Kabupaten Garut: Minimarket Bencana yang Terabaikan Kabupaten Garut dikenal sebagai daerah dengan potensi bencana yang sangat beragam.Â
Disebut sebagai "minimarket bencana," Garut memiliki potensi 14 jenis bencana yang pernah terjadi maupun mungkin terjadi di masa mendatang, termasuk banjir, banjir bandang, angin puting beliung, gempa bumi, tsunami, kebakaran hutan, kekeringan, dan tanah longsor.Â
Meski demikian, perhatian pemerintah daerah, khususnya Helmi Budiman yang telah menjabat sebagai Wakil Bupati selama lebih dari satu dekade, terhadap mitigasi dan kesiapsiagaan bencana tampak kurang memadai.
Minimnya Upaya Mitigasi di Tengah Tingginya Risiko
 Penanggulangan bencana menjadi tanggung jawab pemerintah, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (UU PB).Â
Namun, kinerja pemerintah Kabupaten Garut dalam menanggulangi bencana tampak jauh dari memadai, terutama bila melihat fakta bahwa Garut memiliki Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI) tahun 2023 dengan skor sebesar 147,39.Â
Skor ini menempatkan Garut dalam kategori risiko bencana tinggi, menempati peringkat ke-36 dari 514 kabupaten/kota di Indonesia dan posisi ke-4 di Provinsi Jawa Barat. Padahal, sebagai daerah dengan tingkat risiko bencana yang tinggi, mitigasi bencana seharusnya menjadi prioritas.Â
Penanganan bencana tidak hanya sekadar menanggulangi kejadian bencana ketika terjadi, tetapi juga memerlukan kesiapsiagaan yang melibatkan penguatan infrastruktur, edukasi kepada masyarakat, serta penguatan kelembagaan penanggulangan bencana.
 Penguatan BPBD yang Tak Serius
 Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Garut, sebagai lembaga yang seharusnya menjadi ujung tombak dalam manajemen bencana, tidak terlihat mendapatkan perhatian serius. Kelemahan ini terlihat dari kondisi BPBD yang dianggap sebagai "OPD teknis" dan bahkan dijadikan tempat buangan ASN, sehingga kompetensi dan profesionalisme staf BPBD jauh dari memadai.Â