Untuk hal ini jika dimaksudkan pasar keuangan, maka portofolio pasar adalah pasar saham sudah cukup valid! Prinsip kedua adalah hubungan (korelasi) antar aktiva yang dimiliki. Prof Markowitz memberi jampi bahwa korelasi kecil atau negatif dari aktiva akan menurunkan risiko portofolio. Misalkan saja PE memiliki dana Rp 1000 lalu dibuatkan pada dua usaha dimana satu usaha laris hanya pada musim hujan, satu lagi laris pada musim panas.
PE tersebut akan mendapatkan return sepanjang tahun dimana fluktuasinya akan sangat rendah, dibandingkan seluruh dana investasi hanya pada satu usaha. Persoalannya adalah skala bisnis menjadi lebih kecil dan juga potensi laba menjadi lebih kecil. Jika merujuk pada hal terakhir, maka hal ini menjadi sisi buruk dari diversifikasi.
Dalam praktiknya ternyata tidak mudah mencari aktiva berkorelasi negatif. Berkenaan dengan saham, investor dapat mencari sahamsaham dengan korelasi negatif. Yang mengejutkan adalah saham tersebut dapat pada industri yang sama, tidak seperti konsep teori diversifikasi. Apakah hal ini keliru? Tidak, setidaknya dalam jangka pendek. Kita dapat saja menganggap bahwa antaremiten tersebut adalah substitusi, sehingga satu mengalami capital gain (persepsi positip) lainnya capital loss (persepsi negatif).
Dalam jangka panjang, semestinya fundamental kedua saham tidak jauh berbeda jika dirujukkan pada kondisi/risiko bisnis. Jika kedua emiten tetap berbeda dalam jangka panjang, maka hal itu berarti disebabkan oleh kondisi/risiko perusahaan/ pengelola perusahaan. Lalu apakah dalam praktiknya investor memerhatikan berbagai sektor?
Jawabannya mungkin sekali ya, walaupun tidak untuk semua sektor. Investor memperhatikan kontribusi setiap sektor/saham dan saat itu dia tahu prinsip diversifikasi telah berjalan dengan memerhatikan gain/ loss dari setiap saham. Ternyata investor akan tersenyum cerah jika semuanya memberikan gain, bukan seperti memilih musim hujan atau musim panas saja.
Faktor Manusia Menentukan
Selain faktor ekonomi (jumlah keranjang dan hubungan antar-aset) sebagai penentu portofolio, sebenarnya manusia merupakan faktor penentu terpenting atau dikenalkan sebagai karakter risiko (risk character). Instrumen keuangan terdiri atas bebas risiko (SBI), risiko rendah (obligasi), risiko tinggi (saham) serta risiko sangat tinggi (derivatif) dengan konsekuensi return-nya.
Tidak ada yang salah dari aktiva tersebut, hanya perlu dicocokkan saja pada karakter risiko investor. Untuk yang muda, ber-adrenalin tinggi, tidak takut kehilangan, tentunya tiada masalah untuk mengambil derivatif, setelah memahami dengan baik tentang hal itu.
Sebaliknya bagi para pensiunan, yang memilih hidup tenang dan menghindari 'jantungan' dari investasi yang dilakukannya. Yang tidak diperkenankan adalah 'memalsukan' risiko dengan mengimingimingi return tanpa menegaskan konsekuensi risikonya, sehingga terkesan risiko rendah dan membuat para pensiunan 'terjebak'.
Hal utama yang harus dimiliki adalah memahami berkenaan dengan investasi/bisnis itu sendiri dan menyadari karakter risiko yang dimiliki. Untuk hal ini misalnya saja, jangan memainkan investasi dengan dana belanja rumah tangga untuk mengharapkan return, terlalu besar konsekuensi risikonya.
Para wirausahawan menunjukkan bisnis adalah pengelolaan risiko, sehingga melakukan aktivitas (dalam bisnis tersebut, misal berhubungan dengan banyak supplier-konsumen) dan juga antisipasi second plan terhadap berbagai hal merupakan satu tindakan portofolio. Jangan lupa juga keluarga, serta berada pada jalan Tuhan merupakan portofolio yang wajib dimiliki.