Jumaat kemarin merupakan hari sangat bahagia untuk saya, penyebab kebahagian itu bukan karena saya penganut faham hari kasih sayang, atau orang kampung sono menyebutnya Valentine’s Day yang dirayakan setiap 14 Februari, akan tetapi saya mendapat hikma untuk menulis rubric ini.
Saya harus jujur sampaikan, sejak Abraham Samad mengatakan ingn jadi Jokowi, Sabtu (14/12-2013) pada acara Mata Najwa dengan tema “Penebar Inspirasi” di Solo, kemudian disiarkan Metro TV Rabu(1/1-2014). Akal dan Batinku berpacu untuk bisa menerawang suasana kebatinan dari salah satu putra terbaik bangsa ini, ketika menyampaikan keinginannya itu.
Dipenghujung acara, Najwa memberi pertanyaan yang sama untuk lima orang tokoh ini, yaitu harus memili jadi siapa, disertai dengan alasannya. JK yang mendapat kesempatan pertama, mengatakan lebih memilih jadi Ganjar karena Jawa Tengah tenang ketimbang jadi Jokowi karena terlalu banyak masalah di Jakarta.
Jokowi dan Ganjar sama-sama ingin jadi Anies Baswedan agar bisa mengajar di Kampus, Anis memilih jadi Abraham Samad biar melibas para koruptor, sementara Abraham Samad memilih ingin jadi Jokowi.Najwa mencoba memperjelas jawaban Abraham Samad dengan mengatakan apakah abang Abraham ingin jadi Gubernur DKI?
Abraham Samad mengatakan saya ingin jadi Jokowi bukan karena jabatannya akan tetapi pribadinya yang saya anggap tulus dalam pengabdiannya. Coba tengok ketika menjabat sebagai Wali Kota Solo, biasanya seorang pejabat kalau memasuki periode kedua kepemimpinan cenderung memanfaatkan jabatan, namun beliau kelihatan biasa-biasa saja.
Saat Najwa memintah tanggapan Jokowi atas pernyataan Abraham Samad, Jokowi geleng kepala, dan mengatakan tidak ada jawaban.
Pun semua materi dialog “Penebar Inspirasi” sudah diberitakan diberbagai media termasuk “boy band” gabungan dari kelima tokoh yang jadi tamu Najwa Shihab yaitu Jusuf Kalla, Jokowi, Abraham Samad Anies Baswedan, dan Ganjar Pranowo.
Mengapa jawaban Abraham Samad jadi catatan untuk saya, hal itu bukan karena beliau ketua KPK atau karena Jokowi yang lagi digandrungi banyak orang, akan tetapi ada sisi lain, yang susah akal saya menerima, karena Abraham Samad menyebut Jokowi sebagai pejabat yang tulus berkerja.
Pada titik ini, ada beberapa pertanyaan muncul salah satu diantaranya apakah pernyataan Abraham Samad itu, tulus iklas keluar dari hati yang paling dalam atau ada pesan sponsor.
Secara kebetulan dua hari berturut-turut kutemui jawaban dari pertanyaan diatas, hari Pertama Kamis(13/2) di Sebuah Mesjid kecil dekat tempat tinggal saya Jl Dg Ngade Makassar sesudah Solat Ashar ada beberapa jemaah berbincang-bincang tentang tulus iklas. Ada seorang jemaah yang kelihatan lebih tua, mengatakan untuk menilai seorang tulus iklas bekerja itu tidak mudah, karena mata kepala itu kadang dibohongi sehingga harus dilihat dengan mata hati atau dirasakan. Kemudian seseorang yang menilai orang lain itu tulus iklas, karena dia juga pernah atau sedang merasakan nikmatnya ketulusan dalam berkarya.
Hari Kedua, Jumat(14/2) di Mesjid Al-Musyawara DPRD Kota Makassar pada saat khotba Jumat Ustad Amirullah Jalil, menguraikan betapa tinggi nilai tulus iklas dalam berkarya. Ustad Jalil mengungkapkan menurut salah sorang ulama sufi yang bernama Surar Wardi membagi berpikir jadi tiga tingkatan. Tingkatan pertama yaitu berpikir pakai rasio, pada tingkatan ini berpikir karena melihat hal nyata, kemudian berpikir pakai rasa, dan yang paling tinggi adalah berpikir pakai gabungan antara rasio dan rasa. Amirullah menegaskan kita semua berharap agar pemimpin bangsa ini berpikir pakai rasio dan rasa karena akan bermuara pada karya yang tulus iklas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H