Mohon tunggu...
Annisa Maharetty
Annisa Maharetty Mohon Tunggu... Psikolog - A person who loves the MOON..

silent.....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Izinkan Kubayar Lunas Karmaku...

5 Februari 2012   00:39 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:03 859
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semakin jauh ku melangkah, semakin cepat kau menyusul langkahku... Semakin kulupakan, semakin melekat kau dalam benakku... Semakin kuingkari, semakin erat kau memeluk penyesalanku... Karma...karma...karma... Aku datang, berdamailah denganku... Izinkan kubayar lunas!!! Tersenyum menatap langit berteman secangkir kopi yang asapnya telah lama lenyap berpeluk kabut pagiku. Ku alihkan pandangan pada sederet daun pandan tertanam rapi 7 bulan lalu. Tak kuasa menahan bulir-bulir penyesalan, namun tak kubiarkan semesta mentertawakan rintihan tangisku, karna kuingin jalani karma ini dengan senyuman... Memang pagiku tak seindah pagi milikmu, berderet daun pandan siap  tancapkan ranjau-ranjau  di setiap langkahku. Dering ponselku  buyarkan perbincanganku dengan hatiku, sejenak  mencoba menata hatiku, aku tersenyum mengangkat telepon dari  mas Adji. “Ann..aku merindumu...bisakah kita ngobrol nanti malam, hari ini aku sangat sibuk, banyak kontrak yang harus kutandatangani, tunggu aku Ann..” “iya mas, Ann tunggu Ann akan temani mas semalaman..” jawabku mengiyakan permintaannya. “aahh mas Adji, tolong jangan lakukan ini pada hatiku yang sudah kotor oleh karma-karma ini, kau hanya tahu namaku, kau tak tahu  bagaimana kisah hidupku” gumamku sambil kudekap erat ponselku akhiri sapaan paginya untukkku. Di tengah kesepianku yang dingin aku tidak lebih dari seorang istri yang harus berpisah jauh dari suami demi meraih  gelar Doktornya. Mas Adji begitulah aku memanggilnya, seorang teman dari dunia maya yang selalu mendongeng  tentang hidup dan kehidupannya yang jauh lebih berwarna dariku. Hidup di banyak dunia, sebagai penulis, pengusaha,sekaligus  sebagai DJ membuatku semakin mengaguminya. Kadang kami saling berbagi desah-desah malam. Kehadirannya menggetarkan dawai-dawai di hatiku, namun saling bersilang, makin kusut, bertabrakan, ruwet oleh karma yang tengah kujalani. ****** Di pagi yang serupa ku menatap berderet daun pandan, sambil menunggu  telepon dari mas Adji yang biasa kuterima di jam yang sama. Malam itu mas Adji mengingkari janjinya untuk  “mengunjungiku”. Sudah seminggu tiada sapaan darinya. Kulirik ponselku hanya terdiam, kusadari suaranya, sms darinya telah menjadi candu-candu untukku. “Duh Gustii..akankah kubiarkan semua ini berlalu tanpa residu waktu untukku? Ternyata menyembunyikan perasaan lebih menyakitkan daripada tidak mengetahui apa yang kurasakan, hatiku sangat galau” “Mas Adji...bolehkah pagi ini Ann merindumu?” Sebuah pesan singkat yang kukirimkan padanya, namun ponselku tetap bungkam. “Ann..Annaaa..” terdengar suara seseorang yang tak asing di telingaku, mendekat  menghampiriku yang sedang duduk di beranda rumah. “Maaa...koq enggak telepon dulu siihh, kan Ann bisa jemput mamaa!” kataku dengan memeluk erat mama yang tiba-tiba datang dari Yogyakarta. “Wualaah nggak papa, kelamaan minta jemput kamu! Kata mama mencubit  pipiku sambil pandangannya menyapu ruang-ruang sepi rumahku. “Mama pasti belum makan..mau nasi rawon mbah Jilah Maa? Kayaknya udah buka cabang di perempatan depan situ, mama udah kangen sama empal suwirnya khan, kita kluar yuk Maa, tapi Ann mandi  dulu yah? “Iyaaahh..mama juga mau leyeh-leyeh dulu nduuk, kereta Sancaka pagi ini penuhh!” jawab mama sambil duduk berselonjor di karpet. kutinggalkan mama melepas lelahnya sementara aku mandi dan segera