Belajar merupakan aktivitas yang harus dilalui manusia untuk menjadikan dirinya lebih baik. diketahui bahwa manusia terbaik adalah yang memiliki karya dan bermanfaat di tengah orang pada kebanyakannya. Proses belajar dapat dilakukan di mana saja, baik secara formal, informal, maupun non formal.  Ketersediaan lembaga pendidikan yang dapat mengakomodir kebutuhan belajar seseorang sudah sangat masif. Namun, yang menjadi catatan penting seberapa besar peran lembaga pendidikan untuk melahirkan manusia terbaik.
      Ciri manusia terbaik bisa dikatakan sosok yang memiliki keterpaduan dalam dirinya pengetahuan, sikap dan prilaku yang seimbang. sosok yang dapat diterima di segala kalangan, tidak membeda-bedakan, sikap dan prilakunya merupakan cerminan dari ilmu pengetahuan yang dimiliki. mungkin masih teringat akan peribahasa "orang yang berilmu pengetahuan ibarat padi, semakin berisi semakin tunduk".
       Untuk dapat menjadi manusia terbaik sumber belajar yang digunakan tidak hanya berupa literatur yang tertulis, tetapi tidak kalah pentingnya literatur yang tidak tertulis yaitu KEHIDUPAN NYATA. Dalam kehidupan nyata merupakan tempat uji pengetahuan yang telah diperoleh melalui literatur tertulis. Masih sangat banyak ditemukan orang-orang yang memiliki ilmu pengetahuan yang tinggi dengan gelar yang mentereng namun sikap dan prilakunya tidak mencerminkan dirinya sebagai sosok yang berilmu pengetahuan. Masih kita dapatkan saling caci maki, merasa diri paling benar, yang ditumbuh kembangkan bukannya saling menghargai tetapi lebih kepada mempertahankan ego masing-masing dan masih banyak lagi sikap dan prilaku yang setiap hari menjadi konsumsi publik.
      Seharusnya dalam mengembangkan diri untuk dapat menjadi orang yang memiliki peran di tengah masyarakatnya, salahsatu yang harus dilakukan menjadikan kehidupan ini sebagai sumber belajar. Literatur tertulis merupakan teori kajian keilmuan, tetapi kehidupan merupakan laboratorium besar untuk membuktikan dan mengimplementasikan yang sudah terbaca. Terkadang bacaan teori tidak seperti bacaan kehidupan. Kalau ini terjadi maka disinilah peran manusia untuk dapat lebih mementingkan keberpihakan pada kehidupan, bukan pada teori.
     Kearifan lokal, tradisi, adat istiadat itu lahir dari proses kehidupan, lahir dari proses interaksi yang dilakukan terus menerus. Ini semua yang melahirkan pengetahuan, etika kehidupan, kesantunan dalam bergaul. Tatanan kearifan lokal yang mulai luntur karena adanya pemikiran pragmatis yang dipengaruhi kepentingan-kepentingan sesaat. Kepentingan individu, golongan menjadi hal terdepan yang kadang menimbulkan gesekan. Perbedaan bukan menjadi rahmat tetapi berbeda bisa saja menjadi lawan. Persatuan konsep yang dikedepankan, namun sulit terwujudkan. Kenapa ini sulit terwujud, apakah kehidupan tidak dapat menjadi sumber belajar ataukah kehidupan tidak dapat dijadikan sumber belajar inilah pertanyaan yang harus dijawab bersama-sama.
    Boleh jadi manusia saat ini lebih mementingkan diri sendiri, tidak lagi melihat bahwa dirinya adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan antara satu dengan yang lain. Pada dasarnya adanya perbedaan agama, suku, ras, dan bangsa-bangsa merupakan hal yang pasti adanya, namun perbedaan ini agar manusia dapat saling mengenal bukan saling bermusuhan. Kalau kehidupan dapat dijadikan sebagai sumber belajar, maka disinilah manusia dapat hidup tenang, damai saling menghargai, menghormati karena perbedaan bukan untuk pertentangan tetapi perbedaan untuk saling kenal mengenal, saling bersilaturrahim
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H