Mohon tunggu...
salahudin tunjung seta
salahudin tunjung seta Mohon Tunggu... Administrasi - Individu Pembelajar

Mohon tinggalkan jejak berupa rating dan komentar. Mari saling menguntungkan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Persatuan dan Peran Warga Negara: Meningkatkan Kualitas Pilkada

17 Desember 2024   14:19 Diperbarui: 17 Desember 2024   14:19 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pemilihan umum | Unsplash (https://unsplash.com/photos/person-standing-near-table-IBWJsMObnnU)

Kekuasaan diusahakan untuk direbut dengan kekuatan penuh dan segala cara. Banyak cara "tidak halal" untuk merebut hati masyarakat dan memenangkan kontestasi Pilkada. Mengutip Medcom.id, pada Pilkada Serentak 2024, BAWASLU RI telah berhasil mengidentifikasi 130 kasus dugaan politik uang yang dilakukan selama masa tenang hingga hari pemungutan suara. Selain itu, merujuk Mafindo.or.id, pada saat Pilkada Serentak 2024, dilakukan kegiatan Live Fast-Checking Pilkada 2024 yang diselenggarakan Koalisi CekFakta. Dalam kegiatan tersebut ditemukan bahwa terjadi 98 laporan terkait informasi yang diduga hoaks yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Dari 98 laporan, terdapat 77 yang diidentifikasi sebagai hoaks dalam 1 hari penyelenggaraan Pilkada Serentak 2024.

Politik uang seakan menjadi sesuatu yang "diwajarkan" terjadi di setiap pemilu/pilkada, berdasarkan riset Kompas, politik uang selalu masuk dalam kasus yang paling rentan terjadi. Berdasarkan track record Indeks Kerawanan Pemilu, isu politik uang selalu menjadi pelanggaran yang paling sering dilaporkan dalam rentang waktu sejak Pemilu 2014, Pilkada 2015, Pilkada 2018, dan Pemilu 2019.  

Politik uang dan hoaks mempengaruhi kualitas proses pilkada. Hasrat untuk berkuasa yang menghalalkan segala cara mempengaruhi tingginya biaya politik. Dampaknya adalah kontestasi pilkada serentak yang seharusnya dapat menghasilkan pemimpin daerah yang berkualitas dari proses adu gagasan dan ide, sebaliknya, malah melahirkan sosok pemimpin yang hanya bermodalkan sumber daya (uang) yang melimpah ketimbang gagasan dan ide yang berkualitas. Selain itu, produk dari hasil kontestasi pilkada yang sarat akan biaya politik yang tinggi akan cenderung membuat pemenang kontestasi berusaha untuk mengembalikan biaya yang telah dikeluarkan pada masa pilkada, dengan cara korupsi, memanfaatkan kuasa yang telah diperolehnya. Proses pilkada yang buruk tersebut akan menghasilkan pemerintahan yang buruk. Hal tersebut dipertegas dalam Artikel Ilmiah yang ditulis oleh Desak Made Pratiwi Dharayanti dkk. dengan judul "Dinamika Biaya Politik yang Tinggi dalam Politik dan Dampaknya terhadap Korupsi yang Berkelanjutan". Dalam Artikel Ilmiah tersebut dinyatakan bahwa biaya pilkada yang dikeluarkan jauh lebih besar dibandingkan dengan pendapatan resmi yang diperoleh oleh kepala daerah, menjadi faktor pendorong untuk para pemenang pilkada melakukan korupsi.

Legitimasi mayoritas melalui pilkada itu bak pisau bermata dua, dia dapat dimanfaatkan oleh pemerintahan yang dipimpin oleh kepala daerah yang terpilih untuk mengeluarkan kebijakan yang ditujukan untuk kesejahteraan rakyat daerah, namun juga dapat dimanfaatkan untuk "melegalkan" sesuatu hal bagi kepentingan diri dia sendiri, atau dimanfaatkan untuk melegitimasi tindakan represif yang merugikan masyarakat. Ketika kekuasaan yang diperoleh dan dilegitimasi oleh mayoritas publik melalui pemilihan umum dimanfaatkan untuk kepentingan diri dia sendiri dan merugikan masyarakat, maka itulah yang disebut tirani mayoritas.

Mengapa hoaks, politik uang, dan tirani mayoritas bisa terjadi? Apabila diperhatikan, hoaks dan politik uang terjadi karena adanya sebuah keefektifan sebagai sebuah alat politik. Dalam era sekarang, di mana informasi sudah menjadi sebuah kebutuhan masyarakat, membuat siapa yang dapat menguasai jagat maya, dialah yang memperoleh perhatian umum, maka hoaks, ujaran kebencian dan lain sebagainya dipolitisasi untuk kepentingan menyalurkan hasrat untuk berkuasa. Begitu pula politik uang, sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, bahwa politik uang tidak pernah hilang dari Indeks Kerawanan Pemilu dari tahun ke tahun sebagai isu yang paling sering dilaporkan. Hal tersebut dikarenakan masyarakat cenderung transaksional, sehingga politik uang dinilai efektif sebagai sebuah metode pemenangan. Pada akhirnya hoaks dan politik uang menghantarkan pada tirani mayoritas melalui legitimasi pilkada.

Sebenarnya antara warga negara dan negara itu saling terkait satu sama lain. Warga negara memiliki peran yang krusial dalam perkembangan negara. Dalam konteks pilkada, negara memiliki kepentingan untuk menyelenggarakan proses alih kekuasaan melalui pilkada dan memastikan agar proses tersebut berjalan dengan lancar, sehingga hasil pilkada memiliki legitimasi yang kuat dan pemerintahan dapat terus berjalan. Sementara, warga negara memiliki kepentingan atas pemerintahan yang berkualitas sebagai hasil dari pilkada.

Bahwa partisipasi warga negara tidak hanya sekedar datang dan memilih di TPS. Namun juga bertanggung jawab atas segala tindakannya sepanjang proses Pilkada. Bagaimana warga negara merespon dugaan disinformasi di media sosial dan bagaimana warga negara merespon apabila terdapat serangan fajar menjadi penting untuk kualitas pilkada serentak ke depannya. Apabila warga negara cenderung transaksional dalam proses kontestasi pilkada dan mudah percaya pada informasi yang tidak jelas sumbernya yang disebarkan di media sosial, maka politik uang dan politisasi hoaks untuk menggiring opini publik akan selalu dianggap efektif untuk memenangkan pilkada.

Perlu adanya kesatuan tindakan antara warga negara dan negara. Bahwa kepentingan negara atas penyelenggaraan Pilkada yang berjalan dengan lancar dan memiliki legitimasi yang kuat sehingga pemerintahan dapat terus berjalan, harus didukung dengan tindakan warga negara. Penolakan terhadap politik uang dan tidak mudah terprovokasi serta selalu cek fakta terhadap segala informasi yang meragukan yang diperoleh melalui media sosial, dapat meningkatkan kualitas Pilkada. Peningkatan kualitas Pilkada dapat menurunkan biaya politik. Turunnya biaya politik dapat berdampak pada adanya peningkatan kualitas pemerintahan, sehingga tindakan warga negara untuk menolak politik uang dan tidak mudah terprovokasi serta selalu cek fakta atas segala informasi dapat membuat kepentingan warga negara atas pemerintahan yang berkualitas dari hasil pilkada dapat terwujud.

Semangat persatuan tidak hanya perihal persatuan antar warga negara, tetapi juga persatuan antara rakyat dengan negara. Bahwa berdasarkan Risalah Sidang BPUPKI, Soepomo menjelaskan bahwa suasana persatuan dalam negara mencakup semangat gotong royong dan kekeluargaan antara rakyat dan pemimpin (negara). Sementara menurut Philipus M. Hadjon dalam karyanya yang berjudul "Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia", menjelaskan bahwa salah satu elemen dari Negara Hukum Pancasila adalah adanya keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat berdasarkan asas kerukunan, sehingga persatuan warga negara dengan negara dalam hal menyukseskan pilkada serentak merupakan wujud dari penerapan Negara Hukum Pancasila.

          Partisipasi warga negara dalam pilkada tidak hanya perihal untuk memilih di TPS, tetapi juga harus berpartisipasi mendukung negara dalam menyukseskan proses alih kekuasaan melalui pilkada. Hal tersebut dilakukan dengan menolak politik uang dan tidak mudah terprovokasi dan selalu cek fakta terhadap segala informasi yang diperoleh dari berbagai media, khususnya media sosial. Hal ini akan meningkatkan kualitas pilkada sehingga dapat menurunkan biaya politik ke depannya, yang bermuara pada peningkatan kualitas pemerintah, sehingga kepentingan warga negara atas kebutuhan peningkatan kualitas pemerintah dapat terwujud. Tindakan dari warga negara dalam menolak politik uang dan tidak mudah terprovokasi serta selalu cek fakta terhadap segala informasi merupakan bentuk sinergisitas warga negara dengan negara dalam menyukseskan pilkada serentak dan wujud dari semangat persatuan antara warga negara dan negara sebagai praktik prinsip Negara Hukum Pancasila.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun