Segala puji bagi Allah, Tuhan Yang Maha Penyayang. Tak ada kesempatan yang bisa kita lewati kecuali atas Kasih dan Sayang-Nya. Tak ada gerak bebas, kecuali perkenan yang diberikan kepada kita. Tak ada hembusan nafas, kecuali dengan seizin-Nya. Setiap saat, Allah memberikan limpahan cahaya supaya hamba-Nya tidak tersesat. Tidak hanya di dunia, tapi berlanjut sampai akhirat.
Tak terasa, bulan Ramadlan sudah di depan mata. Satu bulan dimana berkah melimpah ruah. Bulan penyucian karena manusia berkalang debu berkubang kotoran. Bulan yang khusus disediakan oleh Tuhan untuk keagungan, supaya manusia kembali ke kesejatiannya. Tak ada bulan penuh ampunan, kecuali Ramadlan. Bulan Ramadlan adalah perlindungan supaya manusia kembali ke jalan yang telah ditentukan.
Sebagai hamba, kita harus berterima kasih. Tidak hanya atas kesempatan menabung amalan, tapi menjalankan tugas kekhalifahan. Seringkali, kita lupa akan tanggung jawab yang harus diemban. Manusia lebih banyak mengeluh, daripada melaksanakan. Lebih senang mencaci daripada memulai. Daripada menggunakan kekuatan, manusia lebih memilih kelemahan sebagai teman.
Konsekuensinya, manusia terjangkit berbagai penyakit. Tidak hanya penyakit fisik, psikis pun dibabat habis. Ada manusia terkena (penyakit) gula, dan obatnya tersedia dimana-mana. Rumah sakit dicicipnya, obat mahal dikonsumsinya. Namun demikian, penyakit itu tak mau keluar dari si empunya. Itu manusia menginginkan kepemilikan, tidak menerima titipan. Akibatnya, diberi obat apapun, semahal apapun, penyakit itu tetap di fisiknya. Pikirannya lah yang membuat fisiknya sakit.
Sejenak, mari kita amati lingkungan kita. Secara lebih khusus, kita sajikan temuan pendahuluan tentang kelemahan manusia di siswa sekolah atas. Jangan kaget jika mengejutkan. Disana ada malas, emosin, kurang disiplin, tak cukup bersemangat, pragmatis, cepat patah, lebih senang melawan (konflik), dan lain-lain. Padahal Allah menyatakan: “Manusia diciptakan dalam bentuk yang sempurna”. Disertakan pula al-Qur’an sebagai acuan dan bimbingan.
Dengan demikian, al-Qur’an harus dijadikan patokan. Masalah-masalah yang menjangkiti manusia di atas, tidak lain karena mengabaikan al-Qur’an. Pedoman itu hanya menjadi pajangan, bukan penerangan. Cukuplah al-Qur’an menjadi simbol bahwa kita bagian dari umat beragama. Oleh karena itu, kebahagiaan yang diperoleh manusia hanyalah fatamorgana.
Dengan kedatangan Ramadlan, mari manfaatkan untuk pembersihan. Ayo munculkan kesadaran bahwa manusia tak jauh beda dengan Tuhan. Jangan munculkan sifat keluhan, mari tampilkan kesabaran. Ayo perbaiki sifat pelupa, obatnya cukup menyapa, membaca, dan mengambil makna. Tubuh kita akan terang karena berhasil memaknai kesadaran. Dengan mudah, penyakit-penyakit di tubuh akan terdeteksi.
Sungguh, moment ini sangat pas dan relevan. Apalagi audiens yang dilibatkan masih bisa dicerahkan. Antusiasme dan respon adalah dua sifat yang diperlukan. Kami mengundang anak-anak muda-remaja (mengikuti kegiatan ini) untuk menjadi lokomotif perubahan. Semoga adagium: “yang muda siap berkarya” bisa muncul bersamaan dengan Ramadlan 1436 H.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H