"Yuni...kamu tidak bisa bayangkan bagaimana mata para orang tua murid memandang saya, ketika saya tidak setuju untuk menyumbang 3 DM (Deutsche Mark) untuk membelikan bunga untuk guru anak saya", cerita mertua perempuan waktu kita makan bersama di sebuah restauran pada malam tahun baru. Kejadian itu sudah hampir 40 thn.lamanya  & sudah sering diceritakan  ke saya (mungkin dia lupa). Katanya, waktu itu di sekolah anak bungsunya (adik ipar, usianya 1 thn.lebih tua dari saya) diadakan pertemuan orang tua murid dalam rangka perpisahan dengan salah seorang guru. Mereka merencanakan untuk memberi hadiah atas jasa guru itu. Tampaknya, para orang tua murid yang hadir tidak ada yang keberatan (nggak ada yang protes) kecuali mertua. Sambil berdiri & penuh percaya diri, mertua mengatakan, bahwa sumbangan itu terlalu berlebihan, apalagi untuk harga seikat bunga. Ramailah seisi ruangan itu & banyak yang memandangnya dengan tatapan yang tidak sedap, bahkan ada yang mencibirnya langsung. Suaminya (mertua laki-laki saya) hanya duduk terdiam di sampingnya. Karena tidak ada kemufakatan, akhirnya 'sumbangan' itu dibatalkan. Anehnya, setelah itu banyak dari mereka yang justru berterimakasih ke mertua untuk pembatalan itu. Rupanya ada juga yang nggak setuju, tapi takut atau malu untuk buka mulut.
Berbicara tentang pemberian hadiah ke guru dari murid atau orang tua murid, mengingatkan saya waktu di SMP & SMA. Di dua sekolah itu saya punya guru matematika yang 'hobby' banget beri les tambahan di luar jam sekolah. Hampir seisi kelas mengikutinya untuk bisa dapat nilai yang aduhai, walaupun uang pungutannya nggak murah. Karena orang tua saya nggak mampu (untuk uang jajan aja saya masih sering puasa), saya ngikutin aja aturan alam alias belajar sendiri di rumah. Walaupun dapat nilai pas-pasan sudah senang, karena jerih-payah sendiri, lagian saya kurang suka pelajaran ini. Sering nggak mudeng kalau sudah diberi rumus yang njelimet. Teman-teman yang ikut les, jelas dapat nilai yang fantastis, walaupun ada yang lebih bodoh dari saya. Wong sebelum waktunya ulangan, mereka sudah diberitahu soal yang akan keluar. Dan yang paling dodol mereka masih mengumpulkan sumbangan untuk beli hadiah buat guru tersebut sebagai ungkapan terima kasih, karena dapat nilai bagus di raport. Enaknya jadi guru seperti ini, pikir saya saat itu.
Di tanah air murid atau orang tua murid, yang memberi hadiah ke guru untuk jasa-jasanya atau mungkin untuk alasan lain adalah hal yang biasa & guru pun akan menerimanya dengan senang hati, tapi tidak demikian halnya di Jerman. Di sini jika seorang guru menerima hadiah, bisa jadi perbuatannya itu akan jadi malapetaka, jika nilai hadiah itu melebihi peraturan yang telah ditetapkan. Belum lama ini seorang guru wanita di Berlin dihukum membayar denda 4.000 €, karena ketahuan telah menerima hadiah dari para muridnya seharga 200 €. Tindakannya itu kemudian dilaporkan secara hukum oleh salah seorang ayah dari muridnya, yang profesinya juga seorang guru.
Pada dasarnya semua guru, seperti halnya pegawai negeri yang lain boleh-boleh aja mengambil hadiah yang diberikan, asalkan nilainya tidak lebih dari 10 €. Kalau lebih dari itu sudah termasuk korupsi. Peraturan, yang sudah diaktualisasikan oleh badan administrasi Januari 2013, berlaku untuk semua pegawai negeri di Berlin. Termasuk di dalamnya petugas pemadam kebakaran & polisi. Badan Administrasi Pendidikan dalam bulan November telah membuat suatu peraturan administrasi tersendiri untuk para guru & setelah melewati pembahasan secara hukum, maka dikukuhkanlah peraturannya. Di dalamnya juga diatur mengenai kalender atau pulpen yang boleh diambil, jika nilainya tidak lebih dari 5 € per tahunnya atau hanya hadiah kecil untuk menunjukkan kesopanan. Kepala sekolah boleh juga menerima tiket gratis, kalau alasannya sebagai representatif untuk mengikuti suatu acara olahraga. Hadiah tamu dari delegasi resmi boleh diambil. Guru boleh juga menerima tawaran perjalanan gratis, tempat atau terbang gratis, jika semua fasilitas itu sudah dicatat dalam buku program darmawisata kelas.
Dalam acara-acara tertentu mis. pergantian guru kepala, lulus ujian atau setelah darmawisata kelas, guru tidak dilarang untuk menerima hadiah dari murid atau orang tua muridnya, yang penting harus diperhatikan berapa harga hadiah yang terkumpul dari sumbangan kolektif tersebut. Mis. 1 kelas ada 20 murid & setiap kepala nyumbang 2 €, maka akan terkumpul 40 €. Itu berarti sudah 4 kali lipat dari harga hadiah yang diperbolehkan. (Guru harus hati -hati dengan hadiah yang bisa menjerumuskannya). Besarnya hadiah yang boleh diambil guru, di setiap negara bagian Jerman itu berbeda. Umumnya nilainya lebih tinggi sedikit dari di Berlin. Di Nordrhein-Westfalen besarnya max. 25 €. Katanya, para ahli yang duduk di adminisrasi pendidikan sendiri pun tidak senang dengan kontrol yang ketat ini. (Siapa sih yang nggak senang dapat hadiah?).
Kehidupan guru di sini sudah termasuk makmur. Jadi wajar-wajar saja jika pemberian hadiah juga dibatasi & diawasi dengan ketat. Jika peraturan ini diterapkan untuk guru di tanah air, apakah itu bisa berjalan dengan baik? Mengingat masih banyak dari mereka yang kehidupannya sangat memprihatikan, karena nasibnya yang kurang diperhatikan pemerintah.
Sumber: B.Z. (Lehrer zeigt Lehrerin wegen Vorteilsannahme an).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H