Mohon tunggu...
Salaby Maarif
Salaby Maarif Mohon Tunggu... -

Jualan, Tennis, Menulis dan Silaturahmi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pindah Aja Sholat Iednya, Nanti Kita Dapat Infaknya

8 Agustus 2012   19:54 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:04 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pragmatisme dan politik “wani piro” ternyata sudah mendarah daging disebagian besar masyarakat kita. Jadi wajar saja jika partai-partai politik besar tidak pernah repot jualan ide tentang Negara. Mereka cukup diam hingga beberapa saat sebelum pemilu dan jika saatnya tepat tinggal gelontorkan uang ke sel-sel yang sudah dimiliki dan menang. Tapi tulisan ini tidak akan membahas tentang strategi pemenangan partai politik, tulisan ini membahas tentang ibadah yang telah terkontaminasi dengan mentalitas  pragmatisme dan kebiasaan politik “wani piro” sebagian ummatnya.

Dalam sebuah rapat kampung beberapa waktu lalu tercetus gagasan dari warga tentang perlunya kampung tersebut memisahkan diri dalam melaksanakan sholat idul fitri yang sekiranya akan dilaksanakan beberapa hari mendatang. Dengan sangat meyakinkan, sang pengusul memberikan empat alasan mengapa kampung ini perlu memisahkan diri dari Panitia Hari Besar Islam tingkat desa. Pertama, Jarak antara kampung dengan lapangan penyelenggaraan jauh sehingga banyak yang datang terlambat. Kedua, memisahkan diri ini bukan bagian dari memutus silaturahmi tetapi merupakan bagian dari syiar islam. Ketiga, tempat penyelenggaraan semakin sempit yang bisa jadi tidak muat untuk penyelenggaraan mendatang. Keempat, kampung dapat mengelola dana dari hasil infak terlebih lagi kampung saat ini baru bangun masjid.

Selain alasan yang sangat rasional, sang pengusul juga merupakan tokoh setempat. Sehingga hampir mayoritas warga menerima usulan tersebut. Sedari awal saya hanya mengikuti jalannya rapat dengan berbagai dugaan miring yang melayang-layang dibenak. Dan ternyata benar dugaan saya, dari empat alasan yang diajukan sang pengusul, hanya alasan yang ke empat saja yang selalu dibahas dan berputar-putar. Yang intinya adalah ada potensi dana sekitar 5 juta rupiah yang bisa diraup kampung dalam penyelenggaraan sekali event  sholat ied. Nominal tersebut sangat besar bagi pendapatan sekelas kampung kami.

Inilah yang sangat saya tolak habis-habisan, ketika ibadah di kuantifikasi dengan balasan materi tertentu. Atau dalam kontek lain ketika ibadah harta harus menghasilkan harta semisal dengan multiplier tertentu. Bukankah ini sudah keluar dari jalur ibadah yang sesungguhnya? Bukankah Tuhan telah berfirman : “Inna sholaatii wa nusukii wa mahyaaya wa mamaatii lillahi robbil alamin..”, “sesungguhnya sholatku dan ibadahku dan hidupku dan matiku semata-mata karena Allah Tuhan semesta alam”. Ibadah bukanlah kita bersedekah avansa agar mendapat alparhd, apalagi sekedar menyiapkan tempatnya untuk merampas hasil infaknya, sungguh Naif!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun