Judicial Restraint Dalam Kekuasaan Kehakiman Di Indonesia
Saifuddin (1322300010)
Kekuasaan Kehakiman menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagaimana tercantum Pasal 20, Pasal 21, Pasal 24, Pasal 24A, Pasal 24B, Pasal 24C dan Pasal 25 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan kekuasaan yang merdeka yang dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan Peradilan Umum, Lingkungan Peradilan Agama, Lingkungan Peradilan Militer, Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi, untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Pengertian Kekuasaan Kehakiman berdasarkan Pasal 1 Undang -- Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia.
Penegasan Indonesia sebagai Negara Hukum telah disebutkan dalam Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh karena Indonesia sebagai Negara Hukum, maka konsekuensi logisnya adalah hukum sebagai kekuasaan tertinggi dalam penyelenggaraan bernegara. Salah satu prinsip penting negara hukum adalah adanya jaminan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka, bebas dari pengaruh kekuasaan lainnya untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
Pandangan Hans Kelsen mengenai Negara Hukum setidaknya terdapat 4 (empat) syarat rechtsstaat, salah satunya yaitu: negara yang menjamin kemerdekaan Kekuasaan Kehakiman; dan Negara yang melindungi hak-hak asasi manusia.[1] Dalam hubungannya pembagian Kekuasaan dalam system Pemerintahan terdapat 3 (tiga) cabang kekuasaan yang terpisah, yakni kekuasaan Eksekutif, Legislatif dan Yudisiil (Kehakiman).Â
Â
Penyelenggara Kekuasaan Kehakiman di Indonesia terbagi menjadi 2 (dua), yaitu Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi yang keduanya memiliki kedudukan yang seimbang dengan kewenangan dan tugasnya masing -- masing. Judicial restraint menurut Philip Talmadge adalah upaya dari cabang kekuasaan kehakiman untuk tidak mengadili perkara yang dapat mengganggu cabang kekuasaan yang lain, pengadilan hanya diperkenankan untuk mengadili perkara yang ditentukan secara limitatif berdasarkan hukum sebagai kewenangannya (limited jurisdiction). Konsep judicial restraint dibebankan kepada lembaga kekuasaan kehakiman untuk menentukan persyaratan dan kebijakan dalam penerapannya pada kewenangan judicial review, sehingga hal ini sering disebut sebagai justiciability.[2] Mengingat Amerika Serikat tidak ada Mahkamah Konstitusi namun fungsi dan wewenangnya terdapat di Mahkamah Agung Amerika Serikat.
Â
Pada prinsipnya Judicial restraint di Indonesia telah diterapkan melalui Undang -- Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dilaksanakan oleh Mahkamah Agung dengan Badan Peradilan dibawahnya. Kewenangan Mahkamah Agung mengadili di Tingkat Kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang dan Mahkamah Konstitusi berwenang untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H