Mohon tunggu...
Saili RahmaFidrianti
Saili RahmaFidrianti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Tanjungpura

Saya adalah seorang mahasiswa progra studi Hubungan Internasional Universitas Tanjungpura

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kerjasama Bilateral Indonesia Malaysia Dalam Mengatasi Kasus Kekerasan Terhadap Tenaga Kerja Migran

25 Mei 2024   23:40 Diperbarui: 25 Mei 2024   23:58 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Indonesia merupakan negara yang besar dengan jumlah penduduk yang banyak, namun dengan jumlah penduduk yang banyak tidak diiringi dengan jumlah lapangan perkejaan yang mengakibatkan banyak warga negara Indonesia memutuskan untuk berkerja di luar negeri. Pekerja Migran atau yang sering disebut dengan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) merupakan sebutan untuk warga negara Indonesia yang bekerja di luar negeri dalam hubungan kerja dengan batas waktu tertentu berdasarkan perjanjian kerja yang telah disepakati. Sebutan TKI sering dimaknai dengan pekerja kasar karena TKI sebenarnya ialah pekerja unskilled atau pekerja yang tidak memiliki skil khusus yang merupakan program dari pemerintah untuk mengurangi jumlah pengangguran. Sebagian besar TKI di dominasi dengan tenaga kerja yang tidak memiliki kemampuan khusus. Mereka biasa mengisi posisi sebagai pembantu rumah tangga, buruh kasar, dan lain sebagainya.

Pekerja Migran atau TKI menjadi salah satu penyumbang devisa terbesar bagi negara. Di Indonesia jumlah TKI yang bekerja di luar negeri terus mengalami peningkatan dari tahun ketahun. Berdasarkan data Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Saat ini terhitung sekitar 3,5 juta Tenaga Kerja Indonesia atau pekerja migran yang tercatat secara resmi dan sesuai dengan prosedur yang berlaku. Malaysia adalah salah satu negara dengan penerima migran terbanyak di Asia Tenggara, mayoritas berasal dari Indonesia. Malaysia menjadi tujuan utama TKI karena memilliki budaya, etnik, dan bahasa yang kurang lebih sama dengan Indonesia. Hubungan Indonesia dan Malaysia mengenai ketenagakerjaan sudah terjalin cukup lama, Malaysia bergantung pada buruh asal Indonesia.

Persoalan mengenai pekerja migran Indonesia di luar negeri memang tidak pernah berhenti. Pekerja migran yang bekerja di luar negeri kerap mengalami berbagai permasalahan. Permasalahan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) tidak jauh dari perlanggaran HAM, kekerasan, eksploitasi, pelecehan seksual, bahkan meninggal dunia di negara penempatan. Menurut data Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Malaysia, pada tahun 2009 terdapat 211 TKI yang gajinya tidak dibayar, 114 TKI mengalami penyiksaan, dan 53 TKI mengalami pelecehan seksual. Angka-angka ini meningkat jika dibandingkan dengan data tahun 2008.

Beberapa masalah yang kerap dialami oleh TKI yang bekerja di Malaysia ialah terjadinya penyiksaan yang dilakukan oleh majikan, pelecehan seksual, gaji yang tidak dibayar atau tidak sesuai dengan kesepakatan awal perjanjian, dan tidak mendapatkan penghidupan yang layak. Hal ini disebabkan oleh rendahnya latar belakang pendidikan TKI, sehingga mendapatkan pekerjaan yang rendah, dengan kondisi kerja yang keras dan gaji yang minim. Selain itu, kurangnya pemahaman dan ketidakmampuan dalam berinteraksi dengan budaya baru di luar negeri juga memicu terjadinya kasus kekerasan yang dialami oleh TKI.

Berbagai kebijakan dan peraturan mengenai pengiriman TKI masih perlu ditingkatkan untuk menjamin keamanan, kenyamanan bekerja, terlindungi hak asasinya, dan dapat menikmati hasil jerih payahnya secarah penuh. Lembaga pelatihan kerja yang dikelola oleh pemerintah atau yang biasa disebut dengan Balai Latihan Kerja (BLK) belum melaksanakan tugas dan fungsinya secara optimal, sehingga masih menghasilkan tenaga kerja yang masih kurang kompeten. Seharusnya TKI yang akan dikirim harus dibekali dengan kemampuan khusus dan mental yang siap untuk bekerja. Calon TKI harus di beri Pembekalan keahlian, bahasa, dan pengenalan budaya sebelum keberangkatan. Penyiapan SDM yang berkualitas dengan menyediakan dan memfasilitasi pelatihan keterampilan sebelum berangkat kerja ke luar negeri merupakan aspek terpenting yang harus dilakukan oleh pemerintah. Jika TKI yang tidak memiliki keahlian tetapi tetap dikirim akan berpengaruh pada jeleknya kualitas sumber daya manusia Indonesia di mata Internasional.

Untuk mengatasi permasalahan ini diperlukan adanya kerja sama bagi pemerintah Indonesia dan Malaysia dalam meningkatkan kesejahteraan dan keamanan TKI yang bekerja di Malaysia. Pemerintah Malaysia juga harus meningkatkan pengawasan terhadap warga negara Malaysia yang mempekerjakan pekerja migran. Perlindungan terhadap TKI masih menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia maupun Malaysia, Indonesia akan terus melakukan kerja sama dengan Malaysia dalam menangani kasus kekerasan terhadap TKI. Indonesia dan Malaysia melakukan kerja sama bilateral dengan mengembangkan Nota Kesepahaman yang disebut dengan Memorandum of Understanding (MoU). MoU adalah dokumen hukum yang menggambarkan perjanjian antara dua pihak. MoU ini akan membantu Indonesia meningkatkan perlindungan terhadap pekerja. Nota Kesepahaman yang dibuat dan disetujui oleh Indonesia dan Malaysia dengan tujuan untuk melindungi hak-hak pekerja migran di Malaysia. Memorandum ini awalnya dibuat pada tahun 2004, kemudian diperbarui pada tahun 2006 dan direvisi kembali pada tahun 2011. Nota kesepahaman yang diterbitkan pada tahun-tahun tersebut diyakini masih banyak kekurangan sehingga mengalami beberapa revisi. MoU yang disetujui dan disepakati sejak tahun 2004 hingga 2011 merupakan strategi untuk mengatur dan melindungi pekerja migran di Malaysia.

Pada tahun 2011, Nota Kesepahaman yang telah ada sebelumnya direvisi dan diperbarui, sehingga mengakibatkan perubahan yang berdampak pada upah, hak cuti, dan hak memiliki paspor sendiri bagi pekerja rumah tangga. Dan amandemen lainnya yaitu kedua negara akan membentuk Joint Task Force (JTF), Joint Committee (JC), dan Joint Working Group (JWG) yang berfungsi sebagai satuan tugas untuk mengawasi pelaksanaan MoU yang diwakilkan oleh masing-masing dari kedua negara. Para Pihak Indonesia dan Malaysia akan melakukan pemantauan berkala terhadap implementasi MoU dan penyelesaian yang tepat atas permasalahan TKI yang timbul di Malaysia. implementasi Perjanjian MoU antara Indonesia dan Malaysia dianggap berhasil dan mengurangi angka kekerasan terhadap pekerja migran. Pada tahun 2015, terdapat 1.994 insiden kekerasan terhadap TKI di Malaysia, namun pada tahun 2016 jumlahnya menurun menjadi 1.535 kasus, dari segi persentase angka tersebut mengalami penurunan sebesar 30% dalam satu tahun. Namun, setelah perjanjian atau kontrak MoU berakhir, hasil kinerja JC, JTF, dan JWG kurang maksimal bahkan bisa dikatakan tidak berhasil mengatasi permasalahan yang muncul. Menurut data terdapat peningkatan kasus dari tahun 2016 sampai dengan 2019. Pada tahun 2016 terdapat 1.535 kasus, sedangkan pada tahun 2019 terdapat 4.845 kasus, jika dipersentasekan dari tahun 2016 hingga 2019 mengalami kasus sebesar 215%. Pada tahun 2016, Memorandum Perjanjian Kerja Sama antara Indonesia dan Malaysia telah habis masa berlakunya sehingga memerlukan perpanjangan, namun hal ini tidak ditanggapi dengan serius oleh pemerintah Malaysia.

Kerjasama dalam penempatan dan perlindungan pekerja migran di Malaysia terhambat oleh berbagai masalah yang mempengaruhi kondisi dan sistem ketenagakerjaan di negara tersebut. Idealnya, segala bentuk kerja sama harus di dasarkan pada aturan dan kesepakatan yang jelas untuk meminimalkan terjadinya masalah, namun hal ini merupakan kelemahan dalam upaya perlindungan dan penempatan pekerja migran di Malaysia. Upaya menjalin kerja sama dengan negara lain memerlukan kekuatan atau power untuk mencapai kepentingan nasional. Diplomasi Indonesia telah meminta memorandum dari negara tuan rumah mengenai perlindungan pekerja migran.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun