Tiada hari tanpa kopi itulah secuil gambaran hidup saya dengan suami. Hal-hal yang lainnya boleh minggir dulu, tapi kenikmatan minuman & aroma yang satu ini haruslah selalu ada. Entah kita lagi di rumah, di jalan atau di tempat kerja masing-masing. Saking sudah terlalu akrabnya dengan si 'dia', sampai-sampai organ penciuman & pengecap kita tak ubahnya seperti seorang 'Kaffeesommelier' jika sedang berhadapan dengan kopi, baik yang masih berbentuk biji maupun minuman.Â
Kegilaan akan kopi ini membuat kita jadi rajin mencoba kopi-kopi yang ada di tanah air maupun dari manca negara. Kopi dari Wamena, Kintamani, Gayo, Malang, Toraja, Mandailing, Lampung, Padang, India, Kenya, Peru, Brasil, Mexico, Portugal, Kuba, Himalaya, Galapagos, dan masih sederet nama lainnya, yang kalau saya sebutkan semuanya, tak ubahnya saya seperti penjual kopi. Harganya (per 100 gr.) mulai dari yang normal sampai kelewat batas.
Dari beragam kopi tersebut, justru kita paling cinta kopi tanah air. Selain harganya yang masih bersahabat, dibalik rasa kopinya, muncul juga rasa lainnya spt.adanya rasa coklat, cengkeh, jeruk, kayu manis atau yang lainnya. Percampuran rasa alami ini bukannya mematikan rasa kopi yang asli, tapi justru menambah nilai kenikmatannya. Selain itu tingkat keasamannya juga tidak banyak, bahkan kadang-kadang seperti tidak ada sama sekali. (Jadi mau minum bercangkir-cangkir, tidak ada masalah untuk perut). Keunggulan inilah yang jarang kita jumpai dari kopi negara lain. Oleh karena itu selama kita berlibur di tanah air, kegiatan rutin kita ya keluar-masuk kedai kopi. Salah satunya kedai kopi yang ada di Mall Bali Galeria (Bali).
Foto: dok.pri
Kedai kopi ini letaknya di depan pintu masuk utama Mall tersebut & mempunyai tempat yang cukup besar. Pengunjung bisa memutuskan untuk duduk di bagian dalam atau luar kedai. Di dalam kedai terdapat 2 ruangan, untuk perokok & non perokok. Ruangan perokok tertutup kaca, ber AC & ukurannya lebih luas dari ruangan non perokok (ber AC juga) yang ada di sebelahnya. Jika pintu yang membatasi kedua ruangan itu dibuka, bau asap rokok tua & baru langsung menyebar ke ruangan tetangganya sampai rasanya mencekik leher. Lebih parah lagi kalau pegawainya lupa menutup pintunya. (Sengaja? Karena beberapa kali  pintu tersebut dibiarkan terbuka terus sampai saya harus sering meminta pegawai untuk menutupnya kembali). Bau yang tidak enak & menyengat itu, jelas aja mematikan harumnya aroma kopi yang biasanya selalu hadir di setiap kedai. Hal ini tentu saja mengganggu selera & kenyamanan para penikmat kopi dalam menyeruput minumannya. Begitu juga dengan kesehatan. (Untuk karyawan kedai lebih tidak enak lagi kalau harus sering masuk ke ruangan perokok untuk mengantarkan pesanan. Bayangkan, menghirup banyak asap rokok di ruangan tertutup!).
Di kedai-kedai kopi di Berlin atau negara bagian Jerman lainnya yang pernah saya kunjungi, konsep pembagian ruangan seperti ini belum pernah saya jumpai. Di sini ruangan perokok selalu berada di luar kedai (tempat terbuka), sedangkan di dalam kedai hanya untuk non perokok. Tidak perduli itu kedai kecil yang hanya menyediakan kopi atau minuman sejenisnya beserta sedikit camilannya maupun kedai besar dengan penawaran aneka kue & makanan yang lebih komplit.Â
Pembagian ruangan seperti ini selain untuk melindungi 'kemurnian' kopi, juga kesehatan pengunjung & karyawan kedai.
Sebagaimana kita ketahui, kopi itu tak ubahnya seperti Staubsauger (penyedot debu). Hanya obyek yang disedotnya berbeda, yaitu bau-bauan yang ada di sekitarnya. Contohnya, jika kopi didekatkan dengan tumpukan pisang, maka harumnya pisang akan berimbas ke kopi. (Kita pernah membuang 300 gr. biji kopi Yogya sebab bau ikan asin. Salah saya karena meletakkan keduanya di dalam satu koper). Karena sensitifnya sifat kopi, sudah seharusnya para pemilik kedai kopi di tanah air memperlakukan kopi dengan baik. Buatlah ruangan yang 'ramah lingkungan' untuk kopi. Biarkan & bebaskan kopi untuk 'bernafas' dengan baik agar aroma kuatnya memenuhi penjuru ruangan. Dengan tidak 'terkontaminasinya' kopi maka indera penciuman kita akan lebih terangsang lagi untuk menemukan kandungan senyawa aromatik lainnya (jumlahnya lebih dari 1.000). Begitu juga dengan pengecapan kita dalam mengidentifikasikan kandungan rasanya. 'Memperkosa' kopi dengan bau lain yang kuat, berarti kita membunuh 'karakternya'.
Jika pemilik kedai kopi di tanah air ingin mempromosikan dagangannya, pikatlah pengunjung dengan semerbak harumnya kopi & konsep ruangan yang tepat. Keharmonisan keduanya (termasuk pelayanannya juga) akan membuat  penikmat kopi (sejati) rela menghabiskan waktunya berjam-jam hanya untuk menikmati minumannya tanpa pikir uang yang dikeluarkannya.Â
Jadilah kedai kopi yang sehat & selamat ngopi!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H