Dalam hidup, kehilangan seseorang bukanlah suatu hal yang bisa dapat diterima dengan mudah. Setiap insan di dunia ini pasti akan mengalami kehilangan dengan rasa yang teramat besar. Begitulah dengan saya, salah satu hal yang paling saya takutkan terjadi, nenek pergi meninggalkan saya untuk selama-lamanya.
Suatu pagi, ada dua ekor merpati hinggap di bubungan disertai angin yang suka berputar-putar mengelilingi rumah. Saya dan nenek bercengkrama tentang hal-hal yang terjadi di hidup kami. Namun, sangat disayangkan hal seperti itu tidak akan terulang kembali.
Kami sangat dekat. Saya dan nenek selalu bersama dari kecil hingga saya beranjak dewasa. Saat kecil nenek senang membacakan dongeng tentang binatang sebelum tidur. Kasih sayang nenek untuk saya sebagai cucunya selalu tercurah layaknya memberikan perhatian kepada darah dagingnya sendiri.
Ketika malam itu, masih terlintas di benak saya, nenek berkata. ''Nenek sayang sama cucu nenek yang cantik ini. Kamu sehat-sehat ya. Nenek punya boneka untuk menemani cucu nenek tidur''. Saya menerima boneka itu dan langsung memeluknya dengan erat sebelum tidur.
Besoknya, terdengar kicauan burung di sekitar rumah, matahari yang bersinar lebih cerah dari biasanya. Nenek membangunkan saya dengan penuh kasih sayang, dengan suara lembut yang dimilikinya membuat saya terbangun dari tidur yang lelap. Layaknya sang putri raja, saya terlalu diperlakukan dengan baik.
Nenek adalah sosok yang ramah kepada siapapun, selalu berbuat baik tanpa memilah dan memilih orang-orang disekelilingnya. Dalam keadaan apapun, nenek selalu berbagi walau rezeki yang dimiliki nenek tidak banyak. Tidak pernah sekalipun ia meninggalkam solat. Nenek selalu menjadi contoh yang baik bagi saya.
Namun, siapa sangka dibalik keceriaan nenek yang ditunjukkan saya setiap harinya. Nenek ternyata menyimpan penyakit kanker getah bening. Penyakit itu datang ke tubuh nenek karena pola hidup nenek kurang sehat. Ketika saya mendengar hal tersebut, saya merasakan kehancuran yang sangat amat dalam.
Tetapi nenek hebat. Nenek berhasil menutupi rasa sakit itu dari saya. Nenek tidak ingin melihat saya sedih. Tanpa saya sadari, nenek sudah berjuang dengan kuat melawan penyakit kanker yang jarang sekali ada kemungkinan untuk sembuh. Pikiran saya saat itu hanya, saya takut untuk kehilangan nenek, saya takut untuk tidak bertemunya lagi.
Nenek berjanji kepada saya untuk sembuh. Nenek selalu pergi ke rumah sakit untuk melakukan kemoterapi hingga menyebabkan rambut rontok satu per satu, bahkan menyebabkan rambut nenek sampai botak. Hari demi hari berlalu, penyakit itu masih ada di tubuh nenek. Segala upaya sudah dilakukan.
Pada akhirnya, saat nenek dirawat di rumah sakit, Tuhan berkehendak lain dengan mengambil nafas nenek dari tubuhnya. Dokter mengabarkan nenek sudah telah tiada. Nenek menyerah dengan penyakit itu.
Hidup saya sangat hancur. Air mata saya menetes dengan sangat deras ketika mengantarkan nenek ke tempat peristirahatan terakhirnya. Saya membawa boneka yang nenek berikan kepada saya. Seseorang yang sangat saya cintai pergi untuk selama-lamanya. Sejak itu, hidup saya sepi dan hampa.
Sekarang, saya menyadari bahwa saya tidak boleh terlalu berlarut dalam kesedihan, hidup saya harus tetap berjalan sebagaimana mestinya. Saya harus menerima dengan lapang dada atas takdir yang diberikan Tuhan kepada saya. Kenangan bersama nenek akan selalu berada di hidup saya. Nenek sudah tidak perlu merasakan sakit lagi. Hal-hal baik yang selalu nenek contohkan kepada saya, akan selalu saya tanamkan dalam diri saya selama saya menjalani hidup ini.
Boneka yang nenek kasih saat itu akan menjadi barang yang sangat berharga dan tidak akan lepas menemani saya saat tidur. Nenek, saya rindu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H