Mie Ayam, rasanya jarang orang Indonesia yang tidak mengenal makanan sederhana ini yang sudah merakyat. Penjualnya mulai dari kelas gerobak, warung bahkan sampai tingkat restauran. Harganya bervariasi tergantung tempat mangkalnya. Kalau rasanya sudah mantap & pas di lidah kita, faktor harga & tempat itu urusan belakangan. Mau duduk di trotoar, berdiri atau harus berhimpitan di bangku kecil, nggak akan jadi masalah.
Pada waktu dulu penjual mie ayam di Bali masih cukup menjamur & gampang ditemui di setiap sudut jalan. Tapi lambat-laun jumlah mereka semakin berkurang (saya tidak tahu apa penyebabnya) & bahkan beberapa tahun belakangan ini keberadaannya sudah jarang terlihat. Beda dengan penjual bakso yang masih gampang ditemui.
Berkurangnya penjual mie ayam jalanan, mau tidak mau membawa pengaruh juga bagi penggemarnya, termasuk kita. Yang dulu biasa menyantapnya di pinggir jalan, jadi pindah ke kelas warung & restauran yang menawarkan kenyamanan lebih. Hanya sayangnya kenikmatan rasanya sering tidak ikut berpindah.
Beberapa kali kita mencobanya di tempat-tempat seperti itu, rasa mie ayamnya masih belum bisa menyamai mie ayam jalanan (menurut saya), walaupun isi campurannya lebih komplit. Berkurangnya rasa & hampir selalu terjebak macet ke lokasinya, akhirnya kita pun jadi jarang mengkonsumsinya setiap liburan ke tanah air.
Setelah hijrah ke sini, justru saya lebih merana lagi. Susah banget dapetin mie ayam. Walaupun ada beberapa rumah makan Indonesia, tapi belum tentu ada mie ayam di menunya. Sekalinya ada, rasanya kok beda banget. (Lebih tepat disebut sup mie daripada mie ayam). Barangkali disesuaikan dengan lidah orang di sini.
 Membaca nama "Waroeng Mie CS", warung yang ditemukan secara kebetulan karena taxi yang kita tumpangi salah ambil jalan, membuat kerinduan saya akan gurihnya rasa mie ayam kembali dibangunkan lagi.
Karena penasaran & ingin tahu menu yang ditawarkan, mulailah saya google tentang warung tersebut. Ternyata dari hasil Bewertung (penilaian) semua pengunjungnya menyatakan sangat puas dengan rasanya. Terutama untuk sup wantan & mie ayam yang jadi andalan utamanya. Hmmm....kalau ini benar, berarti rejeki nomplok untuk kita, apalagi lokasinya nggak jauh dari rumah.
Di tengah turunnya salju yang cukup banyak, pergilah kita ke warung tersebut.
Warung yang ukurannya tidak begitu besar ini, terletak cukup strategis, karena dekat dengan halte bus & stasiun kereta yang ada di daerah Steglitz (Berlin).
Dengan penataan yang cukup apik, bersih & nuansa keindonesiaan yang kental, jadilah pengobat rindu saya terhadap kampung halaman. Apalagi tersedia juga makanan favorit.
Â
Di musim panas, pengunjung bisa menyantapnya di kebun luar dengan beberapa meja & kursi yang disediakan.
Sambil ngobrol dengan anak muda asal Semarang ini, kita pun mulai melihat-lihat daftar menu. Seperti nama warungnya, menu khas yang jadi andalannya, tentu saja mie. (Untuk yang tidak suka mie, masih ada menu lainnya).
Tersedia aneka macam mie olahan, mulai dari mie ayam, mie vege (vegetarisch) , mie babi sampai mie rendang. Harganya pun terbilang murah 5,90€ - 10,90€/porsi. Bahkan setiap hari Selasa sampai Kamis diberikan diskon 20% untuk pengunjung mahasiswa. WLAN juga gratis. Minuman non & beralkohol juga tersedia.
Karena lapar sekali, saya pun memilih mie, yang campurannya komplit, mie cs dengan ayam (kalau pakai daging lain, itu mah namanya bukan mie ayam lagi), sedangkan suami, cukup hanya mie ayam saja. Dan untuk camilannya, emping goreng.
Sambil menunggu pesanan datang, obrolan masih diteruskan. Mas Chery menjelaskan, sampai saat ini peminat mie indonesia masih belum banyak seperti yang diharapkannya. Suami yang mendengar keluhannya, mendorongnya untuk tidak gampang menyerah. Memperkenalkan makanan indonesia yang masih baru untuk lidah orang jerman tidaklah gampang, perlu perjuangan & kesabaran ekstra, apalagi jumlah restaurant indonesia di Berlin masih bisa dihitung dengan jari. Beda dengan restauran china, thai maupun vietnam yang tumbuh subur layaknya jamur di musim penghujan. (Semestinya pemerintah kita ikut aktif membantu warganya yang membuka usaha kuliner tanah air di luar negeri, sebagaimana yang telah dilakukan pemerintah Thailand untuk warganya. Kemajuan pariwisata suatu negara tidak bisa lepas dari promosi kulinernya).
Â
Sebelum meninggalkan warung, kita mengambil brosur cukup banyak, yang akan kita berikan ke keluarga & kenalan kita. Kita akan berusaha untuk membantu berpromosi agar keberadaan warung ini semakin dikenal & banyak mendapat kunjungan. Warung yang patut direkomendasikan untuk pecinta mie.
Di balik rasanya terkandung nilai yang lebih, nilai nasionalisme seorang anak muda bangsa yang mempertaruhkan masa depannya untuk setiap mangkuk mie.