Mohon tunggu...
Saiful Furkon
Saiful Furkon Mohon Tunggu... -

Aku Cinta Menulis

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Cinta Semu

18 Januari 2011   06:10 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:27 492
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
12953309681618345566

OLEH : SAIFUL FURKON

Aku hampir putus asa, ketika menyadari kalau kekasih yang amat kucintai selingkuh dengan sahabatku. Asing bagiku mendengar kisah seperti ini. Kufikir ini hanya ada dalam film saja, ternyata kenyataan pahit aku yang mengalaminya. Aku hampir depresi berat. Janji suci yang sudah kita utarakan bersama empat tahun silam, harus kandas secepat ini. Bahkan dihari yang semestinya bahagia, aku harus melihat kegetiran ini. Kekasih yang kucintai, bercumbu dengan sahabat yang aku sayangi. Pedih, kekejaman ini sulit untuk aku terima. bahkan aku pun memutuskan untuk tidak mengenal lagi, dua sosok monster yang merenggut kepercayaanku. Aku tak lagi mudah tersenyum, aku tak lagi mudah tertawa. Bahkan kini, aku sulit sekali untuk percaya dengan sebuah kata janji. Kurebahkan tubuhku diatas kasur. Hari ini aku memilih untuk pulang lebih awal. Satu mata kuliah tak kuikuti. Kondisi tubuhku menurun akhir-akhir ini. Aku menyadari, efek sakit hati ini teramat sangat luar biasa. Dan yang lebih menyakitkan lagi, kudengar sahabatku sudah hamil tiga bulan. Hebat sekali mereka menjalin hubungan terlarang dibelakangku. Senyum manis semuanya hanya palsu belaka. Kudengar keduanya akan menikah minggu depan. Tapi entahlah, aku sudah tak peduli. Sekalipun undangan datang menghampiri, rasanya aku tak kuasa untuk datang. Kekasih yang aku jaga kepercayaannya semenjak menginjak dibangku kelas dua sma, sudah tak ada hubungannya lagi denganku. Peduli setan bagiku untuk mencampuri lagi dan hadir dihidup mereka. Sakit hatiku mungkin tak semudah itu kuobati. Seringkali banyak laki-laki yang ingin mengajaku berkenalan. Namun kepercayaanku menipis pada mahluk adam tersebut. Aku belum siap untuk menangis disudut kamar lagi seketika dikhianati. Mungkin berat juga aku menjalani hari-hariku sendiri. Bayang-bayang masa lalu sering kali menghampiri. Bahkan membuat air mataku mentes tanpa aku sadari. "Chintia" suara panggilan dari luar, suara khas mamah tatkala memanggilku. Dengan nada tinggi, bagi orang yang baru mendengar mungkin dikira aku tengah dimarahi. Namun yah begitulah khas suara mamah "Ia mah, ada apa?" jawabku, malas rasanya untuk membukakan pintu, biar saja mamah yang membuka sendiri pintunya. Toh tidak dikunci ini Tak lama kemudian, aku sudah melihat mamah duduk dengan santainya disampingku. Kulihat wajahnya penuh dengan tanda tanya. Namun aku sudah tahu pertanyaan yang akan dia lontarkan. "Kenapa kau pulang secepat ini dari kuliahmu?" tanya mamah "Dosen nya nggak masuk, mah" jawabku berbohong "Dosen tidak masuk bukan berarti kamu harus pulang cepat, kamu belajar diperpustakaan kampusmu juga bisa. Mamah tak mau biaya mahal-mahal malah kamu tidak jadi anak yang pintar" "Yakinlah mah, kalau Ipk Chintia bakal diatas 3. Mamah percaya sama Chintia" "Baiklah, kupegang janji kau" Mamah keluar. Pusing bagiku untuk berurusan dengan mamah. Ia berambisi sekali kalau aku harus jadi anak yang pintar. Yah aku menyadari, memang aku diberi sedikit kelebihan otak untuk memahami pelajaran. Namun jika dicerca dan dituntut harus begini begitu, aku juga pusing. Sudahlah, masalah