Mohon tunggu...
Said Abdulnashir
Said Abdulnashir Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Ekonomi Syariah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Proses Peralihan Kekuasaan dan Kebijaksanaan pada Pemerintahan Ali bin Abi Thalib

2 November 2023   20:17 Diperbarui: 2 November 2023   20:21 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Ali bin Abi Thalib adalah khalifah keempat dan terakhir dari suatu dinasti yang ada dalam sejarah Islam atau yang lebih dikenal dengan dinasti Khulafa al-Rasyidin. Ali adalah sepupu dan menantu Nabi. Ali adalah putra Abi Thalib bin Abdul Muthalib . Dari segi kepribadiannya, dia merupakan seorang yang berkepribadian yang baik, baik dari Budi pekerti, keshalihan, keadilan, toleransi, dan kebersihan jiwanya adalah sangat terkenal bagusnya. Ali bin Abi Thalib dari masa kecil sudah sering bergaul dan dekat dengan Rasulullah Saw. dan bahkan dia memeluk agama Islam pada masa awal kerasulan serta merupakan orang yang pertama kali masuk Islam dari kelompok anak-anak pada masa itu.

Pemilihan beliau sebagai khalifah menggantikan Usman yang wafat pada tahun 35 H, melalui cara yang berbeda dari pemilihan khalifah sebelumnya. Ali bin Abi Thalib dibaiat atas keinginan dari kelompok demonstran yaitu kaum Muhajirin dan Anshar. Sebelumnya dia didatangi oleh kelompok-kelompok tersebut dan meminta kesediaannya untuk menjadi khalifah, tetapi Ali bin Abi Thalib pada waktu itu tetap menolaknya, karena dia menginginkan untuk pengangkatan seorang khalifah dilaksanakan melalui dengan cara musyawarah dan mendapatkan persetujuan dari para shahabat senior yang terkemuka. Dikarenakan Ali bin Thalib mendapatkan desakan dari massa yang banyak untuk segera menetapkan khalifah supaya tidak terjadi kekacauan yang lebih besar lagi, maka Ali bin Thalib akhirnya mau/bersedia dibai'at oleh manyoritas kaum muslimin (termasuk Thalhah bin Zubair) untuk menjadi seorang khalifah. Kemudian dia dibai'at pada 23 Juni 656 M./13 Dzulhijah 35 H. di Mesjid Nabawi kota Madinah.

Di awal pemerintahannya, Ali bin Thalib mencatat dengan beberapa catatan mengenai gubernur yang diangkat pada masa kekhalifahan Utsman bahwa pemberontakanpemberontakan yang terjadi pada masa kekhalifahan Utsman tersebut, karena disebabkan oleh keteledoran mereka sendiri dalam hal penerapan kembali sistem pajak tahunan terhadap orang-orang Islam sebagaimana hal itu pernah diterapkan pada masa sebelumnya yaitu kekhalifahan Umar bin Khatab. Tidak lama setelah itu, Ali bin Abi Thalib menghadapi pemberontakan dari Thalhah, Zubair, dan Aisyah, karena Ali dipandang tidak mau menghukum para pembunuh Utsman pada saat itu sehingga mereka membela menuntut terhadap darah Utsman yang telah ditumpahkan secara zhalim32 itu untuk dibalasnya. Tuntutan yang sama juga telah diajukan oleh muawiyah dan (bahkan) dia memanfaatkan peristiwa berdarah itu untuk menjatuhkan legalitas kekuasaan Ali yaitu dengan membangkitkan kemarahan rakyat dan menuduh Ali sebagai orang yang mendalangi terhadap pembunuhan Utsman jika dia tidak dapat menemukan dan menghukum pembunuh Utsman yang sesungguhnya.

