Mohon tunggu...
Sairul Nafsahu
Sairul Nafsahu Mohon Tunggu... Mahasiswa/Arabic Translator -

Penulis pemula di kompasiana. Tinggal di kampung terpencil, Kadatua, pulau Buton, Sulawesi Tenggara.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Surat untuk Ibu

22 Desember 2015   11:16 Diperbarui: 22 Desember 2015   13:42 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Jakarta, 22 Desember 2015

Teruntuk Ibuku tersayang, sang purnama penerang jiwa yang jauh di sana.

Bagaimana kabarmu, bu? Semoga sehat selalu dan tetap dalam lingdungan Yang Maha Kuasa. Amin. Melalui lembaran kertas putih ini, kumulai merangkai kata demi kata. Kucoba mengurai untaian kalimat dari lubuk hatiku yang terdalam untuk menuangkan sejuta c[caption caption="Ilustrasi kasih Ibu"][/caption]inta, rindu dan harapan yang semakin menggunung. Entah kata apa yang pantas kuungkapkan untuk membalas kasih sayang, ketulusan, dan restu yang pernah engkau berikan. Aku hanya mampu berkata, “Ibu, aku mencitaimu lebih dari apapun, aku merinduimu di setiap helaan napasku dan tetesan air mataku, aku mengingatmu di setiap lintasan waktu dan menyertaimu dalam setiap lantunan doaku.” Karenamu, aku masih hidup bersama rindu dan cintaku yang selalu mekar bersemi. Rindu dan cintaku ini selamanya kan menjadi milikmu, yah untuk selamanya, sampai kapanpun hingga dunia tak berwujud.

Ibu, jasamu tak dapat terganti dengan apapun. Pengorbananmu tiada tertandingi. Cintamu laksana cahaya, menembus dimensi waktu yang tak berujung. Cintamu tak memiliki syarat hingga tumbuh subur dan mengakar kuat dalam hatiku. Cintamu tak pernah pudar dikikis waktu hingga hari-hari yang kulalui penuh dengan cinta dan tak pernah sepi. Aku bisa tenang karena cintamu. Aku bisa bertahan karena rindumu. Aku bisa melangkah karena motivasimu. Aku bisa menggapai citaku karena uluran do’amu.

Ibu, engkau adalah separuh jiwaku. Engkau adalah mutiara paling berharga dalam hidupku. Engkau adalah segalanya bagiku meskipun engkau tak seberapa di mata orang lain. Tanpamu aku lemah. Bayangan hadirmu selalu membangkitkan semangat hidupku. Semakin aku mengingat kasih sayangmu, cintaku padamu semakin tak terhitung ibarat hamparan butiran pasir putih yang membentang hingga ke samudera. Semakin aku mengenang senyuman kecil di wajahku, rinduku semakin tak terbedung ibarat rindu sang pencinta yang sekian lama tak bertemu kekasih pujaannya.

Ibu, jika waktu dapat diputar kembali dan memberikan banyak pilihan, aku akan memilih kembali ke masa-masa kecil bersamamu. Merasakan lembutnya belaian tanganmu, merasakan hangatnya kecupan sucimu, merasakan dekapanmu yang meresap dalam relung hatiku, dan melepaskan seluruh penat hidup yang tiada habisnya. Ingin rasanya mengulangi semua kenangan itu agar rindu ini dapat menguntai mutiara cinta bersamamu.

Ibu, satu hal yang masih kuingat hingga kini, engkau selalu menyekap air mataku, membelai rambutku, menidurkanku dengan penuh sabar sambil menahan kantuk yang teramat, dan menyelimutiku di kala dingin menembus tulangku. Aku sadari semua itu engkau lakukan karena ketulusan hatimu dan kebesaran jiwamu. Hampir tak pernah terdengar satu keluhan pun tentang diriku. Engkau tetap tegar untuk membahagiakanku dengan cucuran keringatmu, membanting tulang demi masa depanku meskipun aku tak tahu kadang engkau menangis di bilik kamar karena kenakalanku. Maafkanlah atas segala kesalahanku selama ini. Maafkanlah jika aku belum bisa membalas semua kebaikanmu seperti pada saat engkau pernah berikan kepadaku di waktu kecil dulu.

Ibu, sekali lagi maafkanlah segala tindakanku yang sering melukai hatimu. Memang jiwaku tak sekuat jiwamu saat engkau melahirkanku. Memang pengorbananku tak sebesar pengorbananmu saat engkau mengandungku selama sembilan bulan. Memang perjuanganku tidak sehebat perjuanganmu saat engkau mengasuhku dari lahir hingga dewasa. Tapi aku punya cinta, rindu dan harapan yang besar untuk selalu membuatmu tersenyum bahagia.

Ibu, ada sebuah hari istimewa yang selalu kutunggu. Berharap bisa mengungkap segala rasa yang tak sempat terungkap. Aku masih di sini berdiri tegak, menanti moment itu datang. Menghitung hari yang masih memberi sebutir angan. Kini hari itu datang membawa segenggam harapan. Aku ingin sekali mengucapkannya meskipun hanya dengan seuntai kalimat sederhana namun sarat akan makna. Dengan tangan yang masih bergetar dan air mata yang masih bercucuran kuberikan sebingkis hadiah ucapan spesial untukmu ‘SELAMAT HARI IBU’. Semoga ketulusan cintamu selalu memekarkan bunga-banga indah di taman surga.

Ibu, inilah yang dapat kupersembahkan sebagai bagian dari rasa ungkapan cinta, rindu dan harapanku. Semoga doa dan pengorbananmu selalu mengalir deras dalam telaga cintamu agar aku dapat merasakannya dalam setiap detak jatungku. Semoga aku bisa belajar darimu tentang sebuah arti cinta suci yang tak pernah mengharap balasan. Amin!

Dari anakmu yang selalu mencintai dan merinduimu.

Sairul Nafsahu

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun