Mohon tunggu...
Saiful Arif Yazid
Saiful Arif Yazid Mohon Tunggu... -

Kepala TPQ Daarul Quran Mahasiswa Institut Perguruan Tinggi Ilmu Alquran (PTIQ) Jakarta Mahasantri Pesantren Kreatif Alkitabah

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Bersahabat dengan Buku

13 Mei 2012   11:04 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:21 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bersahabat dengan Buku

Panas terik matahari siang ini begitu membara. Langit dipenuhi dengan polusi kendaraan. Udara yang masuk ke hidung seakan membakar bulu hidung. Keringat tidak lagi beku ketika aku mulai keluar dari asrama menuju jalan raya untuk mengantri naik bus kota. Tujuanku kali ini adalah PIM (Pondok Indah Mall). Aku bermaksud mencari sebuah buku di Gramedia. Sampai di sana sebuah tulisan besar menyambutku, dan sebuah gambar kartun tersenyum kepada setiap pengunjung yang datang ke toko buku terkenal di Indonesia ini. Tulisan itu  berbunyi, "Ide besar sering kali muncul dari hal yang sangat sepele," (Mice Cartoon). Sepanjang mata memandang, hanya buku yang banyak aku lihat walau ada beberapa peralatan kantor dan peralatan rumah tangga di beberapa pojok tempat. Buku yang pertama kali menarik perhatianku adalah novel karya Aguk Irawan yang berjudul "Sang Penakluk Badai". Novel ini berada berada di deretan buku paling depan tepat di pintu masuk Gramedia. Novel yang mengisahkan tentang biografi seorang ulama terkenal di Nusantara yaitu KH. Hasyim Asy'ari. Perjalanan hidup penggagas dan pendiri NU ini dikisahkan dalam bentuk novel yang seakan membawa pembacanya berada pada situasi-situasi genting yang dialaminya. Walaupun sangat ingin membelinya, aku belum memutuskan untuk membawanya ke kasir langsung karena ketika melihat cover belakang biografi kakek Gus Dur ini harganya tidak bersahabat dengan isi dompetku. Akhirnya aku tinggalkan dulu buku itu tetap nongkrong di barisan buku terlaris. Aku mulai berjalan menyusuri setiap jejeran rak buku. Aku memandang ke kanan dan ke kiri, betapa banyak sekali buku yang menarik dengan cover-covernya yang enak dipandang mata. Ketika melihat sampul-sampul buku baru yang sedang dipajang aku teringat sebuah pepatah dari negeri yang pernah ditinggali oleh Putri Diana. "Don't judge the book by the cover". Jangan menilai sebuah buku hanya dari sampulnya. Ya, betul juga ungkapan itu. Sampul buku hanyalah casing luar dari suatu karya besar dari seorang penulis. Ungkapan ini sebenarnya sedang menyindirku ketika itu. Aku biasanya kalau ingin membeli buku melihat cover nya dulu. Kalau ada buku dengan judul menarik, namun cover nya tidak bagus aku tidak akan membelinya. Tapi sebaliknya kalau ada cover buku yang bagus walau judulnya kurang menarik aku tetap membelinya. Karena bagiku, sampul luar mencerminkan isi buku. Aku menganggap buku yang berkualitas itu penampilannya harus berkualitas juga. Tiba-tiba seorang teman yang ikut bersamaku ke toko buku kemudian bergumam, "Wah, buku sudah begini banyaknya, ngapain lagi nulis buku," ungkapnya sambil memutar pandangannya. Sepintas memang benar, betapa banyak buku yang telah ditulis dan diterbitkan. Menulis buku baru berarti harus bersaing dengan para penulis buku lainnya yang bukunya telah tersebar di toko buku terbesar di Indonesia ini. Namun, suatu generasi haruslah berganti dengan generasi lain setelahnya, karena alam tidak berhenti tapi bergerak. Siklus kehidupan akan berubah. Yang tua akan mati, dan yang menggantikannya adalah yang muda. Kitalah penerus perjuangan orang-orang yang bukunya telah tersebar di rak-rak buku ini. Kitalah generasi itu. "Suatu hari nama-nama kitalah yang harus memenuhi rak-rak buku yang berderet itu," mimpiku. 30 menit berlalu. Aku berkeliling di rak-rak berisi kumpulan novel. Dari novel budaya, remaja, islami, sampai novel terjemahan, aku teliti satu-satu. Mencari sesuatu yang mungkin menarik hatiku untuk membelinya. Lagi-lagi aku temukan novel dengan cover Mbah Hasyim, panggilan akrab pendiri Pondok Tebuireng ini, yang menarik pupilku untuk hanya sekedar mengelus bungkusnya. Aku belum bisa membeli novel ini. Aku menoleh ke kiri, dan kutemukan banyak kumpulan buku-buku biografi para tokoh dunia, tokoh bangsa, tokoh perubahan, dan berbagai macam jenis tokoh yang telah ditulis sejarah hidupnya. Tujuannya hanya satu, yaitu untuk menginspirasi orang yang mau meneladani tokoh itu. Aku mulai memikirkan lagi untuk menulis sebuah biografi. Tapi biografi siapa? Aku belum tahu. Kalau berkunjung ke toko tidak membeli apa-apa, apa kata satpam yang berjaga di pintu masuk. Keluar dengan tangan kosong adalah suatu hal yang menurunkan prestis bagi pengunjung Mall termegah di Jakarta selatan ini. Mau tidak mau harus ada buku yang dibeli walaupun hanya satu buah. Walaupun satu jam di toko buku dan kaki sudah terasa pegal karena hanya berkeliling, aku terus membuka-buka isi buku yang cover nya menarik. Namun, belum ada yang menggait hatiku untuk membelinya, karena isi bukunya yang tidak menarik. Akhirnya, aku putuskan untuk pulang saja dan sudah aku siapkan senyuman terbaikku kepada satpam yang berjaga ketika aku ingin melewatinya tanpa membawa satu plastik pun yang bertuliskan Gramedia dengan warna merah dan biru yang mewarnainya. Tetapi ketika aku menyusuri satu rak yang sama sekali tidak aku lirik selama hampir dua jam di kelilingi buku-buku aku menemukan sebuah buku dengan judul "226 Asal Usul Sejarah, Fakta-fakta Unik dan Perkembangan Teknologi". Sebenarnya cover buku ini sama sekali tidak begitu indah, namun penulisnya menyisipkan kata sejarah dalam deretan judul bukunya itu, aku pun tertarik untuk membukanya. Aku baca sekilas isi buku yang telah disobek plastiknya itu untuk dibuat sebuah sampel oleh pemilik toko. Isinya sungguh di luar dugaan, fakta-fakta yang belum pernah aku baca dan dengar sebelumnya. Dari mulai sejarah asal mula nama makanan, budaya, sampai kisah-kisah di luar nalar seperti seorang kakek yang tidak makan dan minum selama 70 tahun, seorang bocah memiliki lima kaki dan cerita-cerita unik lainnya. Aku berpikir dalam hati, dari mana penulis mendapat info ini. Aku buka lembaran terakhir buku dengan cover sederhana itu. Seluruh daftar pustakanya berisi situs-situs web, tidak satu pun buku yang menjadi bahan bacaan  penulisnya. Aku tersenyum kecil dengan penulis ini. Hebat. Astri Lestari, penulis buku ini telah menunjukkan dua hal padaku dengan buku yang berhalaman 246 halaman. Pertama, ungkapan dari tanah kelahiran David Becham itu ternyata benar. Bacalah isi bukunya baru dinilai, jangan hanya cover dan judulnya saja. Kedua, penulis ini memberiku inspirasi kalau menulis itu tidak harus nongkrong di perpustakaan atau dikelilingi setumpuk buku untuk mulai menulis. Tetapi, menulis hanya dengan bermodal komputer atau laptop dan sebuah modem bisa menghasilkan suatu buku yang bisa bermanfaat bagi orang lain. Akhirnya aku putuskan untuk membeli buku itu. Aku membawanya ke kasir, membayarnya, kemudian pulang naik bus way. Panas matahari seakan takut menghinggapi orang-orang yang menumpangi bus ini. Udara sejuk kendaraan ini menggiringku ke alam mimpi, tertidur di samping seorang wanita yang mungkin pulang kerja yang kebetulan ada di sebelahku. Sejuk dan hangat pun bercampur. (26 April 2012) [caption id="attachment_176881" align="alignnone" width="1600" caption="Pondok Indah Mall Gramedia"][/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun