Mohon tunggu...
Yuni Bues
Yuni Bues Mohon Tunggu... -

- Suka makan & ketawa\r\n- Karyawati di satu perusahaan di Jerman

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Berlin Kebanjiran Pengungsi

28 Oktober 2014   21:04 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:25 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kein Asylanten-Container Dorf in Buch" (Jangan ada kampung kontainer untuk pencari suaka di Buch), postingan salah satu sobat saya via FB. Selesai membacanya, muncul lagi berita serupa, yang penolakannya terjadi di Köpernick. Rupanya masyarakat Berlin mulai gerah & melakukan banyak protes (kebanyakan lewat media) untuk menentang inisiatif pemerintah yang akan membangun 6 perkampungan kontainer untuk para pengungsi yang akan disebar di beberapa tempat di Berlin. Biaya yang dikeluarkan untuk itu juga nggak tanggung-tanggung, 43 juta €. Belum lagi biaya-biaya lainnya yang sudah & masih harus terus dikeluarkan untuk kebutuhan sehari-hari para pengungsi tersebut. Darimana sumbernya? Ya, dari kita-kita yang bekerja & membayar pajak.

Sejak terjadinya kerusuhan di Suriah, Jerman menjadi salah satu negara penampung pengungsi terbesar di Eropa. Jumlahnya diperkirakan 200.000 orang atau lebih sampai akhir tahun ini. Mereka akan disebar ke beberapa negara bagian Jerman, salah satunya ke Berlin.
Bulan Juli lalu Berlin sudah kebagian 1.000 pengungsi, September: 1.300 & akhir tahun jumlah keseluruhan diperkirakan 12.000 orang. Termasuk banyak untuk sebuah kota yang berpenduduk 3,5 juta orang.

Pemandangan yang mencolok dengan semakin meningkatnya jumlah pengungsi yang terus berdatangan ke Berlin, dapat dilihat di jalan-jalan di kota ini. Wanita-wanita yang berpakaian khas  Arab (kebanyakan berwarna hitam) berseliweran di mana-mana dengan jalan bergerombol sesama grupnya. Begitu juga dengan lelakinya, yang kalau berjalan wanitanya hampir selalu berada di belakangnya. Bahkan yang berpakaian burka pun (hanya mata yang terlihat) mulai sering dijumpai.
Pernah waktu saya di supermarket & kebetulan berada dekat dengan salah seorang dari mereka yang sepertinya lagi bermasalah dengan staff di sana. Si wanita bertanya ke staff, "halal?" sambil tangannya menunjukkan makanan bungkusan. Awalnya staff bicara bahasa jerman, tapi karena si wanita nggak ngerti, lalu ganti ke bahasa inggris. Tapi tetap aja si wanita nggak ngerti-ngerti juga penjelasannya. Dan masih terus tanya"halal? halal?".
Apa sih yang mereka mau dari negara ini?

Dibandingkan negara Eropa lainnya, negara Jerman memang lebih menjanjikan untuk mewujudkan impian masa depan para imigran. Pemerintah di sini begitu berbaik hatinya terhadap mereka, dengan menyediakan kebutuhannya mulai dari tempat tinggal, makanan sehari-hari, bahkan sampai uang bulanan pun diberikan gratis. Tiket angkot gratis, ke salon untuk potong rambut gratis, kursus bahasa jerman gratis. Pokoknya semua gratis. Makanya siapa yang nggak ngiler untuk hidup di negara ini, kalau hanya ongkang-ongkang kaki aja sudah bisa hidup enak. Makanya nggak aneh kalau banyak imigran, yang dulunya mencari suaka ke Italia, Spanyol, lalu tiba-tiba pindah ke Jerman. Alasannya ya..seperti yang sudah saya kemukakan, karena di negara-negara itu mereka nggak dapat pekerjaan, apalagi uang. Bukankah di mana ada gula, pasti ada semut.

Nah, karena Jerman itu ibaratnya gula, jadi jarang sekali ada semut (para pengungsi) yang mau meninggalkan negara ini secara suka-rela, apalagi untuk bisa sampai ke sini diperlukan jalan yang berliku-liku & tidak mudah. Kalau perlu mereka akan melakukan segala cara, mis.sengaja melenyapkan paspornya atau  identitas lainnya, agar mereka tidak bisa dipulangkan kembali ke negara asalnya atau ke negara pertama tempat mereka meminta suaka. Bahkan tidak jarang tindakan yang mereka lakukan sudah melanggar hukum, seperti yang terjadi di Gerhart-Hauptmann-Schule di Friedrichshain-Kreuzberg, Berlin.
Hampir 200 imigran menduduki sekolah yang tidak terpakai ini secara ilegal sejak beberapa bulan lalu. Mereka menjadikannya sebagai tempat tinggal & hidup seperti di rumah sendiri layaknya. Saling bunuh antar sesamanya, karena adanya salah-paham atau merasa tersinggung. Dan tindakan lainnya yang membuat masyarakat di sekitarnya resah.

Daripada memulangkan mereka ke negara asalnya atau negara sebelumnya yang telah memberikannya suaka, pemda & orang-orang politik (partai Grüne, Pirat & Linke) justru menerimanya. Karena dikhawatirkan jumlahnya akan terus bertambah & sekolah tidak boleh ditempati, makanya pemda memutuskan memindahkan mereka ke tempat lain. Awalnya mereka menolak, tapi setelah perundingan beberapa kali yang cukup alot, akhirnya lebih dari sebagian besar mau mengikuti kemauan pemda. Sisanya, 45 orang masih terus bertahan di sekolah hingga saat ini. Mereka tetap ngotot nggak mau dipindahkan, walaupun pemda memberi ultimatum hanya sampai akhir Oktober ini mereka boleh tinggal. Bahkan voucher hostel untuk tinggal gratis selama 1 bulan juga sudah ditawarkan, kata juru bicara pemda setempat, Sacha Langenbach. Walaupun sudah bangkrut, pemda Friedrichshain-Kreuzberg masih tetap juga ngurusin imigran tersebut.

Pembangunan 6 perkampungan kontainer akan dilakukan di Lichterfelde, Lichtenberg, Pankow, Köpernick & Marzahn. Setiap kampung kontainer akan berisi 300-480 pengungsi. Tahap pertama pembangunan ditargetkan selesai sebelum natal ini atau paling lambat awal tahun 2015, menurut Sozialsenator Mario Czaja (CDU). Dan dipastikan bisa menampung 2400 pengungsi & 200 tunawisma.
Fasilitas kampung itu akan dilengkapi dengan ruang praktek dokter & ruang rekreasi bersama. Lokasinya juga tidak boleh jauh dari sekolah, TK, tempat belanja, halte bus & stasiun kereta.

Melihat begitu banyaknya fasilitas yang diberikan ke mereka & semua biaya itu diambil dari uang pajak, jelas aja  banyak masyarakat Berlin yang menolak pembangunan kampung kontainer itu.
Di satu sisi pemerintah tidak ada uang untuk Kita (tempat penitipan anak balita & sekolah TK), penyediaan buku-buku sekolah, perbaikan jalan-jalan yang rusak & fasilitas umum lainnya, pembersihan aksi graviti (corat-coret fasilitas umum), dan lain-lain, yang kebutuhannya sudah mendesak sekali & manfaatnya bisa langsung dirasakan masyarakat.
Selain itu masalah keamanan juga yang ditakutkan masyarakat Berlin, terlebih latar-belakang para pengungsi yang berasal dari beberapa negara Arab mempunyai reputasi yang tidak bagus di mata masyarakat di sini. Mereka kebanyakan susah sekali untuk berintegrasi, tidak toleran & masih sering menerapkan hukumnya di dalam & di luar keluarganya sendiri. Apalagi akhir-akhir ini mulai  bermunculan aliran Islam garis keras di Jerman (mis.Salafisten). Walaupun tidak semua orang Arab seperti itu, tapi stigma yang sudah ada tidak mudah untuk dihapus.

Komentar-komentar yang tidak sedap yang ditujukan ke pemerintah maupun pengungsi terus saja berseliweran di dumay. Tapi itu semua tidak akan menyurutkan rencana pemerintah untuk tetap membangun perkampungan tersebut. Kelakuan para politikus & aparat negara di mana-mana sama, dalam membuat suatu keputusan, jarang sekali menanyakan persetujuan rakyatnya. Perkampungan pengungsi dibangun di dekat rumah kita-kita, tapi kenapa tidak di dekat rumah mereka? Untuk mendapatkan visum ke Jerman, walaupun untuk berlibur susahnya minta ampun, tapi untuk pengungsi pemerintah selalu 'willkommen'.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun