Mohon tunggu...
Salihudin
Salihudin Mohon Tunggu... Freelancer - Senang menulis tentang berbagai topik terutama yang berkaitan dengan peristiwa budaya, sosial dan politik.

Senang menulis tentang berbagai topik terutama yang berkaitan dengan peristiwa budaya, sosial dan politik.

Selanjutnya

Tutup

Money

Mensinergikan Kepentingan Buruh dan Pengusaha

1 Mei 2010   11:38 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:28 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Memang tidak mudah memadukan kepentingan buruh disatu pihak dan kepentingan pengusaha dipihak lain. Disamping karena perbedaan kelas,borjouis dan proletar juga karena prinsip ekonomi. Pengusaha dengan doktrin ekonomi klasik yang diyakini, ingin menghasilkan keuntungan yang sebesarnya besarnya dengan modal yang sekecil-kecilnya. Sebaliknya para buruh ingin memperoleh upah yang setinggi-tingginya dengan kerja yang seminim-minimnya. Begitulah paradoks kepentingan yang terjadi pada buruh dengan pengusaha.

Mungkin agak berlebihan preposisi di atas. Tetapi pada dasarnya itulah sebenarnya yg ingin dicapai. Kalau saya mengatakan sekiranya masing-masing pihak mempertahankan prinsip di atas pastilah tidak akan pernah ketemu. Karena memang dua prinsip itu adalah dua hal yg terlalu ideal yang tidak mungkin bisa dipenuhi.

Tuntutan buruh

Adalah suatu kewajaran apabila para buruh menuntut kesejahteraan yang lebih baik. Realitasnya para buruh memang mempunyai kedudukan yang lemah. Upahnya masih rendah hingga belum memadai untuk kebutuhan hidup di era modren ini. Apalagi secara politik, para buruh sering tidak berdaya berhadapan dengan para pengusaha yang memiliki modal banyak. Jadilah buruh betul-betul hanya menjadi faktor produksi layaknya mesin . Ia bisa diberhentikan dan dipekerjakan kapanpun oleh pengusaha tanpa bisa melawan kedzholiman itu, terutama pada saat dimana banyak memberlakukan sistem kontrak (outsourching).

Sejatinya para pengusaha harus menyadari juga kekeliruan ini. Keliru karena umumnya pengusaha menganggap apabila tuntutan buruh seperti peningkatan upah dan peningkatan keterampilan dipenuhi akan menyebabkan ekonomi biaya tinggi yang pada gilirannya akan menurunkan laba perusahaan. Sekali lagi ini salah kaprah. Justru dengan meningkatkan upah dan keterampilan akan semakin meningkatkan pendapatan perusahaan. Asumsinya jika gaji naik buruh akan semakin memiliki dedikasi kerja dan tanggungjawab pada perusahaan. Pada gilirannya akan semakin menambah produktivitas perusahaan. Inilah salah satu alasan mengapa relokasi industri tidak terjadi secara besar-besaran dari negara-negara industri yang upah buruhnya sangat tinggi seperti di Jerman ke negara-negara berkembang yang upah buruhnya rendah.

Sinergi Buruh dan Pengusaha

Menuntut pengusaha agar memberikan upah dan keterampilan yang tinggi tentu juga mempunyai konsekuensi terhadap buruh. Jelas, bila ingin memperoleh fasilitas yang memadai, seharusnya buruh juga harus meningkatkan keahlian dan dedikasinya terhadap perusahaan. Meskipun demikian, buruh dalam tuntutannya harus lebih objektif dan rasional. Artinya kemampuan perusahaan harus juga dilihat. Sekeras apapun tuntutan buruh apabila kemampuan perusahaan tidak dapat memenuhinya maka mustahil dipenuhi.

Disini yang diperlukan adalah transparansi. Perusahaan harus menjelaskan kemampuan perusahaan secara terang benderang pada buruh. Perusahaan harus jujur apa adanya. Tidak ada rahasia berkaitan dengan pendapatan. Perusahaan harus memaparkan keuntungan, biaya dan seterusnya. Sebaliknya para buruh pun merespon dengan hal yang sama. Keharusan dialog inilah yang harus terus menerus dilakukan agar kepentingan dua belah pihak dapat berjalan bersama. Bila ini berjalan maka tentu juga memperbaiki mutu buruh sekaligus meningkatkan pendapatan perusahaan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun