Mohon tunggu...
Saifullah Robbani
Saifullah Robbani Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Teknik Informatika UIN MALIKI Malang...KAMMI UIN MALIKI Malang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Membaca Bencana Dengan Hikmah

20 Februari 2014   15:25 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:38 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari Jumat dini hari(14/2), masyarakat Indonesia dikejutkan kembali dengan meletusnya Gunung Kelud. Tidak disangka bahwa status siaga Gunung Kelud menjadi status awas. Dan saat itu, kita juga belum selesai dengan satu bencana meletusnya Gunung Sinabung di Sumatra Utara. Ya, memang kita tidak pernah menyangka satu gunung belum selesai penanggulangannya, kita sudah harus menahan duka dengan meletusnya gunung lainnya.

Dengan tanda-tanda seperti ini, semestinya kita harus menginstropeksi kembali dengan diri kita. Adakah juga yang salah dengan diri kita. Allah tidak akan pernah meletuskan suatu gunung jika masyarakatnya selalu taat denganNya. Patutkah kita sebagai seorang yang religius menganggap bencana ini hanyalah gejala alam biasa yang bisa terjadi kapan saja? Patutkah jika kita sebagai seorang yang religius hanya melihat bencana ini dengan prediksi logika kita tanpa ada prediksi ilahi? Lantas dimana peran Tuhan Pencipta Alam Semesta yang mengatur segalanya?

Kita harus bercermin kepada sejarah-sejarah masa lalu yang Allah tunjukkan kepada kita tentang hancurnya kota Sodom di Italia dengan meletusnya gunung Vesuvius. Apakah kita tetap menganggap itu hal biasa jika penduduk di kota Sodom Italia adalah penduduk yang sama seperti kaumnya Nabi Luth? Jika itu adalah hal biasa kenapa Allah menyelamatkan masjidNya di Aceh dari bencana tsunami besar yang memporak-porandakan bangunan disampingnya?

Kita harus melihat bagaimana kaum ‘Ad dengan percaya diri, menganggap bahwa bencana adalah gejala alam yang biasa terjadi.

فَلَمَّا رَأَوْهُ عَارِضًا مُسْتَقْبِلَ أَوْدِيَتِهِمْ قَالُوا هَذَا عَارِضٌ مُمْطِرُنَا بَلْ هُوَ مَا اسْتَعْجَلْتُمْ بِهِ رِيحٌ فِيهَا عَذَابٌ أَلِيمٌ (24) تُدَمِّرُ كُلَّ شَيْءٍ بِأَمْرِ رَبِّهَا فَأَصْبَحُوا لَا يُرَى إِلَّا مَسَاكِنُهُمْ كَذَلِكَ نَجْزِي الْقَوْمَ الْمُجْرِمِينَ (25)

“(24)ketika mereka melihat azab itu berupa awan yang menuju lembah-lembah mereka, berkatalah mereka: “Inilah awan yang akan menurunkan hujan kepada kami.” Bukan! Bahkan itulah azab yang kamu minta supaya datang dengan segera yaitu angin yang mengandung azab yang pedih.(25)yang menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Tuhannya, maka jadilah mereka tidak ada yang kelihatan lagi kecuali bekas-bekas tempat tinggal mereka. Demikianlah Kami memberi balasan kepada kaum yang berdosa”(Al-Ahqaf:24-25)

Orang-orang yang percaya diri bahwa ini adalah gejala alam biasa terjadi dan dapat diprediksi kapan saja, maka Allah akan menyegerakan gejala alam itu untuk ditimpakan kepada mereka, seperti yang Allah timpakan kepada kaum ‘Ad. Itulah orang-orang yang percaya diri yang menyikapi bencana ini hanya sebagai gejala alam biasa yang kapanpun bisa terjadi.

Adapun orang-orang yang menganggap bencana ini adalah bagian dari takdir Allah dan dibuktikan dengan gejala-gejala alam sebelum bencana. Ketika bencana ini datang menimpa mereka, maka segeralah mereka instropeksi diri mereka dan bertaubat. Dengan keyakinan mereka bahwa datangnya suatu bencana alam tidak lepas dari kerusakan yang diperbuat oleh diri mereka. Oleh karena itu, mereka segera berbenah diri dengan instropeksi dan bertaubat

إِنَّا بَلَوْنَاهُمْ كَمَا بَلَوْنَا أَصْحَابَ الْجَنَّةِ إِذْ أَقْسَمُوا لَيَصْرِمُنَّهَا مُصْبِحِينَ (17) وَلَا يَسْتَثْنُونَ (18) فَطَافَ عَلَيْهَا طَائِفٌ مِنْ رَبِّكَ وَهُمْ نَائِمُونَ (19) فَأَصْبَحَتْ كَالصَّرِيمِ (20) فَتَنَادَوْا مُصْبِحِينَ (21) أَنِ اغْدُوا عَلَى حَرْثِكُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَارِمِينَ (22) فَانْطَلَقُوا وَهُمْ يَتَخَافَتُونَ (23) أَنْ لَا يَدْخُلَنَّهَا الْيَوْمَ عَلَيْكُمْ مِسْكِينٌ (24) وَغَدَوْا عَلَى حَرْدٍ قَادِرِينَ (25) فَلَمَّا رَأَوْهَا قَالُوا إِنَّا لَضَالُّونَ (26) بَلْ نَحْنُ مَحْرُومُونَ (27) قَالَ أَوْسَطُهُمْ أَلَمْ أَقُلْ لَكُمْ لَوْلَا تُسَبِّحُونَ (28) قَالُوا سُبْحَانَ رَبِّنَا إِنَّا كُنَّا ظَالِمِينَ (29) فَأَقْبَلَ بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ يَتَلَاوَمُونَ (30) قَالُوا يَا وَيْلَنَا إِنَّا كُنَّا طَاغِينَ (31) عَسَى رَبُّنَا أَنْ يُبْدِلَنَا خَيْرًا مِنْهَا إِنَّا إِلَى رَبِّنَا رَاغِبُونَ (32) كَذَلِكَ الْعَذَابُ وَلَعَذَابُ الْآخِرَةِ أَكْبَرُ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ (33)

“(17)Sesungguhnya Kami telah menimpakan cobaan kepada mereka sebagaimana Kami telah menimpakan cobaan kepada pemilik-pemilik kebun, ketika mereka bersumpah bahwa mereka akan memetik hasilnya pada pagi harinya.(18)dan mereka tidak menyisihkan untuk fakir miskin(19)lalu kebun itu diliputi malapetaka dari Tuhanmu ketika mereka sedang tidur,(20)maka jadilah kebun itu hitam seperti malam yang gelap gulita(21)lalu mereka saling memanggil pada pagi harinya(22)’pergilah pagi ini ke kebunmu jika kamu hendak memetik buahnya’(23)maka pergilah mereka saling berbisik-bisik(24)’pada hari ini jangan ada seorang miskin masuk ke dalam kebun mu’(25)dan berangkatlah mereka di pagi hari dengan niat menghalangi orang miskin padahal mereka menolongnya.(26)ketika mereka melihat kebun itu, mereka berkata:’sesungguhnya kita benar-benar orang-orang yang sesat’(27)bahkan kita dihalangi untuk memetik hasil kebunnya.(28)berkatalah orang yang paling baik pikirannya diantara mereka:’bukankah aku telah mengatakan kepadamu, hendaklah kamu bertasbih kepada tuhanmu.(29)mereka mengucapkan:’Maha Suci Tuhan kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zalim.’(30)Lalu sebagian mereka menghadapi yang lain dengan saling mengejek.(31)mereka berkata:’Aduhai celakalah kita; sesungguhnya kita ini adalah orang yang melampaui batas.’(32)Mudah-mudahan Tuhan kita memberi ganti kepada kita dengan kebun yang lebih baik daripada itu; sesungguhnya kita mengharapkan ampunan dari Tuhan kita.(33)Seperti itulah azab di dunia. Dan sesungguhnya azab di akhirat lebih besar jika mereka mengetahui”.

Itulah tipe-tipe manusia ketika berhadapan dengan bencana yang ditimpakan kepada mereka. Dan memang sudah sepantasnya tidak merasa aman dari bencana yang Allah timpakan kepada kita. Jika kita merasa aman dan menganggap ini adalah hal biasa dari bencana yang Allah timpakan kepada kita, maka kitalah orang-orang yang merugi itu.

“(99)Maka Apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-duga)? tiada yang merasa aman dan azab Allah kecuali orang-orang yang merugi.” (Al-A'raf:99)

Marilah kita renungi firman Allah di dalam Hadits Qudsi diriwayatkan dari Anas bin Malik,

" إِنِّي لَأَهُمُّ بِأَهْلِ الْأَرْضِ عَذَابًا فَإِذَا نَظَرْتُ إِلَى عُمَّارِ بُيُوتِي والْمُتَحَابِّينَ فِيَّ والْمُسْتَغْفِرِينَ بِالْأَسْحَارِ صَرَفْتُ عَنْهُمْ "

“Sesungguhnya Aku ingin mengazab penduduk bumi (tetapi) jika aku melihat para pemakmur rumah-rumahKu, mereka-mereka yang saling mencintai karenKU (bertemu dan berpisah karenaKu) dan orang-orang yang beristighfar di waktu sahur (berkomitmen memperbaiki diri maka aku urungkan mengadzab mereka”

Hadits diatas adalah penangkal atas segala bencana-bencana yang mungkin Allah timpakan kepada kita. Mungkin kita lupa tidak pernah memakmurkan masjid, atau mungkin diantara kita banyak yang saling memusuhi dan prasangka-prasangka yang jelek antara sesama muslim, atau mungkin juga kita lupa untuk memperbaiki diri kita yang selalu bergelimangan dosa. Padahal waktu sahur adalah waktu terbaik bagi kita untuk memperbaiki diri kita, tapi justru kita melalaikannya.

Wallahu a’lam bishowwab

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun