Perubahan adalah keniscayaan di dalam kehidupan. Arus perubahan itu nyata telah terjadi dan merambah secara masif dengan  menyentuh berbagai lini kehidupan, inilah fenomena yang sedang terjadi seiiring merebaknya pandemi Covid-19. Salah satu perubahan yang signifikan adalah telah terjadinya transformasi digital selama Covid-19. Fakta ini merujuk pada hasil survey yang diselenggarakan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) periode September 2019.Â
Data yang diperoleh APJII mencatat penggunaan internet rentang 2019-2020 selama Covid-19 telah terjadi transformasi digital yang signifikan. Penetrasi penguna internet naik dari 64,8 % naik menjadi 73,7 % dari pupulasi 266.911.900 diperkirakan 196,7 juta telah menggunakan internet. Dunia Pendidikan adalah salah satu yang terdampak secara langsung dari arus transformasi digital tersebut.Â
Adanya pembatasan sosial berskala besar turut mengubah wajah pembelajaran klasik atau luring ke arah  pembelajaran secara daring.  Penggunaan gawai (telepon genggam) sebagai media pembelajaran pada periode sebelum menjangkitnya Virus Corona relatif masih terbatas, namun seiring dengan diterapkannya pembelajaran jarak jauh, penggunaan gawai menjadi perangkat yang begitu penting untuk terlaksannya pembelajaran secara virtual.
Pergeseran pola pembelajaran luring ke arah pembelajaran daring telah mengubah secara langsung kebiasaan baru para siswa, kini penggunaan internet sebagai media pembelajaran bukan lagi hal yang baru dan aneh, bahkan seolah-olah menjadi hal yang wajib. Sumber belajar tidak lagi hanya berpusat pada guru, namun internet telah memberikan sumber belajar teramat luas yang tidak lagi dibatasi oleh ruang dan waktu. Arus deras perubahan ini seumpama aliran air bah yang sedang menyusuri bantaran sungai. Aliran itu menciptakan arus liar dengan jeram-jeram yang siap mengombang-ambing bahkan menenggelamkan siapapun yang terjun ke dalamnya.
Merambah dunia virtual tanpa batas akan membawa sensasi andrenalin yang mengalir deras, dan menciptakan ketegangan seolah berada di atas perahu karet yang sedang menyusuri jeram-jeram berarus liar. Ketiadaan kontrol terhadap anak didik di dalam petualangannya merambah dunia maya akan menjadi bumerang bagi dirinya dan hanyut bersama arus perubahan yang begitu deras.
Pendidikan sebagai salah satu instrumen  untuk mencapai tujuan Indonesia merdeka sebagaimana yang termaktub di dalam pembukaan UUD 1945, identik  dengan sebuah perahu karet. Keberadaannya dibutuhkan untuk membawa ke dunia petualangan arus transformasi digital yang bersiap menyeret siapapun yang berada di dalamnya.Â
Perahu itu sangat membutuhkan juru mudi yang terampil dan tangguh untuk memandu dan mengarahkan arah laju perahu, juru mudi itu tidak lain adalah sosok guru yang terampil dan tangguh dalam menghadapi derasnya arus perubahan zaman. Kehadiran guru ditengah-tengah para siswa tidah terlepas dari tiga filosofi Pendidikan yang pernah diajarkan oleh Ki Hajar Dewantara, yakni menjadi figur teladan, penyemangat dan pembangkit inspirasi para anak didik untuk terus bergerak dalam menggapai cita-cita.
Abainya seorang guru terhadap hiruk-pikuk anak didik mengarungi derasnya perubahan dunia pendidikan ini, seolah melepas mereka untuk dididik oleh mesin. Akibatnya nilai-nilai humanis yang diharapkan tumbuh dari proses sebuah pendidikan akan hilang. Dibutuhkan pola komunikasi dan pendekatan yang kreatif untuk dapat masuk dan terlibat dengan anak didik di era digital ini. Gaya belajarpun akan sangat berbeda , oleh sebab itu seorang guru dituntut untuk menjadi pembelajar cepat dan cerdas untuk mengimbangi generasi mileneal saat ini.
@Endang Suwarman
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H