Hal terpenting adalah jangan berhenti bertanya. Ketertarikan atau rasa ingin tahu memiliki alasannya sendiri untuk hadir. Kata-kata Einstein ini telah menempatkan posisi bertanya pada kasta tertinggi. Pepatah ini juga telah menginspirasi banyak orang termasuk saya sebagai seorang guru dalam memfasilitasi anak-anak didik untuk belajar.
Tadi pagi saya memfasilitasi anak didik untuk belajar operasi aljabar untuk kegiatan 2.1 mengenal bentuk aljabar. Dengan bekal informasi yang saya peroleh. Baik dari modul sesi 2, menonton video, maupun melalui forum diskusi. Saya mencoba menerapkan contoh-contoh pertanyaan efektif dalam proses pembelajaran tersebut. Saya dorong anak-anak didik saya untuk berani bertanya. Kendala utamanya memang karena sebagian besar dari mereka tidak terbiasa dengan bertanya. Tidak biasa bertanya ini disebabkan oleh faktor tidak berani dan memang sering kali guru tidak memberikan waktu yang cukup untuk meramu sebuah pertanyaan. Dan setelah dua kendala utama itu saya coba minimalisir, ternyata hasilnya : mengagumkan.
Tak bisa dipungkiri bahwa setiap perubahan kurikulum selalu membawa pro dan kontra. Termasuk kurikulum 2013 ini banyak menuai kecaman, namun tidak sedikit yang memberi apresiasi bahwa banyak ide-ide cemerlang tertanam di dalamnya. Termasuk bagaimana paradigma guru saat ini bukan lagi sebagai sosok yang selalu memberi tahu, tapi sudah berperan sebagai fasilitator yang memfasilitasi anak didik untuk selalu mencari tahu. Jika dalam proses mencari tahu tersebut anak banyak mengalami kesulitan, maka guru berperan untuk memfasilitasi, membimbing, dan mengarahkan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan pancingan atau dorongan. Di sinilah pertanyaan-pertanyaan efektif sangat dibutuhkan dalam melatih anak didik untuk mandiri.
Saya teringat seorang Ibu yang terpelajar mengajukan protes kepada guru anaknya di sekolah. Guru tersebut memberikan soal yang berbunyi : sebutkan hewan yang hidup di darat dan di air ! Sang anak menjawab sapi dan ikan. Lalu apa masalahnya? Masalahnya adalah adanya pertanyaan yang tidak efektif. Guru menginginkan jawaban kodok sehingga jawaban anak tersebut disalahkan. Contoh pertanyaan yang tidak efektif lain dalam pembelajaran matematika antara lain : Berapa luas persegi panjang yang memiliki ukuran panjang 20 cm dan lebar 5 cm ? Soal ini sering kita jumpai di buku-buku sekolah atau mungkin bahkan kita dapat dari guru kita waktu masih sekolah. Agar menjadi efektif, pertanyaannya harus diubah menjadi Tentukanlah ukuran panjang dan lebar dari persegi panjang yang memiliki luas 100 cm2 ! Jadi karakteristik pertanyaan efektif dalam konteks pembelajaran adalah :
1.Menuntut siswa berpikir, tidak sekedar mengingat dan menyebutkan.
2.Bersifat atau mengarah pada pertanyaan yang open-ended.
3.Memungkinkan jawaban yang beragam.
4.Memungkinkan siswa memaknai matematika dari proses menjawabpertanyaan tersebut.
5.Memungkinkan guru menilai secara holistik kemampuan matematika siswa.
Marilah Bapak/Ibu Guru sebagai salah satu pilar pengembang amanah mencerdaskan anak-anak bangsa kita mengintrospeksi diri masing-masing. Sudahkan kita memfasilitasi anak-anak didik kita dalam mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan sikap inkuiri, memancing untuk mengemukakan pendapatnya sendiri, dan mengembangkan jiwa mandiri ? Jika belum mari kita bersama-sama memenuhi tujuan-tujuan tersebut. Dan untuk mencapainya sangat dibutuhkan pertanyaan-pertanyaan yang efektif dalam proses-proses pembelajaran.
DOL PPPPTK MATEMATIKA 2014
Polewali Mandar, 5 September 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H