Mohon tunggu...
Salamuddin Uwar
Salamuddin Uwar Mohon Tunggu... Guru - Penikmat Air Putih

Menjadi pengajar di pelosok timur Indonesia, sambil sesekali menikmati bacaan tentang Hukum, HAM, Demokrasi, Sosial Budaya, Bahasa, Sejarah, dan Sastra.

Selanjutnya

Tutup

Book

Kritik atas Buku Genosida Banda Karya Marjolein van Pagee

12 Mei 2024   07:28 Diperbarui: 12 Mei 2024   07:39 857
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika pertama kali melihat buku karya Marjolein van Pagee dengan judul Genosida Banda; Kejahatan Kemanusiaan Jan Pieterszoon Coen, ada perasaan menggebu untuk segera memiliki dan melahap setiap lembarannya. Tentu saja, perasaan demikian didorong oleh naluri sebagai seorang keturunan asli Banda (Wandan) yang menjadi korban dari upaya genosida oleh Jan Pieterszoon Coen sekitar 400 tahun lalu. Selain perasaan yang menggebu, saya juga memiliki ekspektasi yang tinggi terhadap buku ini tentang "keberpihakan" Marjolein pada penduduk asli Banda yang kini bermukim di berbagai wilayah di Nusantara. Ekspektasi terhadap "keberpihakan" Marjolein semakin tinggi, ketika berbagai kalangan terutama sebagian keturunan diaspora Banda turut serta mengapresiasi serta memberikan kesan positif terhadap buku ini.

Setelah buku ini berada dalam genggaman saya dan mulai membacanya, ada perasaan emosional yang membuncah tatkala membaca halaman persembahan, di mana buku ini Marjolein mendedikasikan karyanya kepada para leluhur Wandan. Selain itu, dalam pengantar edisi bahasa Indonesia, Marjolein memberikan narasi yang membuat saya semakin terkesan dan bangga atas keberpihakannya pada diaspora Wandan. Pada pengantar edisi Bahasa Indonesia ini, Marjolein mengkritik habis sumber informasi yang berasal dari kolonial yang penuh dengan kebohongan, selain itu juga para sejarawan, seniman, dan pembuat film tentang Banda juga tidak luput dari kritikannya karena mereka dianggap mengabaikan keberadaan diaspora Wandan. Salah satu yang dikritik adalah film dokumenter; Banda the Dark Forgotten Trail (2017) yang disutradarai oleh Jay Subyakto, di mana Film ini juga pernah saya menyampaikan protes sekaligus kritik pada penulis naskah, sutradara, dan narasumber melalui tulisan yang dimuat di website Asosiasi Guru Penulis Indonesia (Agupena) dengan Judul "Tentang Film Dokumenter Banda the Dark Forgotten Trail."

Dalam buku tersebut, Marjolein mengulasnya dalam 6 topik bahasan. Pada bagian pertama, Marjolein mengulasnya dengan judul; Tiada Pendudukan tanpa Perang, dan Tiada Perang tanpa Pendudukan, judul tersebut didasarkan pada pernyataan Jan Pieterszoon Coen bahwa Tiada Perdagangan tanpa perang, dan tiada perang tanpa perdagangan. Tentu saja ini dimaksudkan sebagai sebuah keniscayaan ketika terjadi perdagangan, maka perang selalu menjadi solusi bagi buntunya setiap negosiasi, atau menjadi alat pemaksaan untuk patuh terhadap mekanisme pasar yang dibuat sepihak oleh Verenigde Oostindische Compagnie (VOC). Hal yang sama pun masih dipraktikkan hingga kini oleh perusahaan-perusahaan asal Belanda yang mencoba memonopoli dan memanipulasi perdagangan Pala demi keuntungan pribadi dan negaranya dengan cara yang lebih "manusiawi". Bagian kedua, Marjolein mengulas tentang Sejarah Awal bangsa Belanda menginjakkan kakinya di kepulauan Banda serta upaya memonopoli perdagangan dengan menempuh segala cara, termasuk melakukan kekerasan demi penguasaan atas Pala. Pada bagian ketiga, Marjolein lebih mendetail mengulas tentang Tindakan genosida oleh VOC melalui tangan Jan Pieterszoon Coen. Pada bagian ini, saya merasa terbawa dalam suasana yang mencekam sekaligus mengerikan seakan ikut merasakan setiap detail peristiwa yang tidak berperikemanusiaan itu, namun segera saya menyadari bahwa narasi yang terbangun dalam bagian ketiga ini tidak melibatkan "saya." Topik bahasan keempat, pada bagian ini Marjolein mengulas tentang Pelaku yang ditujukan pada sosok Jan Pieterszoon Coen, mulai dari kehidupan semasa kecilnya di Hoorn hingga ia ditunjuk oleh Heeren Zeventein sebagai Gubernur Jenderal VOC di Hindia Timur dengan segala sepak terjangnya. Berikutnya pada bagian kelima, Marjolein menguraikan tentang Kompeni, Di mana dalam uraian ini, ia menjelaskan tentang peran VOC dalam berbagai bidang, bukan hanya sekadar sebuah kongsi perdagangan, tapi lebih dari itu VOC memainkan peran penting di berbagai bidang seperti ekonomi, politik, moneter, peradilan, agama, yang saling memiliki keterkaitan. Pada bagian terakhir, Marjolein membahas tentang eksistensi kolonialisme mulai dari dahulu, kini, dan nanti.