membuatkan wedang jahe madu kesukaan mama. "angetin badan dulu ma sama wedang. .Maa..mama??" kulihat mama dari arah beranda rumah dengan langkah cepat menghampiriku, raut wajahnya merah padam, matanya melotot kearahku seakan mama siap menelanku mentah-mentah. “Ada apa Maaa?” tanyaku ketakutan melihat ekspresi mama. “Plaaaakkkk !!!” mama menampar keras pipiku “jadi ini yang kamu lakukan Ann...kamu mengulangnya lagi, tega sekali kamu sama mama!!!” “tapi ada apa Ma?” tanyaku dengan gemetar “ini apa ini, kamu ulangi  lagi nduukk???” kata mama sedang membawa ponselku yang terlupa aku tinggalkan begitu saja di kursi beranda. Aku hanya tertunduk, tak bisa mengelak, nampaknya mama membaca semua sms yang kukirimkan kepada mas Adji. “praaaakkk..." dibantingnya ponselku hingga beserakan. "siniii!” bentak  mama sambil menggeret paksa ke beranda rumah. “kamu lihaaat Ann...kamu lihaaat ituu, daun pandan itu, sudah lupa kamu haaah, baru 7 bulan lalu, baru 7 bulan nduukk, kamu ulangi lagi..haaahhh? “maa..maafkan Ann, tapi ini sungguh tidak seperti yang mama pikirkan!” “ masih ingat bagaimana mantu mama menemanimu semalaman di rumah sakit, sementara mama melindungimu, menutupi aibmu,  berpura-pura keguguran! Andai Sony tau bahwa anak yang kamu kandung bukan anaknya. Sungguh kamu keterlaluan, kebangetan!!! Mama mencoba mempercayaimu. Ternyata apa ini...!” mama bersimpuh dengan tubuh lemas lunglai. “Maafkan Ann...dia, maksud Ann mas Adji Cuma teman di internet Ma, wajah diapun Ann enggak tau, skedar menemani kesepian Ann, teman ngobrol ma, sungguh tidak seperti yang mama pikirkan!” Kulihat raut wajah mama hanya tertuju pada sederetan daun pandan, derai air matanya membuatku sedih. “di bawah daun pandan itu, kamu kubur janin haram itu. Kamu gugurkan janinmu, masih ingat bagaimana kau memohon pada mama, meminta ampun karena telah mengandung anak dari pria lain, sementara di luar sana mantu mama berjuang meraih gelar Doktornya, demi masa depan kalian, tega...kamu memang tidak  punya nurani, mama ndak  menyangka melahirkan putri seperti ini..!” kata mama dengan sinis menatap wajahku. “Maaa..Ann sudah bilang mas Adji hanya teman..!” “apapun penjelasanmu, mama sudah tidak bisa mempercayaimu lagi, ternyata putri mama lebih hina dari seorang Pelacur” bentak mama padaku sambil bergegas mengemasi barang bawaannya dan pergi begitu saja. “Maaa Ann mohon jangan pergi...dengarkan dulu penjelasan Ann!” “mohon ampunlah pada Tuhan Ann, karena Tuhan tidak akan tinggal diam, Tuhan tidak akan pernah mengingkari hukum yang telah ditegakkanNya, karma ingatlah karmamu sangat besar, sebentar lagi  akan datang padamu kehancuran anakku..! sepedih apapun karma kamu harus menerimanya” balas mama hanya bergidik  tanpa memberiku kesempatan menjelaskan. Aku tertunduk lesu, seraya memunguti pecahan ponselku yang hancur dibanting mama, berserakan, tak kuasa lagi kumenahan kepedihanku. Tangisku pecah, dan biarlah kali ini saja Tuhan dan semesta melihat dan mendengar tangisku. Tangis yang tak mampu kupahami apalagi kuhentikan. ******* 2 tahun sejak hari itu, aku berhenti mengharapkan kehadiran mas Adji, meski aku selalu merindunya. Mas Adji masih bernafas dan berjalan di dalam hatiku. Namun aku harus menelan kembali semua kata-kata sayangku padanya. Pedih, karena mulut dan hatiku ini selalu ingin mengulang masa indah bersamanya. Kali ini ku hanya ingin segera membayar lunas semua karma ini, dan biarkan sekali saja kusampaikan kerinduanku pada mas Adji, tentu sebelum para Malaikat membawaku terbang ke sebuah dimensi baru... "yang sakit mana nduuk, biar mama gosok" kata mama membelai dahiku, terdengar napasnya yang semakin berat menahan tangisnya. "udah enggak sakit kok Ma, mama istirahat ajah" jawabku mencoba menghentikan jemari lembut mama yang tiada lelah menggosok punggungku untuk mengurangi rasat nyeriku serta mengusap dahiku yang dipenuhi butiran keringat karena menahan sakit yang kuderita, kanker rahim stadium IV. Kata dokter kapanpun aku bisa mati...ahh bukankah  semua manusia toh pasti mati, hanya soal waktu. Mungkin Tuhan menghukumku...ahh bukan menghukumku, melainkan inilah caraNya membersihkan aku dari karma buruk, yang telah mengizinkan pria lain meniduriku hingga tertanam benih di rahimku, dalam kekalutanku, kugugurkan janinku.  Sementara aku tak peduli suamiku semalaman menangisi anak yang dia kira darah dagingnya itu telah mati kugugurkan. "Maa..terimakasih sudah temani Ann, semuanya pergi ninggalin Ann, hanya mama yang memeluk Ann" Mama hanya tersenyum dan membelai wajahku. "Ann masih ingat sama mas Adji, teman internetan waktu itu?" tanya mama sambil melemparkan senyum padaku. Aku terkejut ternyata mama masih mengingat dengan jelas nama Mas Adji. "untuk apa mama menanyakan itu, mas Adji teman sekaligus kakak bagi Ann" jawabku singkat dan mengalihkan  pandangan ke luar jendela, mencoba menyembunyikan perasaanku. "Maafkan mama, ternyata mantu mama ndak bisa menjadi tempat sandaranmu, ndak bisa menjagamu nduuk, seharusnya dia sekarang menemanimu!" kata mama lirih dengan derai air mata yang segera diusapnya. "sudahlah Ma...ini sudah jalannya, mama pernah bilang sepedih apapun Ann harus terima karena Ann memang pantas menerimanya" Setelah meraih gelar Doktornya, mas Sony suamiku tiba-tiba menceraikan aku, dengan alasan aku belum bisa memberikan dia keturunan. Aku tahu itu hanya alasan saja untuk bisa menceraikan aku dan menikahi teman satu kampus dengannya. "Duhh Gusti apakah sudah Impaaas..Impaass..apakah sudah impass ??" tanyaku dalam hati. "Maa.. Ann boleh kirim satu sms aja ke mas Adji..Ann ingin pamit sama mas Adji, mungkin ini terakhir kalinya buat Ann..boleh ya Ma? pintaku Mama menganggukkan kepala dengan menyerahkan ponselnya padaku, dan berlari keluar kamar, mungkin tak ingin aku mendengar suara tangisnya, yang menangisi kematianku yang tak lama lagi. 20 Januari 2012 - 21.07 wib... "haii mas Adji apa khabar? masih ingat Ann? sungguh merindukanmu sedetail-detailnya..." 20 januari 2012 - 21.15 wib... " Hai Ann..saat ini aku sedang dengerin orang main  piano di  Sultan hotel niih, songs for Anne, sebuah lagu yang mengingatkanku pada seseorang di Jawa timur...mizz U so much Ann..." T i i i i i i i i i i i i i i i i i i i i t t t t tt............. aahh suara itu terlalu cepat memanggilku, aku melihat mama berlari masuk kedalam kamarku, perawat-perawat itu, dokter juga sepertinya mendengar bunyi yang kudengar saat ini. "ndaaaakk ...ndaaakk mungkin...banguuun nduukk, banguuunn putri mama!!!" mama mengguncang-guncangkan tubuhku,  mama berteriak kencang, meronta-ronta hingga para perawat memegangi kedua tangan mama. " Duuhh Gustiii sepertinya Engkau telah menjemputku, lebih awal dari perkiraanku..Maahh Ann pergi..mama udah enggak bisa dengerin suara Ann lagi..terimakasih, menjadi putri mama adalah anugerah terindah. Mas Adji, terimakasih sapaan terakhirmu akan kubawa mati, semoga di kehidupan selanjutnya mas Adji bisa menjadi nyata bagi Ann..You are my best..." gumamku melihat tubuhku yang sudah tertutup selimut putih. "silahkan bawalah aku para malaikat cantik, tapi mengapa tubuhku sangat ringan serasa bisa terbang?" tanyaku pada kedua malaikat penjemputku "hai Ann..karena kau telah tuntaskan karma-karmamu, saatnya kau  terbang bersama kami ke SurgaNya..." dedicated to : mas Adji salam Ann ^^

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun