Stres adalah bagian yang tak terelakkan dari kehidupan manusia, baik dalam situasi modern maupun di masa lalu. Dalam sejarah Islam, Rasulullah SAW dan para sahabatnya sering menghadapi situasi yang penuh tekanan, baik secara emosional, fisik, maupun spiritual. Meski demikian, mereka mampu mengelola stres dengan bijaksana melalui pendekatan yang kini diakui dalam ilmu psikologi modern. Kisah-kisah mereka memberikan pelajaran penting tentang bagaimana menghadapi tantangan hidup dengan sabar, tawakal, dan hikmah.
Rasulullah SAW adalah teladan terbaik dalam mengelola stres. Salah satu peristiwa paling menekan dalam hidup beliau adalah saat kehilangan istri tercinta, Khadijah RA, dan pamannya, Abu Thalib, di tahun yang dikenal sebagai 'Aam al-Huzn (tahun kesedihan). Dalam situasi tersebut, Rasulullah tidak menyerah pada kesedihan. Sebaliknya, beliau menghadapinya dengan memperbanyak doa dan ibadah. Allah SWT menghibur beliau melalui wahyu: "Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?" (QS. Al-Insyirah: 1). Ayat ini mengajarkan bahwa pelipur lara sejati terletak pada hubungan yang mendalam dengan Allah.
Kisah lain yang menggambarkan manajemen stres adalah peristiwa hijrah ke Madinah. Rasulullah dan Abu Bakar Ash-Shiddiq RA menghadapi ancaman serius saat dikejar oleh kaum Quraisy. Dalam kondisi yang sangat menegangkan ini, Abu Bakar merasa khawatir, tetapi Rasulullah dengan tenang berkata, "Janganlah engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita" (QS. At-Taubah: 40). Kata-kata ini menunjukkan betapa pentingnya keyakinan kepada pertolongan Allah dalam mengatasi rasa cemas dan takut.
Selain keyakinan spiritual, sahabat Rasulullah juga memberikan contoh luar biasa dalam menghadapi tekanan dengan dukungan sosial. Misalnya, saat Umar bin Khattab RA menjadi khalifah, beliau sering turun langsung ke masyarakat untuk memahami kondisi mereka. Dalam salah satu kisah, Umar memikul sendiri karung gandum untuk seorang ibu yang kelaparan. Tindakan ini tidak hanya meredakan beban orang lain tetapi juga memberikan kedamaian bagi Umar sendiri. Psikologi modern mengakui bahwa membantu orang lain adalah cara yang efektif untuk meredakan stres dan meningkatkan kebahagiaan (Lyubomirsky et al., 2005).
Kesabaran juga menjadi kunci dalam mengelola stres, sebagaimana terlihat dalam kisah Bilal bin Rabah RA. Sebagai seorang budak yang disiksa karena keimanannya, Bilal menunjukkan keteguhan hati yang luar biasa. Dengan mengucapkan "Ahad, Ahad" (Allah itu Esa), ia menunjukkan bahwa fokus pada keyakinan mampu memberikan kekuatan untuk bertahan dalam situasi sulit. Psikologi resiliensi menyebut ini sebagai coping mechanism, yaitu kemampuan untuk tetap teguh menghadapi tekanan dengan memusatkan perhatian pada nilai-nilai inti.
Rasulullah juga mengajarkan pentingnya menjaga keseimbangan antara aktivitas dan istirahat. Dalam sebuah hadits, beliau bersabda, "Sesungguhnya tubuhmu memiliki hak atas dirimu" (HR. Bukhari). Beliau menganjurkan untuk tidur yang cukup, makan secara moderat, dan berolahraga, seperti memanah atau berkuda. Kebiasaan ini selaras dengan rekomendasi psikologi modern yang menekankan pentingnya perawatan diri sebagai salah satu cara mengelola stres.
Selain itu, introspeksi adalah bagian penting dari cara para sahabat mengelola stres. Ali bin Abi Thalib RA dikenal sering merenungkan tindakannya dan memperbaiki dirinya. Introspeksi memungkinkan seseorang untuk memahami penyebab stresnya dan mencari solusi yang lebih baik. Dalam perspektif Islam, introspeksi ini sering dikaitkan dengan muhasabah, atau evaluasi diri, yang membantu seseorang untuk tetap berada di jalan yang benar.
Kisah-kisah ini menunjukkan bahwa manajemen stres dalam Islam bukan hanya tentang pasrah atau menyerah, tetapi tentang menghadapi tantangan dengan strategi yang terarah. Prinsip-prinsip ini, seperti tawakal, dukungan sosial, kesabaran, perawatan diri, dan introspeksi, adalah pelajaran yang relevan untuk semua zaman. Dengan mengikuti jejak Rasulullah dan para sahabat, kita tidak hanya dapat mengatasi tekanan hidup, tetapi juga menemukan kedamaian di tengah badai kehidupan.
Referensi
Al-Qur'an dan Terjemahannya.
Al-Bukhari, M. I. (1998). Shahih al-Bukhari.