Dari hasil analisis, menurut peneliti bentuk perilaku kolektif pada permasalahan ini adalah Urban Legend, karena sesuai dengan pernyataan (Stolley, 2005: 183), Urban legend merupakan suatu cerita realistik tetapi tidak benar yang menceritakan beberapa kejadian yang baru diduga (urban legends are realistic but untrue stories that recount some alleged recent event). Mereka biasanya mengelola suatu cerita yang ironis dan luar biasa yang telah terjadi diantara beberapa teman-teman.  Seperti halnya rumors (desas-desus), maka Urban Legends berkembang dalam ambiguitas.
Beberapa media mungkin telah mengangkat permasalahan obat ini dengan mengaitkannya pada tahapan uji klinis WHO yang harus dilalui untuk bisa diproduksi dan didistribusikan ke masyarakat. Karena itu perlu proses yang cukup panjang untuk memastikan obat buatan Unair layak dan ampuh untuk mengobati pasien Covid-19. Kabar terakhirnya, bahwa obat hasil tim penelitian Universitas Airlangga, Badan Intelijen Negara, dan BNPB, telah terdaftar di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Sehingga obat tersebut kini sudah dipasarkan di masyarakat dan teruji aman untuk dikonsumsi.
Penemuan kombinasi obat tersebut telah diteliti dengan metode ilmiah dan sangat hati-hati. Namun, untuk keefektifannya sendiri rasanya belum ada tanda bahwa obat itu ampuh 100% untuk memutus tali penyebaran Covid-19. Berangkat dari situ, penelitian yang dilakukan di Indonesia ini mencirikan bahwa adanya cerita realistik yang sebelumnya juga pernah terjadi di Negara lain yang statusnya sampai hari ini masih berkembang dalam ambiguitas. Faktor inilah yang memicu legenda perkotaan dan memunculkan perilaku kolektif dalam masyarakat.
The Emergent-Norm Theory (Teori Kemunculan Norma)
Menurut Ralph Turner dan Lewis Killian (Stolley, 2005: 186), Emergent-Norm Theory menerapkan pandangan interaksi sosial terhadap perilaku kerumunan (crowd behavior). Di mana suatu norma baru berkembang atau muncul karena suatu peristiwa terjadi, tergantung pada isyarat dan komunikasi di antara para anggota crowd (kerumunan). Dasar dari perspektif the emergent norm, secara umum, orang-orang menyesuaikan dengan norma-norma dari setiap situasi tertentu dan ketika situasi mengundang untuk munculnya norma baru, mereka secara sederhana mengikuti pedoman-pedoman baru ini.
Menurut Teori Kemunculan Norma, perilaku kolektif dapat terjadi bilamana orang-orang menemukan diri mereka dalam suatu situasi kebingungan atau tidak tahu apa yang harus dilakukan. Bisa juga ketika orang-orang tidak mengetahui apa yang harus dilakukan, lantas mereka mengamati sekitarnya untuk melihat apa yang dilakukan oleh orang lain. Dengan cepat, setiap anggota dari suatu kelompok terlibat dalam setiap perilaku. Semua anggota kelompok lainnya menunggu untuk memantau apa yang akan terjadi. Apabila tidak terjadi reaksi negatif terhadap perilaku, mereka semua kemudian mengasumsikan bahwa perilaku tersebut dapat diterima (acceptable) dalam kelompok dan menjadi memungkinkan untuk terlibat dalam diri mereka sendiri. Melalui proses penguatan sirkular (circular reinforcement), kemudian norma kelompok baru muncul (new group norms emerge).
Selanjutnya, Turner dan Killian (Locher, 2002: 25) mengawali definisi perilaku kolektif (collective behavior) yang ditandai oleh sifat berubah (ketimbang stabil), ketidakpastian (ketimbang peramalan), dan disorganisasi (ketimbang struktur yang stabil). Meskipun Turner dan Killian tidak membangun ide teoritiknya dalam suatu gambaran yang jelas, namun mereka mencoba menguraikan tentang kondisi penting untuk perkembangan dan munculnya suatu crowd (kerumunan), yang salah satunya yaitu mendesak; perasaan bahwa sesuatu harus dilakukan segera.
Ketidakadaan ide tentang apa yang akan dilakukan berikutnya menghasilkan arti urgensi. Semakin lama mereka tidak melakukan sesuatu, maka mereka akan semakin kewalahan dalam arti bahwa mereka perlu segera mengambil suatu tindakan. Kesepakatan dan solidaritas (agreement and solidarity) tentang kolektivitas tidak secara tiba-tiba muncul, hal ini berkembang secara sosial di dalam suatu kelompok.
Alasan orang berperilaku kolektif berbeda-beda, diantaranya :
- Keterlibatan ego : betul-betul melibatkan ego dalam perilaku kolektif.
- Prihatin : ikut perilaku kolektif karena turut prihatin.
- Tidak aman (insecure): merasa tidak aman bisa tidak terlibat perilaku kolektif.
- Penasaran : individu yang hanya mengamati atau menonton perilaku kolektif karena merasa penasaran.
- Mengeksplorasi : orang terlibat dalam perilaku kolektif untuk tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Pada kasus permasalahan ini, pemerintah memang harus segera melakukan tindakan atau memunculkan norma-norma baru untuk menghentikan penyebaran Covid-19 di Indonesia. Maka dari itu timbullah kesepakatan dan solidaritas (agreement and solidarity) antara para peneliti ntuk membentuk kolektivitas yang berkembang secara sosial di dalam suatu kelompok.
Ketika seluruh masyarakat sudah terlalu lama dengan keadaan di rumah saja seperti ini, mereka mulai merasakan kejenuhan dan keinginan untuk pandemic ini segera berakhir. Hingga akhirnya muncul suatu kabar baik bahwa telah ditemukannya obat Covid-19, maka masyarakat dapat dikatakan akan menyambut baik dan mereka ingin mengikuti norma  baru yang muncul tersebut. Sehingga mereka terlibat dalam perilaku yang tidak biasa (unusual behavior) bukan dikarenakan kecacatan mental, akan tetapi lebih dipandang sebagai sesuatu yang benar untuk dilakukan dalam situasi seperti ini.