumanegara, dan Majapahit.
Sebagai salah satu kerajaan Hindu terbesar di Nusantara, Majapahit tidak mungkin lepas dari sistem kasta. Sistem kasta pada kerajaan Majapahit membagi masyarakat menjadi emtujuh golongan yaitu, Brahmana (pendeta dan cendikiawan), Ksatria (penguasa dan prajurit), Waisya (petani, tukang bangunan, seniman, pedagang, peternak, pengrajin, penambang, dan nelayan), Sudra (pelayan, budak, pengemis, dan pemulung), Candala (hasil perkawinan silang antara laki-laki dari kasta sudra dengan perempuan dari kasta brahmana, ksatria, atau waisya, pembunuh dan algojo juga termasuk dalam kasta ini), Mleccha (orang-orang yang datang dari luar Majapahit dengan tujuan berdagang), dan Tuccha (perampok, penipu, penjudi, pelacur, mucikari, begal, dan orang-orang yang melakukan korupsi).
Setelah runtuhnya kerajaan Majapahit dan masuknya agama Islam di Nusantara, sistem kasta tidak lagi digunakan. Namun sistem kasta tersebut tidak sepenuhnya dihilangkan, tetapi diadaptasi menjasi struktur sosial masyarakat Jawa. Adaptasi tersebut dapat dilihat dari masih adanya pembagian kaum  ningrat (bangsawan) pada daerah keraton Yogyakarta, seperti halnya pada masa Majapahit kaum bangsawan diwariskan secara turun temurun, dan memiliki hal-hal istimewa dibandingkan dengan masyarakat biasa. Prinsip hierarki sosil pada konsep kasta juga diadaptasi menjadi budaya jawa seperti bahasa jawa yang memiliki tingkatan (krama, madya, ngoko) yang digunakan untuk menunjukkan penghormatan kepada orang yang lebih tua atau yang statusnya lebih tinggi dan hubungan antarindividu yang diatut berdasarkan usia, status dan hubungan kekerabatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H