Mohon tunggu...
Saksono Budi
Saksono Budi Mohon Tunggu... Dosen - Urip Iku Urup

Tulislah yang akan kamu kerjakan, dan kerjakan apa yang kamu tulis

Selanjutnya

Tutup

Money

Aspek Perpajakan Digital dan Pertumbuhan Ekonomi

16 Oktober 2023   15:45 Diperbarui: 16 Oktober 2023   15:51 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perdagangan merupakan salah satu instrumen untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan dimana pertumbuhan ekonomi sangat diperlukan bagi kesejahteraan Masyarakat baik perdagangan yang dilakukan secara langsung (offline) atau dilakukan di pasar yang pada umumnya, ataupun perdagangan yang dilakukan secara online yang saat ini dikenal dengan istilah PMSE (Perdagangan Melalui Sistem Elektronik). Secara prinsip keduanya memiliki peran dan tujuan yang sama, yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan Masyarakat dan pertumbuhan ekonomi, namun belakangan banyak pelaku perdagang secara offline atau pedagang di pasar-pasar pada umumnya merasa tersingkirkan oleh pelaku perdagangan yang melalui online, dimana pedangan online bisa menjual barang dagangannya bisa lebih murah dibanding yang dipasar tradisional karena para pedagang online tidak perplu menyewa tempat dan membayar pajak. Ditambah lagi maraknya isu e-commerce yang menjadi polemik belakangan ini dan ditutup oleh pemerintah salah satunya tiktok olshop yang dibekukan oleh pemerintah seolah-olah itu membenarkan apa yang menjadi isu belakangan ini. lantas apakah benar pelaku pedagang online hanya merusak harga pasar dan tidak memberikan manfaat bagi perekonomian sehingga harus ditutup?

E-Commerce (Elektronik Commerce) adalah aktivitas penyebaran, penjualan, pembelian, pemasaran produk (barang dan jasa) dengan memanfaatkan jaringan telekomunikasi seperti internet, televisi, atau jaringan komputer lainnya. Secara sederhana, e-commerce merupakan proses pembelian atau penjualan secara elektronik yang tentunya memiliki sisi baik dan buruk. Sisi baik dari e-commerce itu sendiri adalah memudahkan masyarakat dalam mendapatkan kebutuhan sehari-hari tetapi di samping itu sisi buruk dengan adanya transaksi elektronik ini adalah secara perlahan akan menggantikan toko tradisional yang berdampak pada ekonomi para penjual yang masih menerapkan sistem kunjungan toko. Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE/62/PJ/2013, transaksi e-commerce terbagi menjadi 4 model diantaranya  Online Marketplace, Classified Ads, Daily Deals, dan  Online Retail. Salah satu isu yang sedang ramai diperbincangkan oleh para penjual adalah pengenaan tarif pajak untuk para e-commerce, pasalnya mereka yang melakukan penjualan secara online kerap diperbincangkan tidak dikenakan pajak. Namun, berdasarkan SE-62/PJ/2013 Tentang Penegasan Ketentuan Perpajakan atas Transaksi e-commerce, ada dua jenis pajak yang dipungut yaitu PPN dan PPh.

Pemerintah juga telah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 210/PMK.010/2018 tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi Perdagangan melalui Sistem Elektronik yang akan diberlakukan mulai 1 April 2019 yang dimana berisi penyedia platform marketplace wajib memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sekaligus wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Ketentuan PSME ( Pemanfaatan BKP & JKP tidak berwujud dari luar daerah paben maupun dalam daerah pabean) sesuai PP 80 tahun 2019, Perpu 1 tahun 2000, PMK 48/PMK.03/2020, Per 12/PJ/2020 SE-44/PJ/2020 dan PMK 60/PMK.03/2022. Dan berdasarkan Permendag 31 Tahun 2023 mengatur definisi media sosial, social commerce, dan e-commerce (lokapasar). Pemilik e-commerce disebut Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) sebagai pelaku usaha penyedia sarana komunikasi elektronik untuk transaksi perdagangan. Pemerintah telah mengatur perizinan untuk beralih menjadi e-commerce sejalan munculnya larangan media sosial menjadi e-commerce. Aturan tersebut berlaku bagi pelaku usaha dalam negeri maupun luar negeri.

Melihat aturan yang sudah dikeluarkan pemerintah dan fakta yang ada menepis isu yang terjadi saat ini terkait pelaku PMSE yang tidak membayar pajak. Bahkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan telah mengumpulkan pajak pertambahan nilai (PPN) dalam perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) atau pajak digital sebesar Rp13,87 triliun hingga 31 Juli 2023. Penerimaan pajak tersebut berasal dari 139 pelaku usaha PMSE. "Jumlah tersebut berasal dari Rp731,4 miliar setoran tahun 2020, Rp3,90 triliun setoran tahun 2021, Rp5,51 triliun setoran tahun 2022, dan Rp3,73 triliun setoran tahun 2023," kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP. Fakta ini menambah keyakinan jika PMSE juga memberikan sumbangsih terhadap perekonomian nasional yang cukup besar.

Saksono Budi, S.E., M.M.

Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pamulang

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun