Belakangan ini, heboh tentang alat tukar, dirham dan dinar, sebagai alat transaksi di sebuah pasar di Depok. Â Spirit untuk 'menjalankan agama' tampaknya menjadi salah satu landasan mengapa timbul ide itu. Â Dalam beberapa hal, timbul kritikan tentang uang kertas, dimana seolah menjadi sumber 'eksploitasi' dari si kaya, tidak real, rente, dan lain-lainnya. Â Anjuran untuk menggunakan dirham dan dinar, dengan alasan klasik, nilainya tidak berkurang, karena menggunakan bahan emas (gold) bukan kertas. Â Tulisan ini secara sederhana saja memberi ilustasi jawabannya
Sejarah Uang
Pada textbook ekonomi makro yang ditulis oleh Mankiew diceritakan bagaimana sejarah alat pembayaran yang sah. Â Awalnya alat pembayaran yang sah adalah batu/gunung, dan karena susah dipindahkan maka batunya tidak dibawa melainkan menjadi 'claim'. Â Klaim ini menjadi legalitas dan kemudian berkembang menjadi lebih mudah lagi.
Cobalah bayangkan jika transaksi alat tukar adalah logam (utamanya emas). Â Dalam hal ketersediaannya pun sangat langka (itulah sebabnya mahal) sehingga tidak memudahkan untuk transaksi. Â Jumlah fisiknya berat, sehingga sulit untuk disimpan, dan tampaknya tidak mungkin digiralisasi. Â Kata giralisasi ini, juga ditolak, sebagai bagian rente (riba?), padahal kata giralisasi ini adalah merujuk pada 'pengembangan' uang dan juga legalitas hak claim. Â Pengembangan uang ini adalah multiplier (kelipatan) dimana uang/pendapatan/konsumsi dapat dimanfaatkan dengan seksama. Â Pada ekonomi awal, dampak multiplier, sebagai dasar untuk menunjukkan potensi perkembangan. Â Coba lihat begini, seorang ayah bekerja, lalu memberi kehidupan bagi keluarga (4 orang) dan keempatnya bertumbuh kembang secara sehat. Â Bukankah itu fakta?. Â Adapun soal legalitas, bayangkan saja, jika anda mendapatkan pinjaman tanpa jaminan, karena orang percaya anda adalah orang baik, lalu dengan modal itu anda bisa berkembang; maka anda bisa menyimpulkan secara sederhana: kepercayaan orang itu menjadi legal standing dia memberikan pinjaman uang. Â Nah dalam hal ini, legal standing itu diwakili pemerintah, dan dalam konsep besarnya, jika orang percaya anda, maka anda dapat menciptakan uang. Â Itulah kemudian secara bisnis menjadi uang giral, kartu kridit, dan sekarang e-money; karena didalamnya terdapat hak klaim yang dilegalkan dan dilindungi
Jika kita memaksakan menggunakan komoditi (emas dan perak) maka tak mungkin ada akselerasi kekayaan, dalam hal ini tak mungkin ada akselesari jumlah produksi yang tercipta. Â Ada lag yang besar, antara potensi produksi (pemanfaatan sumber daya) dengan potensi ketersediaan (emas dan perak). Â Pada pasar saham, dengan transaksi harian Rp10 trilyun, lalu bagaimana dapat berkembang dengan pertukaran langsung (fisik) emas dan perak?. Â Jika kita menjawabnya, cukup catatan (online) maka itu seyogyanya adalah 'hak klaim' persis berkembangnya alat tukar saat ini. Â Pada saat awal, perusahaan anda memasuki pasar modal, katakanlah memerlukan modal senilai Rp1000 juta, bagaimana pemodal dapat membelinya? Menyetor modalnya?. Â Memakai emas atau memakai kertas?. Â Menyetor langsung dan fisikal atau melalui Lembaga keuangan/transfer?. Â Jika kita menyatakan memakai emas dan menyetor langsung, akan timbul serentetan kesulitan yang dihadapi. Â Coba saja. Â Apa dasar anda sudah menyetor modal?. Â Mesti catatan (surat/sertifikat pernyataan) anda sudah menyetor. Â Surat pernyataan itu adalah surat saham. Â Pada bursa sekarang sudah scriptless (tidak memakai kertas lagi), jauh lebih efisien, dan juga dipastikan legal. Â Lalu mau dikatakan tidak ada nilainya?. Â Itu kalau anda tidak punya sahamnya
Jika uang kertas (tepatnya giralisasi) itu tipuan, karena sebenarnya tidak ada, sebenarnya andalah yang tertipu. Â Percayalah itu ada pada pihak yang ada, dan tidak ada pada pihak yang tidak memiliki. Â Bank mencatat uang tabungan S Rp1000. S punya hak klaim dan legal. Â Bank meminjamkan uang tersebut pada debitur K sebesar Rp850 dan mencatatnya. Â Bank punya hak klaim dan legal pada debitur K. Â lalu jika seperti yang dimaksudkan konsepnya, harus ada secara fisik, maka bank harus menyimpan uang Rp1000 di brankas. Â Lalu untuk apa bank melakukan ini?. Â Apa manfaat yang terjadi?. Â Dan anda nggak usah sibuk, karena memang anda tidak ada pada pihak-pihak tersebut
Lalu argumen uang kertas menyebabkan inflasi, itu juga bisa keliru, malah sebaliknya. Â Dengan adanya uang kertas (mudah dicipta), maka potensi sumber daya dapat cepat dioptimalkan. Â Dalam hal ini, tentunya (utamanya pemerintah) memiliki pertimbangan berkenaan dengan jumlah uang dicetak.Â
Sesungguhnya giralisasi dan atau otomatisasi adalah bagian dari kemudahan yang bisa diciptakan dan sangat bermanfaat bagi manusia. Â Ingatlah sabda Nabi: mudahkan, jangan dipersulit. Â Anda yang menolak giralisasi, anda mempersulit diri, dan bisa jadi katagori dosa. Â Adanya handphone itu termasuk bagian otomatisasi silaturahmi. Â Anda harus tolak itu?. Â Dahulu nabi, dalam rangka menepati janji, menunggu orang yang dimaksud (lupa hadir) di tempat yang sama berkisar 17 hari!. Â Sekarang, jika berjanji, dengan otomatisasi (bantuan teknologi) akan lebih nyaman.Â
Apakah ada efek jelek dari giralisasi dan otomatisasi? Yaaa...., dimana pihak-pihak yang memiliki akses tersebut, akan berkembang jauh lebih pesar, menikmati keuntungan (kue) yang lebih besar. Â Untuk hal ini, bukan otomatisasinya yang dihilangkan, namun berlomba memiliki akses itu sehingga pembagian kue lebih merata. Â Selain itu, tugas 'wasit' untuk menciptakan keseimbangan para pihak, sehingga ada aliran yang lebih berimbang. Â Tidak harus sama rata, tetapi semua pihak mendapatkan manfaat. Â Wasit dapat menarik pajak/kontribusi lain, Â memfasilitas sarana untuk pengembangan potensi, dan lain-lainnya
Semoga kehidupan manusia semakin hari semakin baik, berbahagia dan berkah (b3)
Jakarta, 12022021; Imlek 2572