Sesungguhnya ada 2 kekuatan yang bekerja di sekolah, yakni para tenaga Pendidik yang terdiri atas para guru atau staff pengajar dan para tenaga Kependidikan yang terdiri atas para pegawai Administrasi, para petugas Kantin, para petugas Kebersihan dan Keindahan Sekolah, tenaga pembangun, para Penjaga Sekolah, para petugas Perpustakaan, para petugas Laboratorium, dll, mereka ialah para petugas yang berhubungan dengan tenaga non guru atau tenaga Kependidikan.
Oleh karena guru berhubungan dengan urusan ilmu dan teknologi yang berhadapan dengan para siswa/i, maka dapat dikatakan bahwa para tenaga Pendidik menjadi tenaga yang paling berkuasa di sebuah Sekolah. Ini menyebabkan slogan: Knowledge is power sangat terasa di sekolah. Kenyataan memang menunjukkan bahwa semua jabatan strategis dalam Sekolah, seperti, Kepsek, Wakepsek, Wali Kelas, guru Mapel, kepala Laboratorium dan Kepala perpustakaan, dll telah dikuasai oleh tenaga guru atau tenaga Pendidik ini.
Dengan situasi ini, patut diakui bahwa para tenaga Kependididikan atau tenaga non guru sedikit tersisihkan dalam Sekolah, bukan saja dalam tugas-tugas penting di Sekolah, namun juga dalam soal tunjangan-tunjangan yang relevan. Para tenaga guru atau tenaga Pendidik mendapatkan Tunjangan-Tunjangan antara lain, Tunjangan Fungsional, Tunjangan Profesi, dll yang berhubungan dengan UU Guru dan Dosen Tahun 2005, sedangkan para tenaga non guru selama ini tidak mendapatkannya karena keberadaan para tenaga Kependidikan tidak disinggung dalam UU Guru dan Dosen Tahun 2005. Dalam UU itu ditegaskan definisi Guru yang masuk kriteria namun tidak menjelaskan keberadaan dan hak-hak serta kewajiban para tenaga non guru atau tenaga Kependidikan ini.
Akibatnya dalam lingkungan Sekolah, para tenaga non Guru (Kependidikan) kurang mendapatkan gerak dan ruang yang bebas. Sehingga pada suatu titik, ada semacam gerakan untuk mempertanyakan apakah fungsi dan tenaga Kependidikan masih benar-benar dibutuhkan di Sekolah? Bila gerak dan ruang tenaga Kependidikan hanya terbatas pada gerakan dan fungsi non guru, maka kehadiran para tenaga Kependidikan di Sekolah hanyalah sebagai pelengkap bagi keberadaan para tenaga Pendidik yang biasanya memiliki jumlah lebih banyak dibandingkan dengan para tenaga Kependidikan yang ternyata memiliki kualifikasi pendidikan kurang memadai.
Salah contoh yang jelas ialah keadaan di Sekolah kami, hampir semua para tenaga Kependidikan hanya berpendidikan di bawah SMA dengan tugas pokok ialah memperlancar administrasi Sekolah, mengetik berbagai surat pengumuman dan daftar gaji, dll, mencetak dan memfoto coppy berbagai surat atau kertas ujian yang dibutuhkan, mencatat kehadiran guru, mengedarkan daftar absensi guru, Â menyiapkan makan dan minuman, memperbanyak soal-soal untuk ujian-ujian, membereskan sarana prasarana sekolah, menjadi bendahara, menjadi penjaga sekolah, dll. Dalam pertemuan-pertemuan Sekolahpun suara mereka kurang didengarkan. Keadaan ini bukan hanya berlaku di Sekolah kami saja namun di seluruh Indonesia. Bahkan banyak Sekolah tidak mengikutsertakan para tenaga Kependidikan Sekolah itu dalam sidang-sidang para Pendidik yang dikepalai oleh Kepsek.
Dengan kondisi ini, boleh dikatakan bahwa kehadiran para tenaga Kependidikan di Sekolah masih belum mendapatkan perhatian penuh, tepatnya keadaan mereka masih kurang diperhatikan, termasuk soal Tunjangan-Tunjangan Kependidikan yang selalu tidak bisa diterima oleh para tenaga Kependidikan. Ini mestinya menjadi masalah pendidikan nasional karena akhir-akhir ini, telah muncul banyak tanggapan ataupun reaksi keras dari para tenaga Kependidikan yang semakin gelisah karena mereka juga mulai menuntut agar mereka menjadi para penerima Tunjangan (Profesi?) Kependidikan, sama seperti yang selama ini telah diterima oleh para tenaga Pendidik atau Guru dalam Sekolah terhadap TPP.
Dengan adanya tuntutan jumlah jam mengajar bagi guru PNS dan guru profesional, maka jabatan-jabatan yang seharusnya bisa ditempatkan oleh para tenaga Kependidikan seperti Kepala Laboratorium dan kepala Perpustakaan sekarang ini telah ditempati oleh kelompok guru PNS maupun guru profesional. Ini disebabkan karena untuk Sekolah-Sekolah Swasta, yang mempekerjakan tenaga-tenaga Kependidikan dari pegawai swasta (Pegawai Yayasan) selama ini tidak dihitung jam kreditnya bila mereka menduduki jabatan-jabatan sebagai Kepala Lab., Kepala Perpustakaan, dll.
Sehingga otomatis, jabatan-jabatan ini ditempati atau diambilalih saja oleh para guru PNS dan para guru profesional demi mendapatkan angka jam kredit untuk laporan tahunan atau bulanan kepada Dinas Pendidikan, di mana jabatan-jabatan itu harus diberikan kepada guru PNS dan guru profesional untuk memenuhi jumlah jam 24 jam/minggunya. Sedangkan para tenaga Kependidikan swasta tidak membutuhkan jumlah jam kredit untuk tugas-tugas tersebut. Itulah yang dilakukan selama bertahun-tahun hingga saat ini oleh semua Sekolah-Sekolah baik Sekolah Swasta maupun Sekolah Negeri di mana para guru PNS dan guru profesional menjadi tulang punggung di Sekolah-Sekolah kita.
Terhadap permasahan ini, patut didiskusikan ialah apakah ada Opini untuk memasukan tenaga Kependidikan untuk mendapatkan Tunjangan? Apakah jumlah tenaga Kependidikan yang makin banyak di Sekolah bisa memperlancar kinerja Sekolah menuju peningkatan kualitas Sekolah ataukah malahan membuat kualitas Sekolah makin lamban, hanya karena ketidakpuasan berbagai elemen tenaga Kependidikan karena tidak mendapatkan Tunjangan (Profesi ?) Kependidikan? Sejak awal mereka mendapatkan NUPTK untuk tenaga Kependidikan, dan karena itu banyak tenaga Kependidikan berlari untuk Sekolah lagi (hingga S1) dan kemudian berpindah menjadi tenaga Pendidik hanya karena tergiur oleh TPP, lagi pula mereka tertarik menyaksikan banyak tenaga Pendidik yang rangkap baik sebagai tenaga Pendidik maupun tenaga Kependidikan.
Ini semua merupakan fakta yang menarik untuk tetap didiskusikan. Mudah-mudahan bisa sedikit menjawabi keresahan para tenaga Kependidikan kita selama ini yang selalu mempertanyakan nasib mereka untuk mendapatkan Tunjangan (Profesi ?) Kependidikan...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H