Pelangi tak selamanya indah, tak selamanya dia berupa warna cerah, pun tak selamanya berakhir dengan kisah layaknya Cinderella. Pelangi ini jadi wabah, layaknya bakteri merugikan yang merusak semua yang ada didekatnya. Pelangi ini dimana-mana, rupanya mungkin wah. Tapi kebalikannya. Layaknya orang normal, tapi cintanya abnormal. Fisiknya rupawan, dengan otot selayaknya dipanggil Gatotkaca, dengan rambut klimis, dan juga kerjaan yang lumayanlah. Tapi, sayangnya dia seorang penyuka sesama. Sungguh tragis.
Wabah ini menjamur selayaknya bakteri yang membusukkan apel terbuka. Dicontoh oleh sebagian mereka, yang katanya ini merupakan sebuah transformasi bentuk cinta. Alasanpun tak berakhir diucapkan oleh bibir manis mereka. Sekali lagi, jangan percaya. Ini keadaan abnomal. Binatang saja tak punya akal tapi masih betul pelampiasan nafsunya.
Mereka lupa, tentang apa itu cinta. Sangat bersemangatnya bertemu dengan kekasihnya yang notabene sama jenis kelaminnya. Mereka lupa, tentang Firman Tuhannya tentang diciptakan berpasang-pasangan, meraka lupa kisah tentang seorang utusan dan kaum penyuka jenis sesama. Doktrin-doktrin mereka tak lelah berada pada seorang kamu dalam berbagai usaha mereka. Janganlah percaya, racun itu terbalut dalam kata-kata manisnya. Bentengi diri dengan hal yang baik, tapi jangan merubah hal tak baik seolah itu baik dengan membalut si nafsu dengan kata manis penggegar hati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H