pribadiku saja sekarang kini menggunung. Tambah-tambah lagi. Kubuka layar laptop dan kunyalakan. Rasanya aku ingin berselancar didunia maya. Kali saja aku bisa menghilangkan sedikit kemelut pikiranku. Dengan bertemu sahabat-sahabat dunia mayaku. Aku langsung log in kesitus jejaring sosial yang kini tengah menjadi trendsetter. Aku membuka albumku, kuhapus semua fotoku bersama manusia yang paling aku benci. Biarlah, anggap saja foto itu kini sudah menjadi sampah. Selang limamenit, aku masuk keberanda. Ada status yang membuat aku nyaman membacanya. Kuikuti... aku langsung masuk ke profilnya. Kulihat ternyata seorang pria. Banyak sekali kata-kata penyemangat distatusnya. Setelah kulihat, ternyata dia sedang online. Iseng bagiku untukmengajak Chat. Aku lupa, entah bagaimana ceritanya aku bisa berteman sama dia. Mungkin karena jumlah temanku yang sudah mencapai tiga ribuan, itu alasan aku lupa mengenal satu persatu. Wajahnya, lumayan cakep. Tapi untuk apa, toh dia hanya teman dunia maya. Aku tertawa sendiri. Pikiranku campur aduk gak karuan. Aku : Hei... Dia : Hei Juga Aku : Kata-katamu puitis sekali, tapi kok kayak sedang patah hati Dia : Memang, hehe kekasih yang aku cintai menikah dengan orang lain Tuhan! Kenpa aku dipertemukan dengan orang yang senasib denganku! Aku : Hm...perih yah rasanya? Dia : Memang perih, tapi aku sebagai laki-laki harus menyadari kekuranganku Aku : Maksudnya? Dia : Tidak semua orang bisa menerima keadaanku Sejenak aku bertanya dalam hati. Ternyata bukan hanya aku yang merasa disakiti laki-laki. Ia juga disakiti oleh kekasihnya. Taulah, aku pusing untuk berfikir kali ini. Dia : Sejatinya cinta tak meski memiliki, Melihat orang yang kita cintai bahagiapun aku turut merasakannya Aku : Tidak sependapat... semestinya kalau cinta harus bersatu Dia : Cinta itu presepsi masing-masing dan diartikannya berbeda-beda Aku : Ia memang, hm... bagi nomormu dong? Dia : (menuliskan nomornya) kamu juga merasakan sepertiku? Aku : Aku belum siap untuk jujur dan cerita keorang... Dia : Aku siap menjadi tempat meneduhmu,,, Aku : Kuharap begitu, aku sulit untuk mempercayai orang yang ada disekitarku **** Aku masih dengan kesendirianku, duduk diteras rumah. Semenjak kejadian dua hari yang lalu, aku sudah tak lagi memiliki teman jalan. Biasanya dengan wanita pengkhianat itu, sulit aku untuk menyebut namanya. Jari-jariku memegang keypad handphone, aku bingung. Mau menghubungi siapa. Namun iseng, aku menyadari kalau tadi siang aku chat dengan seseorang. Kali saja ia bisa menemani aku malam ini, walau hanya sebatas teman ngobrol. Namun setidaknya aku butuh teman pendengar keluh kesahku juga. "Hei..." aku mengawali pembicaraan, tatkala panggilanku sudah dijawab "Ia, maaf dengan siapa?" tanyanya, setelah kufikir aku baru sadar. Kalau aku tidak memberikan nomor handphone ku padanya "Ini Chintia, masih inget gak?" "Oh Chintia, kirain siapa" suaranya terdengar halus, dan membuat pendengaranku jauh lebih nyaman "Emangnya ada banyak orang yah yang nelfon kamu?" tanyanya "Nggak juga sih. Hm..." Suasana hening sejenak, tak ada obrolan. Kuingat, ada sesuatu pertanyaan yang membuat aku penasaran padanya, dan belum juga terjawab. "Kamu putus kenapa?" ujarku to the point, tak ada basa-basi yang malas kuucapkan "Bukannya aku sudah cerita tadi siang, kalo aku putus karena pacarku married dengan laki-laki lain" "Iah alasannya pacar kamu