Pada keenam topik ini, saya dengan sepenuh hati mencurahkan hati dan pikiran dalam mengeja setiap kata yang dirangkai oleh Marjolein dalam bukunya, namun tidak ada hal baru yang saya temukan, kecuali sumber-sumber yang kontra terhadap Perusahaan dagang VOC yang sahamnya dimiliki oleh Heeren Seventein dengan gubernur jenderalnya, Jan Pieterszoon Coen. Selain sejarawan Eropa yang kontra terhadap Coen dan VOC, Marjolein juga mengutip tulisan Imam Rijali tentang Hikayat Tanah Hitu sebagai sumber  data yang berkaitan dengan peristiwa genosida yang berlangsung pada awal tahun 1621. Selain Imam Rijali, Marjolein juga menjadikan para diaspora Banda yang bermukim di Belanda sebagai narasumbernya.

Pada titik ini, saya ingin memberikan daftar periksa untuk dijawab oleh Marjolein, sebagaimana ia memberikan daftar periksa ketika ia membaca sesuatu tentang genosida Banda dan Jan Pieterszoon Coen.

  • Apakah komunitas tersebut sudah terverifiksi sebagai diaspora Wandan?
  • Jika Ya, maka mereka berasal dari diaspora Wandan yang manakah?
  • Apakah diaspora Wandan ikut berkontribusi dalam penulisan buku ini sebagai narasumber?
  • Jika Ya, Di bagian manakah dalam buku ini berisi pengetahuan mereka tentang genosida Banda dan Jan Pieterszoon Coen?

Daftar pertanyaan ini bukan dimaksudkan untuk menyudutkan Marjolein, hanya saja menurut hemat saya sebagai salah satu generasi Wandan tidaklah cukup keberpihakan itu diperlihatkan dengan menyajikan pendapat sejarawan, para diaspora yang bermukim di Eropa, atau literatur yang kontraproduktif dengan pendapat yang membenarkan upaya genosida rakyat Banda oleh VOC dan Jan Pieterszoon Coen. Tetapi perlu juga mendengarkan suara para korban genosida terutama yang bermukim di Kepulauan Kei, karena menurut saya, mendengarkan suara para korban jauh lebih penting mengingat mereka yang mengalami dan merasakan dampak langsung dari peristiwa tersebut.

Sejujurnya ketika membaca buku ini, saya berharap mendapat sajian informasi terkait peristiwa genosida dan sosok Coen dari diaspora Banda asli terutama yang bermukim di kepulaun Kei, yakni di Desa Banda Eli dan Banda Elat, namun dalam buku setebal 210 halaman tersebut, saya tidak menemukan pendapat ataukah literatur dalam perspektif mereka terkait peristiwa genosida yang terjadi 400 tahun lalu. Pada titik ini, saya menganggap Marjolein tidak begitu memiliki keberpihakan terhadap korban genosida Banda, ia hanya memiliki keberpihakan dalam perspektif yang lain dengan tidak menyetujui sepak terjang VOC dan Coen.

Memang benar, Marjolein pernah mengunjungi diaspora Banda yang bermukim di kepulauan Kei, tapi tidak untuk meminta pendapat mereka atas peristiwa genosida yang terjadi 400 tahun lalu, tapi hanya sekadar mendokumentasikannya untuk bahan pelengkap bukunya yang telah ia terbitkan.  

Pada akhirnya, setiap catatan sejarah pasti menuai pro dan kontra tergantung dari pijakan mana kita berdiri, dan memberikan pandangan atas catatan itu. Dalam buku karya Marjolein ini, saya melihatnya dalam perspektif sebagai salah satu korban peristiwa genosida masa lalu yang selalu diabaikan oleh sejarawan, sineas, novelis, bahkan negara! Dan harapan saya, semoga Marjolein van Pagee bukan termasuk salah satu sejarawan yang abai akan eksistensi orang asli Banda. (*)    

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun