Mohon tunggu...
salahudin tunjung seta
salahudin tunjung seta Mohon Tunggu... Administrasi - Individu Pembelajar

Mohon tinggalkan jejak berupa rating dan komentar. Mari saling menguntungkan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Hak Kebebasan untuk Beragama

12 Februari 2018   11:11 Diperbarui: 13 Februari 2018   15:24 781
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: goodmenproject.com

Berbicara terkait agama adalah berbicara mengenai keyakinan individu, dan kita sebagai individu memiliki hak atas keyakinan tersebut. Indonesia bukanlah negara yang baru dalam hal berkeyaninan, jauh sebelum masuknya Belanda bahkan sebelum terbukanya jalur sutera perdagangan, Nusantara telah berkeyakinan kepada Dzat yang luar biasa kuat di alam semesta ini.

Animisme dan Dinamisme telah terlebih dahulu dipeluk oleh bangsa ini, dengan berbagai macam kepercayaan diberbagai wilayah di Nusantara saat itu.

Indonesia dengan susunan masyarakat yang beraneka ragam terutama kali dalam hal keyakinan, membuat _Founding Father _ Negara ini berusaha mengakomodir segala golongan yang ada dalam rangkaian yang disebut Pancasila. Terbukti, untuk memngakomodir keyakinan yang dianut oleh mayoritas masyarakat dari Indonesia bagian timur, Frasa"... Kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya" diganti dengan "Ketuhanan Yang Maha Esa" dan telah menjadi konsensus bersama bangsa Indonesia.

Pada Pasal 28 E ayat (1) ditegaskan bahwa "Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya..." dan pada ayat (2) tertulis bahwa "Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.". Hal ini menegaskan bahwa masyarakat Indonesia bebas dalam hal memeluk agama,  juga berhak untuk beragama, bebas untuk menjalankan kewajiban menurut keyakinannya dan bebas untuk menjalannya segala ibadah menurut keyakinan yang dipercayainya tanpa terkecuali serta negara harus menjamin itu.

Kebebasan beragama bukan berarti diartikan sebebas-bebasnya karena apabila sebebas-bebasnya terindikasi akan memicu adanya gesekan horizontal. Ir.Soekarno dalam sidang BPUPKI pada 1 Juni 1945 telah menyampaikan dalam pidatonya saat itu yaitu "Hendaknya negara Indonesia ialah negara yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhannya dengan cara yang leluasa. Segenap rakyat hendaknya ber-Tuhan secara kebudayaan, yakni dengan tiada egoisme-agama."

Bertuhan dengan tiada egoisme-agama merupakan kunci dari hak memeluk agama di Indonesia, merupakan sesuatu yang dinginkan dari frasa "Ketuhanan Yang Maha Esa", merupakan kondisi yang dicita-citakan melalui Pancasila, yaitu kondisi dimana masyarakat dapat beragama tanpa harus gelisah dalam menjalankan agamanya.


Keyakinan adalah soal hati, sehingga keyakinan itu tidak bisa dipaksakan secara sepihak. Segala ibadah yang dilakukan menurut keyakinannya diperbolehkan secara hukum untuk dilakukan diseluruh wilayah Indonesia tanpa terkecuali, tindakan persekusi dan tindakan ancaman lainnya sangat tidak dibenarkan dan merupakan tindakan inkonstitusional. Negara sebagai pengemban amanat konstitusi pun diharapkan dapat menjamin kebebasan warga negaranya dalam beragama.

Soal keyakinan ini tak jarang mengakibatkan konflik horizontal yang berakibat besar, belum hilang dari ingatan kita bahwa pernah terjadi konflik horizontal yang berlatarkan keyakinan diantaranya yaitu Konflik Poso, Ambon serta Tolikara. Hal seperti ini, kita ingat bukan untuk menyulut kembali api yang telah padam, tetapi untuk menjadi pelajaran kita bahwa jangan sampai terulang kembali tragedi yang serupa. Luka-luka fisik mungkin dapat diobati tetapi luka batin, siapa yang tahu obatnya.

Inilah dampak dari konflik horizontal yang sulit untuk diobati dan membutuh waktu yang tidak singkat untuk mengembalikan kondisi masyarakat seperti semula, oleh karena itu segala elemen masyarakat patutnya sadar dan paham akan hak memeluk agama dan menjalankan agama dilingkungan masyarakat, agar tidak ada lagi konflik berlatarkan atas keyakinan.

Pencegahan adanya tindakan egoisme-agama adalah berawal dari para pemuka agama untuk memberikan khotbah penyejuk hati dan jiwa dalam bernegara serta penyadaran rakyat oleh pemuka agama bahwa Indonesia bukan milik dari satu atau beberapa golongan tetapi milik bersama. Kesadaran itu yang harusnya ditumbuhkan kembali dan dirawat, agar tak terjadi  tindakan-tindakan yang mengakibatkan gesekan horizontal.

Selain pendidikan agama oleh para pemuka agama, pun juga pendidikan formal yang memberikan nilai-nilai kebhinnekaan  sejak dini, karena proses pembentukan anak merupakan hal paling penting terutama kali peran sekolah sebagai lembaga pendidikan formal, selain itu juga para Politikus dituntut sifat kenegarawanannya dalam segala proses politik, untuk tidak sama sekali memanfaatkan atau mekapitalisasi isu-isu yang sangat sensitif terutama kali agama, dikarenakan dapat mengakibatkan luka bangsa yang berkepanjangan. Ingat, Indonesia adalah tanah yang diizinkan untuk diinjak oleh perbedaan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun