Partisipasi dan keterlibatan masyarakat untuk peduli dan ramah terhadap lingkungan sudah menjadi perhatian sejak tahun 1863 oleh Thoreau, dalam esainya ‘’life without principle’’. Ia menyerukan manusia untuk merenungkan kembali cara menjalani hidup, karena perubahan iklim dan kerusakan lingkungan disebabkan oleh setiap orang yang berada diperusahaan, warga kota dan negara, menurut Thoreau solusi harus berasal dari mereka. Meskipun sekian abad telah berlalu, persoalan lingkungan di berbagai wilayah dunia masih menjadi persoalan besar dan tidak ada perubahan yang significant.
  Perilaku tidak ramah terhadap lingkungan, pencemaran dan kerusakan lingkungan, mengakibatkan bumi terancam dengan sampah plastic, meningkatnya kekeringan, menghangatnya lautan dan memicu gas metana berlompatan keluar dari dasar samudra. Perubahan iklim dapat juga memicu konflik, seperti yang terjadi di Negeria. Kekeringan yang panjang menyebabkan rebutan lahan antara suku petani yang dominan beragama Kristen dan suku peternak Fulani yang umumnya muslim. Jumlah penduduk bertambah, sumber-sumber air untuk pertanian dan ternak menyusut karena suhu udara semakin panas, curah hujan tak bisa diramalkan. Ditambah gagalnya pemerintah Nigeria mengelola irigasi menyebabkan kemiskinan semakin parah. Dan disisi yang lain, sikap para pemimpin dan korporasi global, perusahaan besar dunia semakin tidak peduli dan serakah dalam menjalankan bisnis yang mayoritas memberikan kontribusi terjadinya perubahan iklim.
    Di negara-negara berkembang dan maju, sampah sebagai salah satu persoalan besar yang belum bisa diselesaikan di perkotaan. Tingginya populasi penduduk membuat volume sampah disetiap kota semakin besar. Tumpukan sampah sering terlihat  disepanjang jalan trotoar penjualan makanan dan jembatan dekat terminal kereta, keadaan sampah yang tidak terurus menjadi masalah lingkungan yang cukup serius.  Masalah-masalah perubahan iklim dan sampah ditimbulkan oleh manusia, harus menjadi persoalan bersama dan juga tanggung jawab sosial dan politik setiap orang yang hidup di dunia.
  Pertumbuhan populasi dunia, sebagai salah satu bagian dari indikator persoalan pengolahan sampah menjadi masalah yang rumit dan kompleks. Menurut laporan PBB 2015 revision of world population prospect, tahun 2015 total populasi dunia adalah sekitar 7,3 milliar dan diperkirakan pertumbuhan penduduk akan semakin bertambah menjadi 8.5 milliar pada tahun 2030 dan 9.7 milliar pada tahun 2050. Pertumbuhan tersebut diakibatkan oleh beberapa negara yang memiliki tingkat kesuburan yang tinggi seperti di Afrika, Bangladesh, Indonesia, India, Tiangkok, Pakistan, Brazil, Meksiko, Amerika, Eropa dan Russia.
   Dalam laporan What a waste: A global review of solid waste management oleh World Bank menyebutkan total sampah yang dihasilkan diseluruh dunia ditahun 2012 mencapai sekitar 1,3 milliar ton pertahun dan memperkirakan volume sampah akan mencapai dua kali lipat sebanyak 2,2 milliar ton pada  tahun 2025 mendatang. Kenaikan ton sampah sebagian besar meningkat di kota-kota negara berkembang. Dan pertumbuhan sampah terbesar tersebut akan terjadi diperkotaan Cina, dan hal yang sama akan terjadi juga diperkotaan negara Asia Timur, Eropa Tengah dan Timur dan Amerika serikat. Kemudian dari hasil yang diperoleh data international mengenai populasi sampah menyebutkan bahwa sampah yang diproduksi, tata kelola sampah dan kesalahan mengelola sampah mencapai 4.8 juta hingga 12,7 juta ton.
    Indonesia produksi sampah padat mencapai 151.921 ton perhari, artinya setiap warga populasi Indonesia membuang sampah rata-rata 0.85 kg per hari. Sekitar 80% sampah padat berhasil dikumpulkan namun sisanya terbuang mencemari lingkungan. Jenis sampah yang paling berdampak terhadap kerusakan lingkungan adalah plastic.
 Sampah plastik paling susah terurai, karena plastic akan teurai didalam tanah setelah 1000 tahun. Menurut Benjamin Bongardt, dari organisasi Ikatan perlindungan Alam Jerman bahwa plastic yang ada banyak dilaut dan sungai baru bisa terurai setelah 450 tahun. 80% sampah plastic datang dari darat bukan dari laut. Sampah dibawah oleh sungai dan angin lautan. Di Tahun 2010 sekitar 275 juta ton sampah plastic dihasilkan oleh 192 negara pesisir.
  Dunia harus mengurangi ketergantungan pada pengunaan plastic, dunia sedang terancam sampah plastic. Berdasarkan data One world one ocean ada 33 ribu ton plastic tersebar diperairan laut dunia, dari penelitian memperkirakan di setiap kilometer persegi permukaan air terdapat 18 ribu partikel plastic yang mencemari, ada yang berbentuk botol dan kantong dan juga berukuran serpihan kecil. Hal ini mengakibatkan 54% dari 120 spesies mamalia laut terancam karena tercekik oleh plastic yang tidak bisa daur ulang, 92,5% burung Northern fulmar mati karena menelan plastic kurang lebih 5% dari berat badannya, kandungan plastic mikro pada perairan pasifik utara meningkat 100x lipat dalam 40 tahun terakhir, 8 dari 10 barang utama yang ditemukan dipantai saat pembersihan adalah plastic untuk makanan dan minuman.
Membangun kesadaran kolektif Bebas dari Sampah
   Sampah merupakan limbah yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun rumah tangga. Sampah berupa sisa kegiatan sehari-hari manusia, proses alam yang berbentuk padat atau semi padar berupa zat organic dan anorganik yang dapat terurai dan tidak dapat terurai. Sampah bentuknya ada tiga macam yakni limbah cair(Air cucian, air sabun, minyak goring sisa), limbah padat(bungkus snack, ban bekas, botol air minum) dan limbah gas(karbon dioksida CO2, karbon Monoksida).
 Sampah digolongkan menjadi sampah organic, seperti sampah yang dihasilkan dari bahan-bahan hayati yang dapat diuraikan melalui proses alami, sebagian sampah itu berasal dari rumah tangga dan sampah Anorganik sampah yang dihasilkan dari bahan-bahan nonhayati, baik berupa produk sintetik maupun hasil proses teknologi pengolahan bahan tambang. Sampah anorganik seperti sampah logam, sampah plastic, sampah deterjen, sampah kaca, sampah keramik yang sebagian besar diuraikan dalam waktu yang sangat lama.