Tetapi tuntutan itu tidak akan mungkin untuk dikabulkan oleh seorang khalifah, karena pertama tugas utama yang mendesak yang harus dilakukan dalam situasi kritis yang penuh dengan intimidasi seperti pada saat ini adalah memulihkan kembali ketertiban dan mengkonsolidasikan kedudukan suatu kekhalifahan. Kedua, menghukum para pembunuh bukanlah suatu perkara yang mudah untuk dilakukan, karena khalifah Utsman tidak hanya dibunuh oleh satu orang yang berasal dari satu daerah saja, akan tetapi dia juga dibunuh oleh banyak orang yang berasal dari beberapa negara, seperti Mesir, Irak, dan Arab sehingga hal tersebut akan sulit untuk dilakukannya.

khalifah Ali bergerak dari Kuffah dengan memimpin 50.000 tentara untuk menumpas pemberontakan Muawiyah yang maju bersama tentara yang besar pula untuk menghadapi khalifah Ali. Kedua pasukan itu bertemu di medan Siffin, tetapi Ali berupaya menghindari pertumpahan darah di tempat tersebut dan dia menginginkan untuk meyelesaikan perselisihan itu dengan jalan damai ataupun suatu perang tanding. Akan tetapi pihak Muawiyah tidak dapat menerima kedua tawaran itu, akhirnya terjadilah perang di antara keduanya di Siffin yang dinamakan dengan istilah "Perang Siffin"33 (perang saudara yang kedua kalinya dalam sejarah Islam). Pada hari kedua, Ali dapat menumpas pasukan musuh di medan Siffin dan sebanyak 7.000 orang Islam gugur di dalam peperangan ini.

Perang ini diakhiri dengan tahkim (abitrase), sebelumnya peristiwa tahkim ini disepakati untuk memilih dua orang sebagai arbitrator. Adapun utusan dari pihak Muawiyah adalah Amr bin Ash dan dari pihak Ali adalah Abu Musa al-Asy'ari. Kedua hakam tersebut untuk sama-sama menurunkan Ali dan Muawiyah dari jabatan khalifah. Amr meminta Abu Musa untuk mengumumkan tentang pengunduran Ali sebagai khalifah, tetapi pada kesempatan Amr bin Ash berpidato, dia mengumumkan terhadap penurunan Ali sebagai khalifah dan mengangkat Muawiyah sebagai khalifah. Ternyata tahkim ini tidak dapat menyelesaikan terhadap masalah, tetapi sebaliknya malah memperuncing permasalahan, karena muncul dualisme pemerintahan yaitu khalifah Ali (yang diakui oleh mayoritas umat Islam) dan khalifah Muawiyah (sebagai rekayasa Amr bin Ash melalui tahkim). Sikap Ali yang menerima tipu muslihat dari Amr bin Ash untuk mengadakan abitrase (meskipun dalam keadaan terpaksa) ternyata tidak disetujui oleh sebagian pengikutnya. Mereka memandang Ali telah berbuat salah, oleh karena itu mereka meninggalkan barisannya. Golongan mereka ini di dalam sejarah Islam dikenal dengan nama al-Khawarij, yaitu orang yang keluar dari Ali dan mereka memisahkan diri dari Ali.

A. kebijakan-kebijakan politik Ali, antara lain:

  • Mengembalikan prinsip-prinsip Baitul Mal yang telah dikuasai oleh Bani Umayah pada masa Utsman.
  • Mengambil alih kembali tanah-tanah negara yang diberikan kepada keluarga Utsman pada masa kekhalifahannya.
  • Mengganti semua gubernur yang tidak disenangi oleh rakyat dengan pejabat yang lebih baik.
  • Dia berhasil menyusun arsip negara, menyelamatkan dokumen-dokumen khalifah, mendirikan kantor hajib (bendaharawan), membuat kantor pasukan pengawal, dan mengorganisasi serta menetapkan tugas-tugas polisi.
  • Dia berhasil pula memperluas daerah kekuasaan Islam walaupun sedikit, antara lain melakukan serangan laut sampai ke Koukan (Bombay).
  • Membangun benteng-benteng pertahanan di Utara perbatasan Persia

#ayokuliahditazkia #ESyTazkia

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun