Mohon tunggu...
SALMA ANINDRIAPUTRI
SALMA ANINDRIAPUTRI Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa aktif Bahasa dan Sastra Arab

mahasiswa aktif dalam prodi Bahasa dan Sastra Arab ahli dalam bidang menulis, bercerita, mengarang, memiliki kemampuan public speaking serta memiliki bakat pidato, mc, orasi, dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengenal Tokoh Penting NU

31 Oktober 2023   07:46 Diperbarui: 31 Oktober 2023   07:55 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

TONGGAK NAFAS NAHDHATUL ULAMA
Oleh : Salma Anindria Putri


Barang siapa tak mengenal sosok pendiri pondok pesantren tebu ireng, berarti ia belum sepenuhnya mengNUkan dirinya kepada NU. Tonggak nafas dari NU adalah beliau KH. Hasyim Asy'ari. KH. Hasyim Asy'ari merupakan tokoh penting dalam sejarah berdirinya organisasi Nahdhatul Ulama yang berdiri pada tanggal 31 Januari 1926 bertepatan dengan tanggal 16 Rajab 1344 Hijriah. KH. Hasyim Asy'ari lahir pada tanggal 14 Februari 1871 di Gedang, Jombang, Jawa Timur. Beliau adalah putra ketiga dari sebelas saudaranya yang bernama Nafi'ah, Ahmad Shaleh, Radjah, Hasan, Anis, Fathanah, Maimunah, Maksum, Nahrawi, dan Adnan. Orang tua beliau bernama Kiai Asy'ari dan Nyai Halimah. Dari jalur kenasaban ayahnya, nasab beliau bersambung sampai pada Maulana Ishak hingga Imam Ja'far Shodiq bin Muhammad Al-Bagir. Sedangkan dari jalur ibunya, nasab beliau bersambung kepada sosok pemimpin Kerajaan Majapahit, yaitu Raja Brawijaya VI yang memiliki putra Jaka Tingkir.


Sejak KH. Hasyim Asy'ari kecil, beliau memang tumbuh dan berkembang dalam keluarga berlatar belakang pesantren, akan tetapi semasa kecilnya, beliau jarang mendapat asuhan dari kedua orang tuanya. Terhitung lima tahun lamanya ia hidup di pomdok pesantren Gedangan di bawah asuhan kakek dan neneknya. Sebagai anak yang lahir dan tumbuh ternutrisi dengan ajaran-ajaran pesantren, maka ia dengan mudah meresapi dan mengambil nilai-nilai kultural yang berlaku di lingkungan pesantren. Proses pendidikan yang seperti itu ternyata memberikan implikasi besar terhadap KH. Hasyim Asy'ari sehingga tak membuat heran apabila ia memiliki sifat-sifat kepemimpinan sejak ia kecil.


Tumbuh sebagai pemuda yang haus ilmu menjadikan beliau ingin menguasai berbagai ilmu Allah dan menggerakkan beliau untuk mencari ilmu di pesantren. KH. Hasyim Asy'ari pernah menimba ilmu diberbagai penjuru pesantren, di antaranya yaitu : pondok pesantren keras selama sembilan tahun lamanya ( pondok kedua orang tuanya) kemudian pada usia 15 tahun, beliau melanjutkan menimba ilmu di pesantren Wonokoyo Jombang, pondok pesantren Probolinggo, pondok pesantren Palangitan Babad, pondok pesantren Trenggilis, dan tempat terakhir yang disinggahinya dalam menimba ilmu adalah pondok pesantren Siwalan Panji dibawah asuhan Kyai Yakub. Di pesantren yang diasuh Kyai Yakub inilah ia mendapatkan jodoh Nyai Nafisah putri dari Kyai Yakub sendiri.
Tidak selang lama dari pernikahannya dengan Nyai Nafisah, beliau bersama istrinya pergi ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji. Beliau pun juga sempat bermukim di Mekkah dan memiliki banyak murid disana yang tak hanya puluhan bahkan ratusan. Beliau juga dipercaya untuk mengajar di Masjidil Haram bersama tujuh ulama besar Indonesia, antara lain Syekh Nawawi al-Bantani, dan Syekh al-Minangkabawy. Namun, istri beliau Nyai Nafisah ternyata meninggal di Mekkah.


Singkat cerita, pada tahun 1899, KH. Hasyim Asy'ari mendirikan pondok pesantren tebu ireng. Mula pertama berdirinya bangunan pondok pesantren tebu ireng menjadi sesuatu yang kurang cocok dengan selera masyarakat pada masa itu. Akibatnya banyak gangguan serta rintangan yang harus beliau hadapi pada masa itu. Akan tetapi pada akhirnya, hebatnya gangguan dan rintangan itu dapat di hadapi oleh beliau dengan segala bentuk ikhtiar, kesabaran, keuletan, kegigihan, dan kesabaran.


KH. Hasyim Asy'ari ternyata juga memiliki wadzifah khusus yang tertib dan teratur dalam menjalani kehidupan sehari-harinya. Setiap harinya, beliau memulai pekerjaan pada pukul 06.00 sepulang beliau dari masjid, kemudian beliau melanjutkan mengajar para santri pada pukul 06.30-08.00, kemudian dimulai lagi pukul 08.30-11.00. begitu setiap harinya.


Selain pendiri dari pondok pesantren tebu ireng, beliau juga merupakan tokoh sentral, tonggak nafas berdirinya organisasi Nahdhatul Ulama', sangat banyak jasa-jasa beliau dalam mendirikan NU. Beberapa bentuk kontribusi beliau terhadap bangsa Indonesia yaitu menyatukan dua kubu yang saling berseteru untuk menentukan dasar negara. Pada masa penjajahan, beliau juga mendedikasikan jasa besar yang membuat Belanda dan Jepang segan. Pada masa Belanda pula, beliau pernah menfatwakan haram berangkat haji dengan mobil Belanda. Pada masa awal kemerdekaan Indonesia, beliau juga menyelamatkan negara Indonesia dengan mencetuskan resolusi jihad untuk melawan pasukan dari penjajah.


KH. Hasyim Asy'ari meninggal pada umur 72 tahun dan dimakamkan di tebu ireng, Jombang. Atas jasa-jasa beliau, pada tanggal 17 November 1964 beliau di tetapkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia. Allahu Yarham Amiin. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun