Mohon tunggu...
Yuni Bues
Yuni Bues Mohon Tunggu... -

- Suka makan & ketawa\r\n- Karyawati di satu perusahaan di Jerman

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Rokok Elektrik, Nasibmu di Tanah Air & di Jerman

20 Mei 2015   13:34 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:47 832
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14321090121144113872

[caption id="attachment_418836" align="aligncenter" width="616" caption="Rokok Elektrik (Shutterstock)"][/caption]

Beberapa hari yang lalu menteri perdagangan, Bapak Gobel, melaui juru bicaranya, Bapak Widodo yang juga menjabat Dirjen Standarisasi Perlindungan Konsumen, mengumumkan akan mengeluarkan peraturan tentang pelarangan total import & penjualan rokok elektrik di tanah air. Alasannnya, karena membahayakan kesehatan konsumen & kandungan nikotinnya bikin kecanduan. Lha...emangnya rokok biasa lebih aman?
Berita seperti ini selalu bikin saya geleng-geleng kepala, karena alasannya nggak jelas.

Rokok elektrik (saya sebut aja e-rokok) belum lama beredar di pasaran, walaupun konsepnya (merokok tanpa tabak & beraroma) sudah lama dipatenkan oleh Herbert A.Gilbert tahun 1963. Sedangkan versi barunya seperti yang kita lihat saat ini ditemukan oleh Hon Lik (2003), yang setahun kemudian dijual di China. Sampai saat ini penjualannya terus meningkat di penjuru dunia (termasuk Jerman), karena e-rokok ini dianggap sebagai salah satu cara yang nyaman untuk berhenti pelan-pelan atau mengurangi kebiasaan merokok dengan tabak (tembakau). Konsumen yang belum siap untuk berhenti total, kebanyakan memilih alternatif ini, karena sensasi sewaktu menghisap rokok biasa masih ditemukan di e-rokok.

Menurut laporan juru bicara VdeH (Verband des E-Zigarettenhandels 'Persatuan Pedagang e-rokok'), Philip Drögemüller, pendapatan dari tahun 2010-2014 dengan konsumen sebanyak kurang lebih 3 juta orang sudah mencapai 200 juta €. Diperkirakan jumlah ini akan terus meningkat sampai 2021 (menurut ahli medis Sudhansu Patwardan dari British American Tobacco). Karena prospek ke depannya yang cukup bagus, tentu saja industri tabak merasakan hal ini sebagai saingan utamanya.

Sebagaimana kita ketahui, bahan utama e-rokok 90% berupa cairan, yang sebagian besarnya mengandung Propylenglycol atau Glyzerin. Keduanya di EU terdaftar sebagai bahan aditif makanan E1520 & E22, yang digunakan dalam pembuatan permen karet maupun uap di diskotek atau theater yang berasal dari mesin. Selain itu dipakai juga berbagai bahan aroma, yang harumnya mulai dari nanas, tiramisu, mint, vanili, coklat bahkan sampai kopi. Dengan harum seperti itu, jelas non perokok yang duduk berdekatan dengan mereka tidak terganggu dengan bau asap yang terciumnya. (Saya & suami yang bukan perokok jauh lebih suka mencium asap/uap itu dibanding yang dari tabak. Sudah bau nggak enak, bikin pusing & mual lagi). Yang jadi pertanyaan adalah aman atau bahayakah asap itu bagi kesehatan?

Berbagai penelitian tentang itu sudah banyak dilakukan saat ini untuk menguak lebih lebar lagi, apakah e-rokok kurang atau lebih bahaya dibanding rokok biasa. Dari hasil penelitian yang dikeluarkan Juni 2014, Thomas Hartung (Toxikologe di Universitas John Hopkins, Amerika) menjelaskan, bahwa resiko e-rokok 10 kali lebih kecil dibanding rokok biasa. Pada pembakaran tembakau dihasilkan lebih dari 4.000 senyawa kimia, yang 90 di antaranya menjadi penyebab utama kanker. Sedangkan pada e-rokok belum bisa dipastikan, karena tergantung aroma yang digunakannya. Walaupun di beberapa aroma telah ditemukan zat berbahaya (Nitrosamine, Diethylenglykol & Formaldehyd), tapi untuk itu masih dipertanyakan lagi, senyawa kimia apa yang dihasilkannya dari proses penguapan. Secara keseluruhan e-rokok cenderung mengambil sedikit polutan.

Hasil penelitian di atas juga diperkuat lagi dengan pernyataan Tunga Salthammer, ahli kimia dari Frauenhofer Wilhelm-Klauditz Institut di Braunschweig, bahwa tumpahan senyawa organik di sekitarnya dari pemakaian e-rokok lebih sedikit dibanding asap rokok biasa. Perbedaan lainnya, partikel kecil dari e-rokok akan cepat menghilang di udara. Sedangkan partikel dari rokok biasa yang berupa material padat akan tetap tinggal atau tersimpan di sekitarnya.

Di samping kelebihan-kelebihan tadi, e-rokok juga mempunyai beberapa kekurangan:
- cairannya masih mengandung nikotin, walaupun tidak sebanyak seperti rokok biasa. Hal ini takutnya akan membikin konsumennya menjadi kecanduan. Hasil penelitian tidak menunjukkan ke arah itu.
- Bahan-bahan yang dipakai untuk menghasilkan uap, sebagian besar belum diteliti. Konsumen tidak punya informasi, apa yang dihirup & efek yang ditimbulkannya untuk kesehatan. (Perokok ya harus siap dengan akibatnya). Hanya Propylenghykol yang baru diketahui.
-Sebagai produk baru, penjualannya di sini masih bebas & belum bisa dikontrol. Apalagi belum adanya persyaratan hukum yang bisa dikenakan di e-rokok & bagaimana harus mendeklarasikannya. Dibilang rokok jelas tidak bisa, sebab bahan baku utamanya beda. Bukan rokok, tapi masih mengandung nikotin.

Di Jerman sampai saat ini belum ada pelarangan total penjualan e-rokok, karena belum ditemukannya alasan yang kuat untuk itu. Kalau hanya masalah kecanduan itu belum cukup dasarnya. Ketakutan dari Das Deutsche Krebsforschungszentrum (Pusat Penelitian Kanker Jerman) terhadap aroma e-rokok yang bisa menarik anak-anak muda (remaja) untuk mencobanya, juga belum terbukti. Penelitiannya masih kurang.
Alasan BfR (Bundesinstitut für Risikobewertung), bahwa isi cairan e-rokok bisa jadi berbahaya bagi kesehatan, belum bisa dijadikan argumentasi yang kuat. Rokok biasapun, tabaknya bisa dicampur dengan yang lain (ganja, narkotika, dll), kalau pemakainya mau. Sama seperti rokok biasa, e-rokok juga tidak mengiklankan produknya di mana-mana dengan bebas. Pembelinya juga ada batasan umurnya. Oleh karena itu pemakaiannya masih legal & masih dijual bebas sampai tahun 2016. Setelah itu rencananya akan ada hukum yang mengaturnya.

Karena e-rokok tidak mengandung tabak, makanya Bundesinstitut für Arzneimittel & Medizinprodukte (Dinas Pengawasan Obat-obatan) mendukung agar produk itu masuk ke dalam hukum obat-obatan, karena masih mengandung nikotin. Apalagi e-rokok digunakan sebagai alat bantu untuk berhenti merokok, seperti halnya plaster nikotin atau yang lainnya. Penjualannya tentu akan diatur sesuai hukum itu.

Peraturan pelarangan total e-rokok yang akan dikeluarkan pemerintah kita, hendaknya dikaji ulang lagi. Apalagi alasan yang mendasarinya masih sangat minim. Bagi non perokok (perokok pasif) seperti saya & yang lainnya, dengan adanya e-rokok kita sudah merasa terbantu, karena tidak harus lagi mencium asap yang bau dari bakaran tabak. Kita tidak harus sering pindah-pindah tempat duduk, hanya untuk menghindari asap itu. Kita tidak perlu takut lagi berada di tempat terbuka. Bukankah menikmati udara bersih itu hak setiap orang?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun