Manuver KPK dalam mengobok-obok institusi kepolisian adalah sebuah prestasi yang cukup membanggakan. Bagaimana tidak, KPK tidak tanggung-tanggung langsung menusuk jantung kepolisian dalam upaya pembersihan institusi polri dari perilaku menyimpang sebagian anggota dan pimpinannya. Saya tidak mengatakan bahwa mayoritas anggota polri berperangai bejat, karena saya punya beberapa kawan bahkan tetangga yang berprofesi sebagai polisi namun bermoralitas baik, bahkan sangat baik meskipun hampir semua mereka tidak jadi apa-apa.
Saya jadi teringat cerita teman yang jadi kuasa hukum ketika membela kliennya di Polda. Dalam kasus narkoba dan pemerkosaan yang beberapa kali ditanganinya, dirinya harus merogoh kocek sejumlah 35 juta per penyidik dengan jumlah penyidik 2 orang untuk penangguhan penahanan. Namun ada dua penyidik ibu-ibu (polwan) yang selalu menolak angpau coklat (bukan merah) yang disediakan teman saya dengan jawaban : "saya akan bantu saudara sesuai dengan prosedur yang berlaku". Makanya dia sangat berbahagia jika kliennya dapat penyidik ibu-ibu itu. Meskipun resikonya permohonan penangguhan tersebut belum tentu terkabul, lain halnya dengan dengan penyidik cap angpau coklat. Itu cerita beberapa saat sebelum sang jendral ketangkap KPK, kebenarannya seperti apa wallahu alam.
Bermula dari kisah penyandraan tim penyidik KPK selama dua hari di kandang reskrim polisi dan perseteruan antara adik kelas dan kakak kelas (novel baswedan), muncullah nama Djoko Susilo yang kasusnya diperkarakan saat dia menjabat kakorlantas. Sebuah pertanyaan yang menggelitik dalam hati yang sampai sekarang belum juga terjawab meski mulai ada titik terang. Mengapa pintu masuknya lewat Djoko Susilo bukan yang lain? Bukankah teman-temannya yang selevel kurang lebih juga punya perilaku yang sama? Apa karena doyan kawin? Ah ga juga, malahan konon kawin-kawinnya resmi. Atau apa dia ga suka pelihara centeng? Atau jangan-jangan hanya karena nama yang pakai ejaan lama yakni Djoko Susilo, bukan Joko Susilo? Saya masih meyakini bahwa nama akan menjelma dalam kepribadian sang pemilik, jika namanya ndesit tanpa makna maka perilakunya tidak akan jauh-jauh dari nama itu (hah..ngelantur)
DJOKO SUSILO, ASSET DAN KELUGUANNYA
Kasus terus bergulir, teman-temannya mulai juga diminta keterangan. Tidak luput para istrinya yang cantik juga dihadapkan ke kantor KPK. Satu persatu asset dibekukan rekening cash puluhan milyar, tidak kurang dari 26 asset tanah dan bangunan yang tersebar dimana-mana juga di sita KPK,termasuk usaha sampingannya. 5 bus pariwisata 1 mobil travel, pom bensin (ga tahu apa yang ini juga dibekukan) juga mobil-mobil mewahnya.
Lagi-lagi pertanyaan mengawang diudara? Djoko Susilo ini Jendral macam apa? Apa dia itu bodoh atau kurang gaul alias lugu? Kenapa dia ga ikut-ikutan para pendahulunya? Atau apakah duitnya itu jumlahnya emang extra-extra ordinary sehingga perilakunya seperti itu? Kan sudah jelas kalau kita punya tetangga bernama Singapore yang enggan kerjasama dengan Indonesia dalam hal ekstradisi dan pembekuan aset money laundringnya "bajingan-bajingan" kakap Indonesia (maaf saya terbawa emosi). Bagaimana nggak emosi, negara kecil yang bisa kita tenggelamkan dengan air kencing bangsa indonesia (dengan syarat seluruh bangsa Indonesia tua-muda, kakek-nenek, laki-perempuan kencingnya bareng) berani mengabaikan bangsa kita dan bodohnya kita tidak punya power untuk menekan.
Sudah bukan rahasia lagi jika Singapore dibesarkan dari uang-uang haram yang dititip orang indonesia disana. Jadi Gedung - gedung megahnya Singapore adalah cermin dari keringat rakyat jelata Indonesia. Banyak rekening jutaan dolar yang dimiliki oleh satu orang Indonesia disana, tak lain dan tak bukan disinyalir itu rekening para teman dan pendahulu Djoko Susilo, pengusaha abu-abu,bankir-bankir culas dan pejabat-pejabat korup lainnya.
Lebih miris lagi, para pengusaha indonesia malah berlarian ke Singapore untuk cari pinjaman kredit yang bunganya 5-6% setahun dibanding di indonesia yang 8-9% setahun. Itupun jika lihai melobi bunga pinjaman bisa sampai 4,5% setahun. Hal inilah yang membuat guru saya malu ketika diminta bantuan sebuah korporasi indonesia cari pinjaman di Singapore. Si bankir Singapore bilang sama sang guru : "maaf ya pak sebelumnya, bapak tidak boleh marah dan tersinggung". Sang guru " ya, ada apa?". Bankir Singapore : "sebenarnya yang goblok itu negara dan bangsa bapak". Sang guru :"ya, saya sudah tahu, sambil tersenyum kecut".
Apa jangan-jangan duit Djoko Susilo sudah terlampau banyak di Singapore sampai dia gak enak hati kalau mau nambah rekeningnya disana.
Meski Bejat Ia Bervisi Pemberdayaan
Alakulli hal, saya juga ada salut-salutnya dengan dengan jendral Djoko Susilo ini. Karena ia tidak hanya taruh uangnya di bank dan tinggal terima bunganya. Misal dia sudah punya uang di bank 100 milyar bunga deposito 7% setahun, kan setahun udah dapat 7 milyar? Atau dia main dipasar uang, berapa duit yang bisa dikumpul setiap bulannya? Ternyata sang jendral masih bermain di sektor riil, pom bensin, bus wisata, travel dan beberapa sektor riil lain tentunya. Sektor ini yang sebenarnya secara nyata dapat men-drive perekonomian rakyat bawah.