Mohon tunggu...
Saiful Rijal Yunus
Saiful Rijal Yunus Mohon Tunggu... profesional -

terisnpirasi kopi// pelaku abu-abu//

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Takdir Sebuah Jeruk

12 Desember 2013   20:41 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:00 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah jeruk tergeletak di atas meja belajarku. Jika tidak salah, sudah dua hari jeruk seukuran kepalan tangan anak kecil ini berada disini. Beberapa waktu belakangan, saya memang sering mengonsumsi buah. Jeruk salah satunya. Dari berapa waktu saya membawa buah ke kamar, entah kenapa, tiba-tiba pandangan saya terhenti menatap jeruk yang satu ini.

Warnanya oranye dan di bagian pangkalnya terdapat sepotong kecil bagian ranting yang tersisa. Ujungnya runcing, menunjukkan jeruk ini dipetik dengan pemotong. Hanya bagian kecil ini yang beda warnanya. Selebihnya oranye. Memandangnya lama, mengingatkan saya pada warna matahari yang dilihat pada sore hari, matahari senja. Menatap senja memang kesukaan saya, apalagi senja yang dilihat di tepi pantai. Sayang, kegiatan menatap senja ini telah jarang saya lakukan. Sebabnya, aktifitas yang padat dan hujan di sore hari selalu menjadi penghalang. Menatap jeruk ini, membuat saya memandang sekeliling kamar. Ternyata warnanya juga senada dengan kamar yang dicat krem. Sangat serasi. Selain itu, warna tegel, kasur dan pintu juga sama. Krem yang agak terang. Hampir kuning tepatnya. Jeruk iniseperti aksesoris yang sangat pas menjadi bagian dari kamar ini.

Jeruk ini, secara tidak sengaja, mengingatkan dan membuka mata saya pada banyak hal. Saya menjadi terpikir, entah berapa banyak jeruk yang saya lihat dan berapa jeruk yang telah saya makan, tapi kenapa jeruk yang satu ini memberi pemahaman berbeda? Kenapa harus jeruk yang satu ini diantara bermiliar jumlah jeruk? Apa jeruk ini memang seharusnya berada di sini?

Berada dalam satu tempat, lokasi, atau dalam suatu komunitas adalah sesuatu yang wajar. Jeruk berada di kebun, di meja makan, di lapak buah pedagang kali lima, atau dalam lemari pendingin merupakan sesuatu yang biasa. Dimanapun tempatnya, jeruk yang berada di kebun atau pun di meja makan mewah, selalu punya manfaat tersendiri. Menjadi pencuci mulut setelah makan, menjadi jus untuk tuan rumah yang kehausan sepulang sekolah, menjadi pengepul asap dapur bagi petani jeruk, atau menjadi makanan bagi cacing-cacing saat busuk. Pertanyaannya, apakah nasib jeruk di depanku ini, beda dengan jeruk lainnya? Apakah keberadaannya di sini, diperuntukkan agar saya melihat realitas dengan kacamata yang lebih luas?

Jika ditarik sebuah benang merah dari pengandaian jeruk di atas, keberadaan saya, kamu, kalian, atau kita di tempat sekarang apakah sebuah peristiwa yang diatur? Apakah keberadaan kita menjadi media untuk bermanfaat lebih luas kepada orang lain?

Dari semua pertanyaan di atas,mungkin hanya punya satu jawaban: tergantung bagaimana cara kita memandang dan memilih sikap terhadap realitas.

Ah, jeruk ini manis ternyata.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun