Indonesia merupakan negara yang kaya, baik itu dari sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Namun, permasalahan yang sampai saat ini menjadi bahan perbincangan dan kritik untuk Indonesia yaitu ketimpangan, kemiskinan, dan pengangguran yang masih banyak di Indonesia. Dengan kekayaan yang dimiliki Indonesia dari SDA ataupun SDM, disisi lain segala permasalahan sosial yang dapat menghambat perekonomian negara masih belum teratasi dengan baik. Lalu apakah masyarakat Indonesia merasa dirinya sudah sejahtera?
Antara kekayaan dan kesejahteraan cukup memiliki relasi antar keduanya, namun kebahagiaan seseoraang yang diciptakan dari kepemilikan atas uang atau kaya memiliki batas maksimal tertentu, dimana jika seseorang memiliki lebih banyak dari batas terebut maka kekayaan tidak terlalu berdampak pada kebahagiaan atau kesejahteraan orang tersersebut. Kesejahteraan tidak dapat ditentukan oleh satu faktor saja, ada faktor lain yang dapat mempengaruhi kesejahteraan seseorang bahkan masyarakat di suatu negara. Seperti faktor tingkat pendapatan, kesenjangan ekonomi dan sosial, akses terhadap pendidikan dan layanan kesehatan, serta ketersediaan lapangan kerja.Â
Di Indonesia menurut Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan jumlah penduduk yang bekerja di Indonesia 2023 mencapai 138,63 juta orang, jumlah ini mengalami peningkatan sebesar 3,02 juta orang sejak Februari 2022. Pada bulan Februari 2023, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) mencapai 5,45 persen, mengalami penurunan sebesar 0,38 persen poin dibandingkan dengan Februari 2022. Rata-rata upah buruh pada Februari 2023 mengalami peningkatan sebesar 1,8% yaitu pada besaran 2,94 juta rupiah. Dengan rata-rata upah paling tinggi berasal dari Real Estat sebesar 4,82 juta, dan upah terendah berada pada kategori Jasa Lainnya yaitu berada pada besaran 1,90 juta.
Pada tahun 2022 tercatat Angka Melek Huruf (AMH) di Indonesia di usia anak 15 tahun ke atas sebesar 96,35%. Kemudian terjadi penurunan dalam Angka Partisipasi Sekolah (APS) untuk anak di usia 7-12 menjadi 99,10%, anak usia 13-15 juga mengalami penurunan menjadi 95,92%. Persentase APS untuk anak berusia 16-17 berada pada 73,15% yang menurut BPS persentase tersebut mengalami peningkatan sebesar 0,06%.
Pada sektor kesehatan berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022, terlihat bahwa dalam rentang waktu 2021 hingga 2022, terjadi penurunan sebesar 2,8% dalam angka prevalensi stunting di Indonesia. Capaian ini sejalan dengan target yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan, yakni mengurangi prevalensi stunting sekitar 2,7% setiap tahunnya.
Meski di beberapa sektor Indonesia mulai memperbaiki dan mengupayakan kinerja untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, ternyata ada beberapa dampak negatif yang terjadi akibat masyarakat tidak mendapatkan kesejahteraan sosial yang tidak ditangani. Dampak tersebut yaitu:
1.Ketimpangan sosial dan ekonomi akan semakin merosok lebih dalam
2.Menjadi tantangan negara dalam pembangunan dan akan sulit mencapai pertumbuhan ekonomi berkualitas dan berkelanjutan
3.Konflik sosial yang terjadi yaitu dipicu oleh kesenjangan di masyarakat
4.Menurunnya kesehatan dan kualitas hidup masyarakat
5.Migrasi besar-besaran terjadi karena masyarakat yang akan mencari kehidupan yang lebih baik