Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dengan tegas menolak RUU Cipta Kerja (Omnibus Law) yang draftnya saat ini sudah resmi diserahkan pemerintah ke DPR RI. Sikap ini diambil, setelah secara seksama kami membaca RUU tersebut.
Hukum ketenagakerjaan harus mengandung prinsip kepastian pekerjaan (job security), jaminan pendapatan (income security), dan kepastian jaminan sosial (social security).Â
Namun sayangnya, di dalam RUU Cipta Kerja sama sekali tidak tecermin adanya kepastian kerja, jaminan pendapatan, dan jaminan sosial tersebut. Berarti omnibus law tersebut tidak ada perlindungan bagi buruh bahkan menghilangkan kesejahteraan yang selama ini didapat oleh buruh.
Tidak adanya kepastian kerja tercermin dari outsourcing dan kerja kontrak seumur hidup tanpa batas, PHK bisa dilakukan dengan mudah, dan TKA buruh kasar yang tidak memiliki keterampilan berpotensi bebas masuk ke Indonesia.Â
Tidak adanya kepastian pendapatan terlihat dari hilangnya upah minimum, tidak ada lagi sanksi pidana bagi pengusaha yang membayar upah di bawah upah minimum, dan hilangnya pesangon.Â
Sementara itu, karena outsourcing dan kerja kontrak dibebaskan, maka buruh tidak lagi mendapatkan jaminan sosial, seperti jaminan pensiun, jaminan hari tua, jaminan kesehatan dan yang lainnya.
Karena tiga prinsip tadi tidak terdapat dalam RUU Cipta Kerja, maka KSPI menyatakan dengan tegas menolak RUU Cipta Kerja Omnibus Law . Selain karena ketiga prinsip di atas, ada 9 (sembilan) alasan KSPI menolak isi Omnibus Law, khususnya untuk kluster ketenagakerjaan.
9 alasan KSPI menolak omnibus law RUU Cipta Kerja Omnibus Law tersebut adalah;
(1) hilangnya upah minimum, (2) hilangnya pesangon, (3) outsourcing seumur hidup, (4) karyawan kontrak seumur hidup, (5) waktu kerja yang eksploitatif, (6) TKA buruh kasar unskill worker berpotensi bebas masuk ke Indonesia, (7) hilangnya jaminan sosial dengan adanya sistem outsourcing seumur hidup dan karyawan kontrak seumur hidup, (8) PHK dipermudah, dan (9) hilangnya sanksi pidana untuk pengusaha.
1. Hilangnya Upah Minimum
Hal ini terlihat dengan munculnya pasal yang menyebutkan, bahwa upah didasarkan per satuan waktu. Ketentuan ini membuka ruang adanya upah per jam. Ketika upah dibayarkan per jam, maka otomatis upah minimum akan hilang.
Selain itu, dalam RUU Cipta Kerja, upah minimun hanya didasarkan pada Upah Minimum Provinsi (UMP). Dengan demikian, Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK), dihapus.
Padahal, UMP tidak dibutuhkan dan tidak ada daerah di seluruh wilayah indonesia pengusahanya membayar pakai UMP tetapi mereka mereka membayar upah minimum buruh dengan menggunakan UMK atau UMSK, kecuali di DKI Jakarta dan Yogjakarta. Dengan kata lain, berarti RUU ini menghilangkan upah minimum.