menikah?" "Hm... entahlah!" jawabnya terpotong, seperti ada rahasia besar yang ia sembunyikan dariku, namun sepertinya aku tak boleh terus menanyakan privacy nya "Kalo kamu?" tanyanya balik Aku bingung harus memulai dari mana. Sepertinya aku butuh pendengar dan pembelaan, bahwa hal ini aku benar patut membenci dua monster itu. "Pacar aku, yang sudah empat tahun bersama, dia selingkuh dengan sahabat aku sendiri. Dan yang lebih parah lagi, minggu depan mereka menikah karena ceweknya mba" "Yang sabar yah, kapan waktunya kamu bakal nemuin seseorang yang paling tepat dihidup kamu. Aku yakin itu." "Ia, aku berharapnya begitu. Ternyata sakit yah, kita berusaha setia. Ternyata ujung-ujungnya ada pengkhianatan." "Jangan disesali karena setia, setia itu indah. Kesetiaan itu keputusan dan keharusan" "Ia, kok lu dewasa banget sih. Umur lo berapa?" "Dua puluh dua tahun hehe" "Ih kok sama sih, kita jodoh kayaknya" ledeku, kuharap dia ketawa "Kamu tinggal dimana sih?" "Aku di Bandung, kamu?" "Aku di Serang" "Hmm... lumayan deket" "Iya sih, kapan-kapan main dong ke Serang. Kita ketemu, ngobrol terus sharing" "Ia, tapi aku nggak janji yah, kalo nanti umurku panjang. Aku pasti bakal nemuin kamu" "Eh...eh maksudnya apa tuh pake acara bawa-bawa umur?" "Hm... kita kan nggak ada yang tahu berapa lama lagi kita hidup" "Oh ia yah, hehe. Jadi gemes!" **** Aku merasakan kebahagiaan baru seketika mengenal Danu, walau wujudnya tak nyata bagiku. Namun aku merasakan ketulusan darinya. Setiap hari, hari-hariku ditemaninya, walau hanya lewat suara dan kata-kata. Namun setidaknya aku merasakan keberadaanya dekat dihatiku. Tak ada pengungkapan, namun hubungan kita mengalir. Namun kurasakan perhatian yang luar biasanya. Aku menemukan rasa yang membuatku semangat untuk hidup. Semangat untuk menajalani hari-hariku, dan yang terpenting. Disetiap waktu, aku merasa ia disampingku. Memberi perhatian terbaik. Selamat siang, jangan lupa makan, selamat tidur...kata itu kudapatkan kembali. Setelah seminggu lamanya aku bergumul dalam mimpi buruk dan kesedihan. Kini sudah saatnya aku bangkit. Walau rasa kangen untuk berjumpa dengannya mendera. Namun sulit sekali kupahami dirinya, berjuta alasan untuk menemuiku selalu saja terutas dari bibir manisnya. Tak ayal keraguanku terkadang mendera. Namun selalu kuambil sisi positifnya, bahwa ia memang pada waktunya akan datang menemuiku. Memberikan senyuman terbaik, seperti yang dijanjikannya padaku. "Bandung ke Serang tidak jauh, Nu. Tapi kenapa kamu sulit sekali untuk datang"ujarku memaksa, aku benar-benar ingin melihat sosok nyatanya, lelaki berhati malaikat yang menemani hari-hariku ini "Aku belum siap Chintia, ada hal yang tidak mungkin aku ceritakan padamu" "Apa? Kita sudah hampir empat bulan kenal, tapi aku belum pernah lihat kamu berdiri didepanku. Aku butuh wujud nyata kamu. Bukti kesungguhanmu. Kamu juga selalu bilang kamu bakal nemuin aku, sudah enam kali kamu membatalkan itu" "Maafin aku!" kudengar suara lembut melantun "Selalu saja kamu bilang begitu, kamu nggak tahu rasanya jadi aku. Yang selalu merasa senang seketika kamu berjanji. Berulang kali kamu mengingkarinya. Buktikan kamu berbeda dari orang yang kukenal sebelumnya" "Aku memiliki keterbatasan, aku janji pada waktunya kalau aku sudah siap. Aku bakal nemuin kamu. Itu janji aku" "Kamu jahat! Selalu bilang saja begitu. Apa yang buat kamu belum siap nemuin aku?" Suasana hening, kudengar ada suara parau dari balik telfon. "Oke! Mungkin kamu bukan orang yang selama ini aku cari. Aku kecewa sama kamu. Aku benar-benar nggak ngerti jalan pikiran kamu. Apa susahnya, hanya menaiki satu bis dan aku bakal jemput kamu sesampainya diterminal, tapi kamu tetap saja menolak. Kamu itu pecundang. Pengecut!" emosiku memuncak, entah kenapa aku benar-benar bisa marah padanya. "Oke, hubungan kita akhiri sampai disini saja, makasih sudah mau mengenal aku." Tak ada suara, dalam hati aku tak tega mengucapkan selamat tinggal. Kenapa Danu selalu saja membatalkan setiap kali ia berjanji. "Kalau kamu mencintai dan menyayangi seseorang, jangan pernah kamu mengucapkan selamat tinggal disaat kamu marah. Itu rasanya menyakitkan" ujar Danu dan kemudian diam Aku terenyuh, dan hanya bisameneteskan air mata. Sepertinya ucapan tulus terdengar dari bibirnya. Aku benar-benar egois. Mungkin ia juga butuh waktu, namun aku selalu memaksa. Aku hanya ingin satu, butuh kesungguhannya. "Kamu nggak tahu gimana perasaan aku kekamu, Chin. Selama ini aku jaga perasaan kamu. Aku sudah janji sama diriku, kalau aku bakal nemuin kamu. Tapi aku butuh waktu, dimana aku sudah siap. Aku tidak semudah orang yang bisa melangkahkan kaki kemanapun ia mau. Bukan seperti seseorang yang mudah menerima cuaca apapun. Harusnya kamu mengerti, aku sayang kamu. Aku cinta kamu" suaranya terdengar sedikit serak "Untuk menahan sakitku pun terkadang aku tak sanggup, aku hanya ingin satu. Menatapmu disaat aku benar-benar sudah sempurna tak ada kekurangan" "Maksud kamu apa? Kamu sakit apa? Kamu nggak pernah jujur" Tut...Tut...Tut... telfon terputus Semenjak kejadian itu, aku tak lagi bisa menghubungi Danu. Berhari-hari telfon tidak aktif. Berhari-hari statusnya sudah tak update lagi. Aku hidup dalam sebuah penyesalan. Menyesal karena telah menyakiti Danu. Ucapan selamat tinggal untuknya, adalah ucapan yang paling aku sesali. **** Liburan semester ini aku bertekad untuk pergi keBandung. Aku berbohong pada ibu, kalau aku akan menginap kerumah temanku yang ada Di Cilegon. Padahal jelas-jelas ini sebuah kepalsuan belaka. Rasa penyesalanku sudah memuncak, ini saatnya aku menemui seseorang yang selama ini kukenal dengan tanda tanya besar dihidupku. Dibekali hanya dengan alamat yang ia beri waktu pertama kali kukenal dia, dan ditemani boneka beruang yang diberinya untuku dengan perantara pos. Aku pergi ke Bandung. Hanya bermodal nekat, dan untuk tempat tinggal aku tidak perlu ambil pusing. Disana ada teman SMA ku dulu yang kost. Mungkin untuk semalam aku bisa menumpang. Didalam bis, aku berkali-kali mengupdate status berharap Danu membacanya dan menghubungiku. Pikiranku benar-benar tak karuan. rasanya aku ingin cepat menemuinya dan meminta maaf. Selang empat jam, dengan hiruk pikuk perjalanan. Akhirnya aku sampai juga dikota kembang ini. Aku langsung menaiki mobil yang dulu ditunjukan Danu, dan akhirnya aku sampai disebuah tempat yang jadi pematoku. Dengan dibantu oleh petunjuk teman smaku dulu, dan beberapa orang dijalan akhirnya kutemukan juga perumahan Danu. Aku tersenyum, dan kini adalah pembuktian. Betapa besar aku berjuang untuknya. Dan sebagai rasa permohonan maaf. Rumah Blok D no 6, Yah kuingat betul. Kususuri jalan selangkah demi langkah. Agar cepat menemui lokasi yang dituju, dan tepatlah aku berdiri disebuah Rumah bercat warna Orange dengan halaman luas. Aku langsung mengucap salam, berharap kutemui Seseorang yang hidup dalam dunia mayaku tersebut dan hari ini akan menjadi nyata. "Assalamualaikum!" salamku Seseorang keluar dari pintu dan membalas salamku, gadis dengan mengenakan seragam smp itu menghampiriku. "Apa benar ini rumah, Danu?" tanyaku, aku tersenyum meyakinkan Wajah gadis itu berubah seketika. "Ia benar, kaka siapanya kak Danu?" "Kaka temannya" Ia semakin menatapku aneh. Tanpa basa-basi ia langsung mengajaku masuk. Dan aku hanya bisa menunggu diruang Tamu. Aku semakin ingin cepat bertemu dengan Danu. Kulihat fotonya menggantung disetiap dinding, dan yang paling aku suka diantara semuanya. Foto dimana ia mengenakan seragam SMA, dan tersenyum bersama teman-temannya. Selang beberapa menit, yang aku duga adiknya Danu, membawa nampan berisi minuman dan langsung mempersilahkanku untuk meminum. Tak lama kemudian, seseorang muncul. Wanita berusia setengah paruh baya itu terlihat bersedih. "Kamu temannya Danu?" suaranya sedikit terisak "Ia tante, saya temannya dari Serang" ujarku berbohong, aku tidak mungkin bilang kalau aku pacarnya Danu "Sebelumnya Tante berterimakasih banyak, kamu sudah mau datang jauh-jauh kesini." "Ia tante, Kalau boleh tahu Danunya kemana yah, Tante?" Wanita itu diam, aku hanya menatap heran. "Sebelumnya tante atas nama almarhum dan pribadi mohon maaf kalau Danu pernah berbuat salah sama kamu" Ada yang nanar kudengar dalam ucapannya. Almarhum! "Maksud tante?" "Danu kembali kemaha kuasa tiga hari yang lalu, setelah satu minggu ia koma dirumah sakit. Ia menderita leukimia" Dunia berhenti seketika, Air mata jatuh tak karuan. Aku benar-benar tidak percaya. "Selama ini Danu pengen sekali berkunjung ke Serang, tante sering larang ia. Tante tidak tahu kalau ia punya teman disana. Karena tante tahu, kondisi Danu tidak seperti anak cowok lainnya, ia lemah dan mudah jatuh sakit. Jadi tante khawatir. Ia sudah berkali-kali meminta izin ke tante, namun tante tidak pernah izinkan" Aku menangis tak tertahan. Aku merasa berdosa pernah mengucapkan kata selamat tinggal. Dan Kini, Danu hanyalah kenangan. Dengan Rasa pedih aku pulang membawa cerita Duka, aku belum mampu menatap wajahnya, Senyumnya, dan memeluknya. Namun, ketegaranya tentang hidup, janjinya untuku yang tak terwujud kuberi nilai positif, selama ini aku tidak sadar kalau Danu selalu berjuang untuk menemuiku, walau hasilnya ternyata sia-sia. Aku sayang padanya. Kuterima sepucuk surat yang diberikan adiknya, dan setelah kubaca isinya sebuah puisi yang membuat air mataku mengalir Doaku pada Tuhan Hantarkan aku padanya Pada wanita yang merasa tersakiti Tuhan... Jangan kau akhiri masaku sebelum kumelihatnya Kuingin tunjukan ketulusanku Kuingin ucapkan kata sayang yang tak berujung Kuingin lewati hari tanpa batas Tuhan... Jika kepergianku adalah isyarat kasihmu Maka biarkanlah aku mencoba untuk memahami arti kebahagiaan Kebahagiaan mencintai Kebahagiaan dicintai Yang seutuhnya... Bersamanya...yang ingin kupahami Maafin aku, Danu! Setetes cairan bening jatuh membasahi kertas yang bertuliskan doa, dari seseorang yang mencintaiku dengan tulus. Dan satu hal yang kusyukuri, aku pernah mengenal lelaki terbaik itu. Walau sampai kapanpun aku tak akan menemukannya. Namun semangatnya mengajariku tentang kehidupan, akan selalu ada dalam diriku. For someone : Tetaplah menjadi bintang dilangit :)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun