Entah sudah berapa kali sebagian umat Islam berpuasa Ramadan. Namun, nilai plus apa yang mereka peroleh untuk kualitas keislamannya. Nyatanya, biasa-biasa saja. Mestinya ada perbaikan mutu yang signifikan antara sebelum dengan sesudah puasa. Maka, pasti ada something wrong dengan puasa mereka.
Buktinya, waktu bulan puasa, mereka begitu aktif dan khusyu beribadah ritual Ramadan. Misalnya, salat tarawih, tadarus, iktikaf, dan ibadah ritual Ramadan lainnya. Tapi, begitu kalender Ramadan tutup, mereka seolah kuda liar yang keluar dari kekangan. Judi togel mereka aktifkan lagi. Mabuk pun mereka jadikan laku keseharian. Adu jago juga mereka giatkan di arena sabung ayam. Sungguh kontras dengan ibadah mereka saat Ramadan.
Dengan kata lain, ibadah puasa tak membekas sama sekali ke dalam kalbu. Indikasinya, perilaku antara sebelum dan sesudah berpuasa sama saja. Puasa Ramadan bisa diibaratkan masa cuti bagi kemaksiatan yang biasa mereka lakukan di luar bulan suci itu. Mengapa ini terjadi?
Salah niat
Misi puasa sesuai skenario Allah swt. dalam surat Al Baqarah ayat 183 adalah untuk menjadikan orang-orang beriman yang berpuasa menjadi orang-orang yang bertakwa. Artinya, harus terjadi peningkatan yang signifikan terhadap kualitas iman shaaimiin (orang-orang yang berpuasa) menjadi muttaqiin (orang-orang yang bertakwa).
Untuk mencapai target puasa yang begitu mulia itu, harus ditempuh sesuai prosedur yang Allah swt. tentukan. Salah satunya adalah nawaitu puasanya benar. Dalam hadis Nabi saw., disebutkan, "Innamal a'maalu bin niyyaat." Artinya, segala amal itu tergantung pada niatnya. Maka, agar puasa Ramadan itu diterima oleh Allah swt, niat berpuasanya harus benar, yaitu menyengaja puasa untuk beribadah kepada Allah swt. semata atau demi mencapai ridha-Nya.
Nah, mereka yang berpuasa dan tak ada perbaikan diri tersebut mungkin disebabkan salah niat. Dalam keseharian, sering kita jumpai orang puasa dengan niat yang jauh dari kebenaran di mata Allah. Misalnya, ibu-ibu berpuasa agar langsing. Bapak-bapak malu tak berpuasa karena di sekitarnya puasa semua. Siswa-siswi berpuasa demi nilai pelajaran agama Islam. PNS berpuasa demi nilai kondite kepegawaian. Dan lain-lain.
Konsekuensi salah niat ini besar sekali, yaitu puasanya tidak diterima. Karena, amal ibadah apapun yang tidak diniatkan demi Allah swt. akan ditolak oleh-Nya. Dia tidak mau tahu dengan semua amal ibadah yang diniatkan selain-Nya. Orang yang salah niat hakikatnya juga salah kontrak dalam ibadah. Dia sudah berani mem-PHK-kan diri dengan Allah swt.
Maka, jangan heran jika Allah swt. tak mau tahu dengan ibadah mereka. Akibatnya, pahala pun tidak akan diberikan oleh Allah swt. Paling-paling yang didapatkan hanyalah yang diniatkannya saja. Bukan ridha Allah swt. Ibadah yang niatnya salah tentu saja hikmahnya tidak akan membekas sama sekali. Jangankan menjadi orang yang muttaqiin seperti target Allah, paling maksimal mendapat apa yang diniatkan saja. Oleh karena itu, tak usah heran jika ada orang berpuasa dengan amat khusyuk seolah tak bisa dijamah setan, tapi setelah berpuasa mereka kembali melakukan kemaksiatan seperti semula. Bahkan, lebih parah. Itu mungkin nawaitu mereka bukan karena Allah swt.
Puasa taklid
Selain salah niat, ada satu lagi kelemahan, yaitu keengganan mereka untuk memelajari puasa. Mereka malas membaca buku tentang puasa Ramadan. Mereka enggan mengaji kepada ustad atau kiai yang mumpuni menjelaskan puasa. Mereka sudah merasa sudah sreg hanya dengan mengekor (taklid) puasa seperti yang dilakukan oleh ayah, ibu, nenek, kakek, para pendahulu, ataupun dari yang mereka idolakan.