Anies Baswedan selaku Gubernur DKI Jakarta menyambut baik tawaran DKI Jakarta menjadi tuan rumah Formula E. Bahkan tidak tanggung-tanggung, Anies mengatakan DKI Jakarta akan menjadi tuan rumah sebanyak 5 kali berturut-turut. kepercayaan dirinya ini didukung dengan anggapan ia tentang investasi yang akan masuk nantinya, yang menurutnya DKI Jakarta akan untung berkali-kali lipat. Tetapi seiring berjalannya waktu, akhirnya Pemprov DKI Jakarta memutuskan hanya menjadi tuan rumah selama 3 kali berturut-turut.
Program unggulan Anies ini rencananya diselenggarakna pada Juni 2020. Namun seperti yang kita ketahui, dunia dilanda pandemi  Covid-19 yang mengharuskan acara besar ini ditunda. Dan direncakan kembali akan diselenggarakan pada Juni 2022. Anies sangat optimis acara internasional ini akan menggerakan ekonomi DKI Jakarta dan akan menjadi sebuah pelopor DKI Jakarta menjadi kota bebas emisi.
Saking menyambut baiknya, Anies Baswedan  sudah melakukan pembayaran commitment fee Formula E dengan lancar. Tercatat hingga saat ini, Anies sudah melakukan 3 kali termin pembayaran kepada pihak Formula E meskipun acaranya masih tertunda atau belum terlaksana. Pada 23 Desember 2019, DKI Jakarta membayar sebesar 179,3 Miliar. Pada tanggal 30 Desember 2019 Pemprov DKI Jakarta menyetor 180,6 Miliar. Terakhir, keluar uang 200,3 Miliar pada Februari 2021. Jadi, total yang sudah dihabiskan Pemprov DKI Jakarta terkait Formula E sampai saat ini dalah 560,3 Miliar. Bahkan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) mencatat bahwa DKI Jakarta telah mengeluarkan dan anyari 1 Triliun, atau dengan spesifikasi 983,31 Miliar dengan jangka waktu 2019-2020.
Tentunya hal ini mengundang kontroversi. Mengingat saat ini kita dilanda krisis karena pandemi Covid-19. Banyak dari masyarakat menilai bahwa, pengeluaran uang untuk Formula E yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta sangat  tidak etis. Apalagi uang sebesar itu dikeluarkan menggunakan anggaran APBD. Padahal masyarakat sedang krisis, butuh bantuan. Karena dampak dari pandemi ini bukan hanya pada kesehatan masyarakat, melainkan dampak ekonomi yang begitu besar. Sudah seharusnya Pemprov DKI Jakarta menentukan prioritas pengeluaran uang untuk masyakarakat yang lebih membutuhkan dan lebih genting.
Dalam hal ini, DPRP DKI Jakarta juga mempunyai sikap. Namun ada yang unik disini. Dengan problematic Formula E dan Pemprov DKI Jakarta ini, hanya 2 fraksi dari total 9 fraksi yang duduk di kursi DPRD DKI Jakarta yang mengajukan hak interpelasi terhadap Formula E ini. 2 fraksi tersebut adalah fraksi dari PSI dan PDIP. 7 fraksi lainnya menolak untuk pengajuan hak interpelasi. 7 fraksi ini antara lain yaitu fraksi dari Gerindra, PKS, PKB, PPP, PAN, Nasdem, Golkar dan Demokrat. 7 fraksi lainnya ini menganggap bahwa ini adalah sikap yang illegal, karena tidak diagendakan sebelumnya. Namun 2 fraksi tersebut tetap mengadakan rapat, tetapi tidak memenuhi forum (50+1).
Padahal inti dari adanya pengajuan interpelasi ini hanya menanyakan terkait kejelasan terkait perjalanan progam dari Pemprov DKI Jakarta ini. BPK juga berpendapat bahwa berjalannya Formula E di DKI Jakarta ini hanya akan mendatangkan kerugian. Karena dianggap terlalu memaksakan dari sisi keuangan yang hanya mengandalkan kucuran APBD. Jika berjalannya seperti ini, sudah seharusnya atau sewajarkan DPRP DKI Jakarta menggunakan hak interpelasinya. Namun kenyataannya hanya 2 dari 9 fraksi yang berani mengajukan hak istimewanya tersebut. Padahal kalau dijalankan pun, masih banyak prosedur yang harus dijalankan untuk sampai mencapai Anies Baswedan dipanggil terkait kejelasan program emas triliuannya ini. Tetapi sangat disayangkan, banyak yang melindungi DKI Jakarta dengan program unggulannya  ini.
Direktur Eksekutif KP3I, Tom Pasaribu berpendapat ini adalah fenomena yang menarik. Hanya sebagian fraksi yang hanya mau melakukan hak bertanya, tetapi sudah sangat ditakuti. Terlebih diketahui bahwa 7 fraksi yang menolak sempat mengadakan pertemuan di rumah dinas Anies Baswedan. Entah apa maksud dan tujuan dari pertemuan itu, yang jelas DPRD sudah seharusnya menjalankan tugasnya dengan baik. Jika ada yang mengganjal, tidak sebagaimana seharusnya, atau merugikan rakyat DPRD harus memiliki sikap terkait hal tersebut. Belum lagi dalam hal ini tidak sedikit masyarakakt yang mengeluarkan aaspirasinya. 7 fraksi yang menolak ini seharusnya memiliki sikap yang jelas pula. Terlepas dari statusnya menjadi parpol koalisi Pemprov atau bukan, mereka  harus amanah sudah menduduki kursi DPRD DKI Jakarta. Terlebih dari semuanya, ini hanya hak bertanya terkait penjelasan saja kok. Hak ini dijalankan atas tujuan yang baik untuk mengungkap kejelasan yang sebenarnya. Agar kontroversi yang berkembang dimasyarakat bisa diselesaikan.
Namun terlepas dari semua itu, semoga Formula E ini berjalan dengan baik. Bukan hanya menghambur-hamburkan APBD DKI Jakarta. Karena memang nominal yang dikeluarkan sangat amat besar. Selain itu, harapann-harapan yang sudah dibayangkan Pemprov DKI Jakarta semoga akan terwujud. Karena ini adalah ajang yang besar dengan sekala Internasional. Walaupun banyak kontroversinya, masyarakat DKI Jakarta atau bahkan seluruh Indonesia sangat bangga bisa menjadi tuan rumah Formula E di tahun 2022 nanti. Yang tentunya diiringi dengan transparasi Pemprov DKI Jakarta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H